Konflik antara menantu perempuan dan ibu mertua nampaknya bukan hal baru di Indonesia, beragam faktor menjadi penyebab adanya jurang pemisah di antara keduanya. Namun, tak sedikit perempuan di luar sana yang kehidupannya berubah berkat ibu mertua. Berbeda dengan drama menantu dan mertua yang kerap menyeruak ke permukaan, Bunda satu ini mengungkapkan kisah perjuangan merawat mertua yang ia alami di forum diskusi Aplikasi TheAsianparent.
Perjuangan merawat mertua menambah drama rumah tangga
Sebut saja Riska, seorang Bunda yang tak mau disebutkan namanya menceritakan unek-uneknya merawat mertua. Dalam tulisannya, usia senja membuat mertua Riska tak lagi bisa berativitas. Membersihkan air seni mertua sudah menjadi tugas rutin Riska sehari-hari.
“Lagi, bahkan ini sudah yang ketiga kali dalam Minggu ini. Sejak di luar rumah aku memang telah mencium bau tak sedap yang mengusik indra penciumanku.
Benar saja, sama seperti kemarin dan kemarin, selalu seperti ini. Ibu, lebih tepatnya ibu mertuaku buang air besar di ruang tamu,” demikian cerita bermula.
Kondisi ini tak pelak membuatku sebal pada suamiku, Bayu. Ingin sekali rasanya mengeluh, namun semuanya berubah saat menatap raut wajah suamiku yang merasa bersalah.
Kalau sudah begini, akhirnya aku mengalah dan membersihkan rumah seperti semula. Tak bisa dipungkiri, hal ini membuat tenagaku terkuras.
Bagaimana tidak, aku dan suamiku adalah pegawai swasta yang sama-sama sibuk bekerja dari pagi hingga sore. Sudah sibuk bekerja, tugasku bertambah saat enam bulan yang lalu ibu mertua memutuskan untuk tinggal bersamaku.
Ibu mertua punya dua anak perempuan yang tak bekerja, namun mereka menolak mengurusnya
Ingin rasanya aku menolak, bukankah Mas Bayu memiliki dua saudara perempuan yang tidak bekerja, bukankah lebih elok bila mereka yang mengurus ibu mertua.
Ketika ibu mertua sehat mereka sangat senang dengan hadirnya dan memberdayakan beliau sekedar untuk mengasuh cucu. Namun kini, ketika usia semakin menanjak senja dan tubuh ringkih beliau tak sekuat dulu lagi, semua malah angkat tangan dan menyerahkan ibu pada Mas Bayu, suamiku.
Kegundahan berkecamuk dalam benakku. Siapa yang akan mengurus ibu mertua? Aku bekerja, ditambah lagi kedua anakku sudah beranjak remaja dan sudah menetap di asrama sejak bangku SMP. Sudah tentu aku akan mengerjakan semuanya sendiri, karena kedua anakku hanya pulang ke rumah saat hari libur saja.
Keputusan sang suami mencari pembantu sejenak melegakan hatiku.
Tak mungkin aku berhenti bekerja dan hanya fokus mengurus ibu mertua, aku memiliki tanggungan lain. Dua adikku di desa harus dibiayai sekolahnya, sejak kecil ibuku yang seorang janda telah melakukan segalanya agar aku bisa sekolah tinggi dan bekerja. Aku harus menunjukkan baktiku dengan membiayai sekolah kedua adikku,
Suami membantu meringankan beban hatiku
Kini, beban kehidupan seolah bertambah dengan kewajiban tambahan: mengurus mertua.
Beruntungnya, Mas Bayu mau sedikit membantu dengan mengepel rumah. Perangai suami sedikit banyak menghibur hatiku. Tak terbayang jika aku harus membereskan semua sendiri dengan tangan yang hanya ada dua ini.
“Kamu yang sabar ya, Dek menghadapi, ibu,” ucap Mas Bayu malam itu. Aku meringis. Baru saja aku selesai mengepel lantai ketika ibu mertua merengek telah buang air kecil di atas karpet yang baru saja aku laundry belum lama ini.
“Mas sudah beberapa kali meminta ibu pakai diaper saja tapi ibu baeralasan gatal dan gak nyaman, bila dipaksa ibu suka menangis.” Mas Bayu menjelaskan tanpa diminta, seolah tahu isi kepalaku.
Aku bergeming. Bukannya tak ikhlas mengurus ibu mertua, tapi aku sangat sibuk. Sudah seharian bekerja, pun saat pulang aku harus membersihkan rumah yang sudah luar biasa kotornya.
“Mas sudah dapat pembantu yang akan menunggui ibu?” tanyaku masih dengan nada datar. Sambil menghela napas, Mas Bayu memberikan reaksi yang tidak kuharapkan.
“Belum, sulit, Dek, apalagi ibu sudah tua dan terkadang banyak maunya. Paling ya kayak kemaren baru beberapa hari kerja langsung berhenti karena gak tahan.” ungkap Mas Bayu.
Aku menghela napas. Pantas lah bila hati kecil ini selalu menghasut bila mertuaku ini hanya menyusahkan. Kedatangannya seakan membawa angin buruk bagi rumah tangga kami.
Bukankah sebaiknya dia tahu diri bila sudah tua dan tak dapat mengontrol buang air seharusnya tak terlalu cerewet pada pembantu? Ini berarti sudah lima orang pembantu mengundurkan diri karena tak tahan dengan omelan mertua.
Tangis suami meluruhkan semua kekesalanku akibat lelah mengurus mertua
“Hidupku ketika kecil tak mudah, Dik. Walau ada ayah tapi ibu lah tulang punggung keluarga, berkat kerja keras dan air mata beliau lah aku bisa sampai ke perguruan tinggi dan mencapai posisi enak seperti sekarang,” tetiba Mas Bayu berceloteh tanpa diminta.
Ingin rasanya aku berteriak, merawat ibu bukan hanya kewajiban mas saja kan? Mas punya dua saudara perempuan yang seharusnya turun tangan ikut mengurus ibu di masa tuanya.
“Jangan kau tanya sakit hatiku ketika Kak Nina dan Kak Shinta selalu menjelekkan ibu dan menganggap ibu sebagai biang kerok pertengkaran mereka dan suami.” tanpa diduga, Mas Bayu menyeka air matanya.
Aku tetap bergeming. “Kupikir sudahlah, tak usah mengandalkan orang lain. Ibu adalah ibuku, terserah anak yang lain mau berbakti atau tidak, yang penting aku anak laki-laki ini ingin mengasihi ibu sama seperti ia dulu memperjuangkanku dengan keringat darah agar aku berhasil.”
Aku tetap bergeming, namun ada rasa yang bergemuruh. Perlahan sesak memenuhi rongga di dada.
“Dahulu ibu tak seperti ini, Dik. Ia wanita kuat dan tangguh malah terlalu perkasa bagiku. Ia abai dengan rentetan perselingkuhan ayah dan tetap merawatnya ketika ayah terkena stroke hingga menghembuskan napas terakhir. Aku dan kedua kakakku tak pernah mendengar keluh kesahnya. Ia banting tulang bekerja apapun demi kelangsungan hidup kami. Kurasa, ini lah saat Allah berbaik hati menitipkan ladang pahala bagiku.” Kali ini suara Mas Bayu terisak.
Runtuhnya dinding ego dalam hatiku
“Kumohon, Dik, maafkan Mas bila menyusahkanmu, tapi tolonglah, jangan membuat keputusan yang memaksa Mas harus memilih antara engkau dan ibu. Sungguh, kalian adalah dua wanita yang sangat kusayang. Ia adalah ibuku dan engkau adalah ibu dari anak-anakku.” ketangguhan Mas Bayu runtuh sudah.
Sesak di hatiku kian menjalar. Tubuhku berguncang menahan tangis yang tak tertahankan lagi.
Sontak, aku langsung memeluk Mas Bayu. Entah, dinding ego dan keras kepala yang selama ini kupasang runtuh sudah. Aku seolah turut merasakan apa yang suamiku rasakan.
“Maafkan aku, Mas, maafkan. InsyaAllah aku ikhlas merawat ibu.” Aku menyeka air mata yang mulai membasahi wajah. ” Tolong, jangan bosan ingatkan diri ini bila sesekali alpa dan terbawa emosi.”
“InsyaAllah, Dek, bantu Mas untuk berbakti ya. Tolong berjalanlah beriring menjauhkan Mas dari pintu durhaka.” Aku mengangguk dan semakin erat memeluk Mas Bayu. Mendadak, hatiku terasa lebih ringan dibanding sebelumnya.
Perjuangan merawat mertua berujung berkah
Tak ada yang berubah setelah pembicaraan malam itu. Mertuaku tetap sama, buang air sembarangan dan selalu mengomel bila ada pembantu yang mengurusnya dan terkadang aku pun tak luput dari amarahnya. Pulang bekerja, air seni dan kotoran yang berceceran di lantai bahkan tempat tidur seolah menjadi pemandangan biasa. Mertuaku juga tetap berkeras tidak mau memakai popok.
Anehnya, hatiku tak lagi sekeras dulu. Aku dan suami terkadang bertaruh apakah hari ini ibu buang air sembarangan, kami berdua ajaibnya sudah bisa tertawa saat menemukan ceceran air seni berbau menyengat di depan pintu.
Bukan lelah, semua kukerjakan dengan sangat ringan. Seketika suami terasa lebih sayang padaku. Anak-anak sudah lebih mandiri sepulang mereka dari asrama, mereka tidak segan membantu pekerjaan rumah.
Kesabaran dan perjuangan merawat mertua akhirnya berbuah manis
Tak selesai sampai di situ, kebahagiaan membuncah di hati saat mendengar kedua adikku berhasil mendapat beasiswa. Ini artinya aku tidak perlu bekerja lembur untuk memenuhi biaya pendidikan mereka. Ibuku sangat gembira dan berkata bahwa akhir-akhir ini tubuhnya sangat sehat. Terakhir, kedua kakak Mas Bayu mengirimi uang dalam jumlah setara harga motor baru. Buat bantu beli susu ibu, katanya.
“Kini, haruskah kukeluhkan bila hadirnya mertua adalah beban? Ataukah bisa kusimpulkan bila kedatangan beliau lah yang melapangkan rezeki dan hati ini? Ibu mertua bukanlah ibu kandungku, sejak dahulu hingga kini tak ada darah sama yang mengalir di tubuh kami.” ujar Riska menjelang akhir cerita.
“Aku nanti kalau mau cari istri ya kayak mamaku, dia telaten banget ngurus nenek dari papaku. Gak pernah dia ngeluh atau marah-marah pada nenek. Aku ingin istriku nanti dapat memperlakukan mama layaknya mama memperlakukan nenek.”
Deg, hatiku tertohok mendengar ungkapan Andi, putra sulungku saat sedang bermain pada teman-temannya. Surga dunia nyata adanya.
Hingga berita ini ditulis, kisah perjuangan merawat mertua ini telah disukai 266 pengguna aplikasi kami. Lebih dari 100 Parents turut menanggapi cerita ini dengan respon beragam, kebanyakan memuji dan menjadikannya pengingat agar lebih bisa melihat sisi positif dari sebuah kejadian termasuk relasi menantu dan mertua.
Berdamai dengan keberadaan mertua bukan hal yang mustahil
Berkaca dari kisah Bunda Riska, terlihat bahwa tidak semua mertua memiliki perilaku yang buruk. Memang rasanya mustahil kita bisa menyayangi ibu mertua layaknya orangtua kandung, namun bukan berarti dekat dengan ibu mertua tidak mungkin terjadi.
Komunikasi menjadi kunci utama bagi Bunda yang kerap berkonflik dengan mertua sendiri. Ajaklah mertua bicara dan tanyakan jika ada sikapnya yang tak berkenan. Tak ada salahnya Bunda mencari momentum untuk membahasnya juga dengan suami, agar suami bisa menjadi penengah antara Bunda dan ibu mertua. Komunikasi juga solusi efektif untuk menemukan titik terang apa sebenarnya masalah yang terjadi.
Selain itu, sebisa mungkin berikan perlakuan yang sama terhadap ibu mertua. Berhenti membandingkan, tunjukkan rasa hormat pada ibu mertua selayaknya ibu kandung agar ibu mertua tidak merasa tersingkirkan.
Semoga kisah di atas bisa diambil hikmahnya ya, Parents!
Baca juga :
"Saya ingin berhenti bekerja, namun takut dipandang negatif mertua," dilema seorang ibu
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.