Berbicara soal kesehatan, tentunya bukan hanya kesehatan fisik yang perlu diperhatikan. Pun dengan juga kesehatan mental. Sebab, di era saat ini, banyak orang mengalami gangguan kesehatan mental, yang kemudian berujung pada tindakan bunuh diri.
Jika selama ini Anda memiliki pandangan bahwa kejadian bunuh diri lebih banyak dilakukan oleh orang dewasa yang relatif memiliki beban hidup tinggi, hal ini sebenarnya keliru. Faktanya, tingkat depresi atau stres jutru lebih banyak yang rasakan oleh anak remaja. Bahkan, tidak sedikit yang berujung dengan bunuh diri.
Sebabnya? Memang dipicu oleh beberapa faktor.
Berdasarkan informasi yang dikutip dari Kementerian Kesehatan (KEMENKES) Indonesia, data World Health Organization (WHO) menyebutkan bahwa tindak bunuh diri menjadi penyebab kematian nomor dua tertinggi pada kelompok usia 15 hingga 29 pada tahun 2012.
Data tersebut menjadi bukti jika fase gangguan kesehatan mental jmemang bisa muncul saat usia remaja. Apabila masalah ini tidak segera diatasi atau dicarikan solusinya, maka dapat berujung pada hal yang tidak diinginkan, yaitu bunuh diri.
Orangtua menjadi salah satu penyebab gangguan kesehatan mental pada remaja
Ada beragam faktor uang menyebabkan remaja mengalami gangguan kejiwaan, salah satunya dikarenakan orangtua tidak memberikan perhatian yang tepat pada mereka. Misalnya, tidak mau mendengarkan apa yang anak bicarakan, khususnya saat ia mengalami suatu masalah.
“Kalau ada yang mengalami masalah kesehatan mental hingga bunuh diri, orangtua pasti langsung menilai kalau dia kurang ibadah, kurang dekat dengan Tuhan, padahal belum tentu seperti itu. Bisa jadi justru karena orangtua tidak mau mendengarkan saat anak punya masalah,” ujar dr. Sylvia Detri Elvira, SpKJ(K).
“Yang saya hadapi sehari-hari itu, anak susah sekali untuk ngomong sama orangtuanya, sama ibunya. Anak-anak banyak yang bilang kalau mama itu maunya dengar yang baik saja, yang positif saja, padahal saya (anak-anak) juga punya hal negatif,” imbuh Sylvia dari Departemen Medik Kesehatan Jiwa, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Sylvia melanjutkan, orangtua yang tidak menghargai apa yang telah dilakukan anak juga bisa menjadi faktor penyebab gangguan kesehatan mental para remaja. Contohnya, ketika orangtua merasa tidak puas dengan prestasi yang telah anak raih di sekolah.
“Anak sudah mendapat juara 3 di sekolah atau kelas, tapi masih suka dimarahi, kenapa gak juara 1, itu akan menurunkan rasa self awareness-nya. Nanti anak akan merasa jika dirinya itu kurang, lalu memicu pemikiran lebih baik aku tidak ada saja, jadi nggak merepotkan orang,” jelasnya.
Jadilah orangtua yang mau mendengarkan anak
Oleh karena itu, Sylvia menyarankan agar para orangtua untuk bisa mendengarkan segala cerita anak. Tidak hanya yang positif, tapi juga yang negatif. Artinya, orangtua sebisa mungkin mau mendengarkan anak, saat ia sedang mengungkapkan masalah yang dihadapinya.
Kebiasaan seperti itu sebaiknya dapat diterapkan sejak anak masih usia dini, karena ini akan meminimalkan anak mengalami gangguan kesehatan mental saat menginjak usia remaja. Terlebih, usia remaja merupakan fase pembentukan identitas seseorang.
“Orangtua harus menjadi teman buat anak sejak kecil, membuatnya nyaman untuk berbicara, juga harus mendengarkan apa yang anak bicarakan. Sembari menanamkan disiplin, nilai-nilai, tapi dengan cara yang santai dan halus, sehingga anak tidak takut,” kata Sylvia, ditemui di seminar umum Prevent Suicide by Loving Yourself.
“Kalau sejak kecil tidak terbiasa untuk curhat sama orangtua, sehingga ketika ada masalah, dia akan bingung cerita ke mana. Kalau teman curhat, mungkin lebih baik, tapi kalau tidak ada, dia akan merasa frustasi, merasa tidak ada gunanya, mending aku nggak ada saja,” sambung Sylvia.
Faktor lain penyebab masalah kesehatan mental pada remaja
Di sisi lain, berdasarkan Ilmu Kedokteran Jiwa, ada 3 faktor irisan yang berpengaruh pada kesehatan mental, disebut dengan Konsep Biopsikososial, yaitu Biologi, Psikologi dan Sosial. Ketiga hal tersebut memiliki kaitan yang sangat kuat.
1. Biologi
Di antaranya genetik dan keadaan manusia lahir ke dunia yang sudah dibentuk sejak masih berada di dalam kandungan. Serta, bagaimana kondisi ibu saat mengandung, apa yang dirasakan selama hamil.
“Para ibu yang hamilnya depresi dan cemas, kemungkinan di masa depan sang anak akan mengalami gangguan kesehatan mental,” ucap Sylvia.
2. Psikologi
Yaitu cara seorang anak dibesarkan oleh orangtua. Menurut teori, sebaiknya anak dibesarkan dengan mendapat kasih sayang, perhatian, dan dukungan yang pas. Serta, imbangi dengan melatih anak untuk mengalami kekecewaan.
“Kalau anak terus-menerus dituruti juga nggak bagus, nanti ego dia akan lemah, self-nya juga rapuh. Latihan untuk frustasi, kecewa itu juga harus diberikan, tapi harus tepat, karena kalau berlebihan juga nantinya anak akan mudah depresi, tidak percaya diri dan tidak menghargai dirinya sendiri,” lanjut Sylvia.
3. Sosial
Lingkungan sekitar anak, baik lingkungan keluarga maupun sekolah. Apabila anak yang memiliki lingkungan kurang baik, seperti di-bully di sekolah, tapi jika ia memiliki faktor biologi dan psikologinya kuat, maka ia akan baik-baik saja.
Setelah mengetahui beragam faktor pemicu gangguan mental, khususnya pada remaja, dapat membuktikan kalau pola asuh orangtua memiliki peran penting untuk kesehatan mental anak.
Orangtua berperan membantu anak memiliki mental yang sehat, bahkan sejak mereka masih di dalam kandungan.
dr. Sylvia menginagtkan, orangtua perlu memberikan bimbingan pada anak untuk membangun self awareness atau kepercayaan dirinya. Dengan begitu, bisa mencegah terjadinya gangguan kesehatan mental yang bisa berujung pada bunuh diri.
Selain itu, jangan lupa untuk menjadi pendengar yang baik untuk anak. Sudahkan hal ini dilakukan?
Baca juga :
Anak juga bisa alami depresi, kenali gejalanya dan cara tepat menghadapinya
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.