Menjalani peran sebagai istri sekaligus ibu adalah hal yang tidak mudah. Tak sedikit pula perempuan yang memiliki peran ganda dengan bekerja untuk membantu perekonomian keluarga. Sayangnya, beragam stigma masih didapat oleh ibu rumah tangga yang dinilai tak lebih hebat daripada ibu bekerja. Padahal, ada banyak cerita ibu rumah tangga di luar sana yang bisa merasakan lelah dan tidak berharga di tengah banyaknya hal yang harus ia lakukan.
Era yang kian modern rupanya tak membuat perdebatan berhenti, siapa yang lebih hebat: ibu rumah tangga atau ibu yang juga bekerja. Seorang ibu rumah tangga tak jarang hanya lekat dengan perihal urusan domestik, sementara ibu yang bekerja memiliki ritme kehidupan yang dinamis karena ia tak setiap saat ada di rumah.
Cerita ibu rumah tangga: ”Aku lelah dan merasa kosong”
Padahal, kelelahan bisa dirasakan ibu rumah tangga yang kerap mendapat stempel ‘hanya di rumah saja’. Cerita seorang Bunda di aplikasi theAsianparent berikut adalah segelintir contoh. Sebut saja Bunda Ria, ia membagikan kisahnya pada pembaca. Dia merasakan keluh kesahnya menjadi seorang ibu rumah tangga yang memengaruhi kehidupannya.
“Semenjak resign dari kerjaan dan memilih menjadi ibu rumah tangga demi anak, dunia serasa tidak berputar lagi. Sehari-hari yang ditemui hanya anak-anak, lalu juga suami walau hanya beberapa jam dalam sehari,” ungkap Bunda Ria.
Aku merasakan temanku perlahan menghilang, mereka melupakanku.
Suami punya dunianya sendiri, enggan menghabiskan waktu bersama anak dan istri
Suami? Jangan tanya, nampaknya ia tak seperti yang kuharapkan selama ini.
Kurasa ia punya dunianya sendiri, serasa masih single saja. Buktinya, ia lebih sering ada di luar rumah seperti nggak betah ada di rumah terlalu lama.
“Jiwa mudanya masih seperti dulu saat belum menikah, setiap pulang bekerja tidak selalu langsung pulang, Pasti dia mampir entah kemana dengan teman-temannya,” sambung Bunda Ria dalam ceritanya.
Saat weekend, aku berharap dia menemani aku dan anak. Tetapi, ada saja alasan yang dia cari untuk berkumpul dengan teman-temannya. Kadang aku bertanya, apakah dia merasakan ada keluarga? Mengeluh rasanya sudah tak sanggup aku lakukan.
“Mengobrol dari hati ke hati hampir sangat jarang untuk aku lakukan. Diri ini merasa bukan apa-apa, bukan siapa-siapa. Seolah nggak ada seorang pun yang menyadari aku ini ada di dunia. Sepi..sepi..hampa..hampa..kosong..kosong..,” tukasnya.
Saat ingin menyerah, tatapan buah hati menyadarkanku
Namun, aku tahu aku harus senantiasa bersyukur. Saat ingin menyerah, tatapan mata mungil itu menyadarkanku. Ya, ada buah hati yang seolah berkata: “Bu, aku butuh ibu”. Seketika aku tersadar, masih ada anakku yang membutuhkan aku.
“Ya nak, sampai kapan pun terus ada di sisi ibu ya. Hanya kamu yang ibu punya. Kamu adalah hartaku yang paling berharga,” pungkas Bunda Ria.
Cerita ibu rumah tangga buktikan depresi stay-at-home mom itu nyata
Sekitar 27% perempuan memilih menjadi ibu rumah tangga sepenuhnya, demikian data yang ditunjukkan oleh U.S. Census Bureau data, Pew Research Center pada 2016. Rasa depresi, sedih, dan kesepian akan dirasakan seorang ibu rumah tangga yang tadinya bekerja.
Bukan tanpa alasan, kebanyakan orangtua yang akhirnya memantapkan hati menjadi ibu rumah tangga seutuhnya pernah merasakan nikmatnya dunia kerja. Entah itu menjadi banker, pengacara, jurnalis, dan bidang karir lainnya.
Gairah terasa nyata saat Anda disibukkan dengan aneka pekerjaan di luar rumah. Semua tentunya akan berubah saat Bunda hamil lalu memasuki fase harus mengurus si kecil. Ini mungkin membuat Anda merasa bingung, marah, sedih, dan sendirian.
Rachel, seorang ibu yang tinggal di New York City menuturkan kisahnya saat memilih meninggalkan pekerjaannya sebagai manajer kantor. “Saya berjuang setiap hari mencoba untuk mencari tahu di mana saya cocok dengan dunia saya sekarang. Impian dan tujuan saya masih berjalan dan menjadi pikiran saya setiap hari dan saya terus berusaha memikirkan bagaimana caranya bahagia dengan kegiatan saya sekaligus membesarkan anak-anak. ” tuturnya.
Bayangkan, menjadi ibu rumah tangga benar-benar melelahkan. Anda harus meluangkan waktu untuk menyiapkan makan untuk keluarga, mengantar anak ke sekolah, dan seabrek kegiatan rumah lainnya yang harus dibereskan.
Tak heran, data Gallup pada 2012, yang melibatkan lebih dari 60.000 perempuan di Amerika Serikat melaporkan cenderung merasa lebih sedih, stres, marah, khawatir, dan depresi daripada ibu yang bekerja.
Oleh karena itu, penting untuk perlahan mengurangi stigma yang masih kerap beredar di tengah masyarakat. Sesungguhnya menjadi ibu rumah tangga maupun bekerja bukanlah ajang unjuk kehebatn, namun sejatinya merupakan pilihan.
Baca juga :
Kisah merawat mertua yang sakit: "Awalnya beban kini jadi berkah kehidupan"
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.