Saat makan di restoran seafood, rasanya kurang lengkap jika tidak memesan menu kepiting dengan saus aneka rasa. Ini memang menu paling favorit selain ikan-ikanan atau udang dan cumi. Namun, bagaimana dengan hukum makan kepiting dalam Islam? Apakah diperbolehkan atau justru haram?
Dilansir dari NU Online, para ulama memiliki perbedaan pendapat mengenai hal tersebut. Ada mazhab yang memperbolehkan kepiting untuk dimakan, tetapi ada juga mahzab yang justru menyebut kepiting haram.
Artikel terkait: Mengenal Ganjang Gejang, Hidangan Kepiting Mentah Asal Korea yang Menggugah Selera!
Hukum Makan Kepiting dalam Mazhab Hanafi dan Syafi’i
Ulama mazhab Hanafi dan Syafi’i menegaskan bahwa mengonsumsi kepiting hukumnya haram karena makhluk hidup tersebut termasuk kategori khabaits atau sesuatu yang menjijikkan.
Menurut ulama mazhab Hanafi binatang laut yang halal dikonsumsi hanya ikan, sedangkan binatang lain hukumnya haram, walaupun hidup di laut.
Hal itu diterangkan oleh Imam Ibnu:
وَمَا عَدَا أَنْوَاعُ السَّمَكِ مِنْ نَحْوِ إِنْسَانِ الْمَاءِ وَخِنْزِيْرِهِ خَبِيْثٌ فَبَقِيَ دَاخِلًا تَحْتَ التَّحْرِيْمِ. وَحَدِيْثُ (هُوَ الطَّهُوْرُ مَاؤُهُ وَالْحِلُّ مَيْتَتُهُ) الْمُرَادُ مِنْهُ السَّمَكُ
“Dan selain berbagai macam ikan, seperti manusia laut dan babi laut, adalah menjijikkan dan masuk kategori haram. Sementara hadits ‘Laut itu suci airnya dan halal bangkainya’, maksudnya adalah ikan.” (Lihat: Ibnu Abidin, Raddul Muhtar Alad Durril Mukhtar, juz 6, halaman 307)
Kitab-kitab mazhab Syafi’i juga secara tegas menyebutkan keharaman makan kepiting. Imam Nawawi dalam kitab al-Majmu’ menulis:
وَعَدَّ الشَّيْخُ أَبُو حَامِدٍ وَإِمَامُ الْحَرَمَيْنِ مِنْ هَذَا الضَّرْبِ الضِّفْدَعَ وَالسَّرَطَانَ، وَهُمَا مُحَرَّمَانِ عَلَى الْمَذْهَبِ الصَّحِيْحِ الْمَنْصُوْصِ، وَبِهِ قَطَعَ الْجُمْهُوْرُ
Syekh Abu Hamid dan Imam al-Haramain memasukkan katak dan kepiting ke dalam kategori binatang yang dapat hidup di dua tempat sehingga. Dua binatang tersebut diharamkan menurut pendapat yang shahih dan tercatat dalam mazhab. Dan dengan hukum haram ini, mayoritas ulama mazhab memutuskan. (Lihat: Imam Nawawi, Al-Majmu’, juz 9, halaman 30).
Sementara menurut Buya Yahya, seperti yang dikutip dari dakwahnya di kanal YouTube Al-Bahjah TV, hukum makan kepiting bisa dikembalikan berdasarkan jenis kepiting. Artinya, kepiting laut halal dimakan, sementara kepiting yang hidup di dua alam haram dikonsumsi.
Artikel terkait: Memiliki Harga Rp1 Miliar, Cek 5 Fakta Ropang Kepiting Alaska Buatan Sisca Kohl
Hukum Makan Kepiting Menurut Mazhab Maliki dan Hanbali
Ulama Ibnu Abdil Bar bermazhab Maliki menyebutkan:
وَصَيْدُ البَحْرِ كُلُّهُ حَلَالٌ إِلَّا أَنَّ مَالِكاً يَكْرَهُ خِنْزِيْرَ الْمَاءِ لِاسْمِهِ وَكَذَلِكَ كَلْبُ الْمَاءِ عِنْدَهُ وَلَا بَأْسَ بِأَكْلِ السَّرَطَانِ وَالسُّلَحْفَاةِ وَالضِّفْدَعِ
Dan binatang buruan laut semuanya halal, hanya saja imam Malik memakruhkan babi laut karena namanya, begitu pula anjing laut. Dan tidak haram memakan kepiting, penyu, dan katak. (Lihat: Ibnu Abdil Bar, Al-Kafi, juz 1, halaman 187)
Sementara itu, dalam kitab Al-Mughni, Ibnu Qudamah menjelaskan:
كُلُّ مَا يَعِيْشُ فِي الْبَرِّ مِنْ دَوَابِّ الْبَحْرِ لَا يَحِلُّ بِغَيْرِ ذَكَاةٍ كَطَيْرِ الْمَاءِ وَالسُّلَحْفَاةِ وَكَلْبِ الْمَاءِ إِلَّا مَا لَا دَمَ فِيْهِ كَالسَّرَطَانِ فَإِنَّهُ يُبَاحُ بِغَيْرِ ذَكَاةٍ
Setiap apa yang (dapat) hidup di daratan berupa binatang melata laut itu tidak halal, tanpa disembelih (terlebih dahulu), seperti burung laut, penyu, dan anjing laut. Kecuali binatang yang tidak memiliki darah, seperti kepiting, maka boleh dimakan tanpa disembelih. (Lihat: Ibnu Qudamah, Al-Mughni, juz 9, halaman 337)
Lalu, jika menurut KonsultasiSyariah.com, semua binatang laut hukumnya adalah halal, termasuk kepiting. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT:
أُحِلَّ لَكُمْ صَيْدُ الْبَحْرِ وَطَعَامُهُ مَتَاعًا لَكُمْ وَلِلسَّيَّارَةِ
“Dihalalkan bagi kalian untuk memburu hewan laut (ketika ihram) dan bangkai hewannya, sebagai kenikmatan bagi kalian dan sebagai (bekal) bagi para musafir…” (Q.s. Al-Maidah: 96)
Imam Bukhari juga menyebutkan satu riwayat dari beberapa sahabat, yaitu Abu Bakr ra yang mengatakan, “Bangkai ikan halal.” Syuraih, salah seorang sahabat, mengatakan, “Segala sesuatu yang di laut, (jika mati) sudah (dianggap) disembelih.” (Shahih Bukhari, 5/2091)
Artikel terkait: Serupa Tapi Tak Sama, Ini Perbedaan Kepiting dan Rajungan
Fatwa MUI Mengenai Hukum Makan Kepiting
Melansir dari DetikFood, LPPOM MUI pada 2002 lalu telah membahas tentang hukum makan kepiting. Dikutip dari situs resminya, Dr Sulistiono, Dosen Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB menyebut bahwa kepiting termasuk jenis binatang air.
Menurutnya, disebut demikian karena kepiting bernafas dengan insang dan berhabitat di air. Selain itu, hewan laut ini tidak pernah mengeluarkan telur di darat, melainkan di air karena memerlukan oksigen dan air.
Jadi, dari penjelasan tersebut Komisi Fatwa MUI menetapkan bahwa hukum makan kepiting adalah halal, selama tidak menimbulkan bahaya bagi kesehatan manusia.
Jadi, untuk Parents yang Muslim bisa mengikuti mazhab yang diyakini mengenai hukum makan kepiting. Semuanya kembali ke keputusan tiap individu dan tidak perlu menyalahkan apa yang menjadi keputusan orang lain.
Baca juga:
Hukum Makan Bekicot dan Keong Sawah dalam Islam, Boleh atau Tidak Ya?
Hukum Makan Sambil Bicara dalam Islam: Boleh, Asal…
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.