X
theAsianparent Indonesia Logo
theAsianparent Indonesia Logo
kemendikbud logo
Panduan ProdukMasuk
  • Kehamilan
    • Kalkulator perkiraan kelahiran
    • Tips Kehamilan
    • Trimester Pertama
    • Trimester Kedua
    • Trimester Ketiga
    • Melahirkan
    • Menyusui
    • Kehilangan bayi
    • Project Sidekicks
  • Artikel Premium
  • Breastfeeding Week 2023
  • Cari nama bayi
  • Perawatan Ibu dan Bayi
  • Kulit Bayi
  • Rangkaian Edukasi
    • Pengasuhan Anak
    • Edukasi Prasekolah
    • Edukasi Sekolah Dasar
    • Edukasi Remaja
  • TAPpedia
  • TAP Rekomendasi
  • Anak
    • Bayi Baru Lahir
    • Bayi
    • Balita
    • Prasekolah
    • Anak
    • Praremaja & Remaja
  • Parenting
    • Keluarga
    • Pernikahan
    • Seks
    • Berita Terkini
  • Kesehatan
    • COVID-19
    • Info Sehat
    • Penyakit
    • Vaksinasi
    • Kebugaran
  • Gaya Hidup
    • Korea Update
    • Hiburan
    • Travel
    • Fashion
    • Kebudayaan
    • Kecantikan
    • Keuangan
    • Marvelous Asian Mums Special 2021
  • Nutrisi
    • Resep
    • Makanan & Minuman
    • Sarapan Bergizi
  • Videos
    • Kata Pakar Parenting
    • Plesiran Ramah Anak
    • Pilihan Parents
    • Kisah Keluarga
    • Kesehatan
    • Kehamilan
    • Event
    • Tumbuh Kembang
  • Belanja
  • Ayah manTAP!
    • Kesehatan Ayah
    • Kehidupan Ayah
    • Aktivitas Ayah
    • Hobi
  • VIP
  • Awards
    • TAP x Tokopedia Awards 2023

Sungguh Terjadi: Aku Terpaksa Bercerai saat Putri Kembarku Baru Berusia 40 Hari

Bacaan 6 menit

Cerai saat anak masih bayi terlebih lagi kembar, tentu bukanlah keputusan hal yang mudah. Hal inilah yang diakui oleh Raydita, ibu muda yang akhirnya memutuskan untuk membesarkan kedua buah hatinya sebagai single mom. Setidaknya untuk saat ini. 

Sama seperti pasangan suami istri yang lainnya, saat memutuskan untuk menikah, Raydita dan suami pun memiliki harapan yang sama. Membangun dan membesarkan buah hati hati dan tumbuh bersama-sama. 

Nyatanya, impian memang tidak selamanya bisa berbanding lurus dengan kenyataan. Di tengah perjalanan, pernikahan kerap menemukan konflik. Bukan tidak ingin mempertahankan pernikahan, sebab, ketika itu Raydita telah mencoba berbagai cara untuk membantunya mencari akar dan menemukan solusi dari setiap masalah yang ditemuinya.   

Ketika rumah tangganya sudah terasa tak bisa diselamatkan lagi, Raydita memilih untuk pisah rumah ketika putri kembarnya baru berusia 40 hari.

Bukan tanpa perhitungan, segala tantangan dan risiko seperti munculnya stigma negatif terhadap single mom pun mulai muncul di benak kepalanya.  

Kepada theAsianparent, Raydita pun menceritakan apa yang membuatnya berani untuk terus melangkah. Menjalani hari-hari yang tidak akan sama lagi lantaran memutuskan untuk bercerai dan membesarkan anak kembar seorang diri. 

Artikel Terkait: 9 Langkah untuk Bantu Anak Hadapi Perceraian Orangtua

"Cerai Saat Anak Masih Bayi Tidak Mudah"

Cerai saat anak masih bayi

“Aku pisah rumah dari twins saat usia mereka masih 40 hari. Kalau mengurus cerainya memang ketika mereka masuk usia 6 bulan. Setelah pisah rumah sebenarnya aku masih mencoba untuk konsultasi kepada psikolog terlebih dahulu bersama mantan suami, tapi ternyata tidak ketemu jalan keluarnya. Akhirnya aku urus cerai,” paparnya di awal perbincangan dengan theAsianparent Indonesia.

Raydita melanjutkan, sama seperti saat menikah, bercerai menjadi salah satu keputusan terbesar dalam hidupnya. Lebih-lebih, ada dua orang anak yang menjadi buah cinta pernikahan bersama sang suami.

Diakui olehnya, satu hal yang menjadi alasannya memutuskan untuk bercerai ketika anak masih bayi adalah dirinya tak merasa bahagia dalam pernikahannya tersebut.

“Kalau bertahan (menikah) aku nggak happy. Aku nggak happy, jadi ASI seret, dan aku juga berpikir bagaimana aku mau mengasuh anak agar tetap happy kalau aku sendiri tidak bahagia?” tukas perempuan yang kini berprofesi sebagai beauty influencer. 

“Dengan segala pertimbangan, ya sudah. Akhirnya aku memutuskan untuk bercerai. Toh, bercerai menurut aku bukan akhir dari segalanya,” lanjutnya.

Raydita sadar, jika ia terus memaksa diri untuk memertahankan rumah tangga, ia dan pasangan bisa terjebak dalam kondisi pernikahan yang tidak sehat. Jika hal ini terjadi, tentu akan memengaruhi tumbuh kembang anak kembarnya.

Sebelum bercerai, mencari bantuan dari profesional seperti konselor atau psikolog pun dilakukan. Raydita mengingatkan, bagi pasangan suami istri yang tengah menghadapi kemelut rumah tangga memang membutuhkan tenaga profesional untuk mengambil keputusan bercerai.

“Jalan pertama sebenarnya tentu saja komunikasi lebih dulu dengan pasangan. Tapi dari pengalamanku, sih, memang agak susah kalau tanpa mediator. Nah kalau mau ada mediator sebaiknya yang professional jadi tidak ada keberpihakan atau berat sebelah,” sarannya.

Harus Memikirkan Dampak Perceraian untuk Anak

Sungguh Terjadi: Aku Terpaksa Bercerai saat Putri Kembarku Baru Berusia 40 Hari

Di tengah segala permasalahan yang dihadapi dalam pernikahannya, satu hal yang terus dipikirkan Raydita adalah mencari cara bagaimana kedua buah hatinya bisa tetap tumbuh secara maksimal. Ia tak ingin putri kembarnya merasakan dampak buruk atas keputusan orangtuanya untuk berpisah.

Untuk mengantisipasi hal tersebut, ia juga sempat berkonsultasi dengan psikolog anak.

“Memang sebelumnya aku sempat bahas sedikit (tentang dampak untuk anak) ketika melakukan konseling pernikahan. Setelah cerai aku konsul lagi ke psikolog spesialis anak, dan sampai sekarang kadang masih suka konsultasi,” ungkapnya.

Karena bercerai di usia anak yang masih sangat kecil, ia berpikir bahwa mereka masih belum bisa mengerti akan keadaan pernikahan orangtuanya. Untuk saat ini Raydita menekankan bahwa dirinya hanya ingin fokus pada situasi sekarang saja, sementara untuk dampak jangka panjang ia masih melihat perkembangan buah hatinya di bawah pengawasan psikolog.

Artikel Terkait: 9 Dampak Perceraian Terhadap Psikologis Anak yang Perlu Diwaspadai Orangtua

Menjalani Co-Parenting Bersama Mantan Suami

Cerai saat anak masih bayi

Meski bercerai, Raydita tetap melibatkan mantan suami dalam pengasuhan putri-putrinya dengan cara menjalani co-parenting.

Sebelum pandemi, ia masih menjadwalkan si kembar untuk bertemu dengan ayahnya satu minggu sekali. Berhubung keadaan masih belum kondusif, co-parenting Raydita saat pandemi ini sebatas kirim video dan mengusahakan komunikasi tetap baik-baik saja.

“Ini (co-parenting) nggak langsung setelah cerai, sih. Komunikasinya berproses. Tapi, ya, untuk sekarang kita in good terms, co-parenting sebisa kita,” ungkapnya.

Sebelum menikah, Raydita dan mantan suami adalah teman dari kecil. Hubungan erat antara kedua keluarga mereka yang dibina berpuluh-puluh tahun pun berpengaruh baik terhadap lancarnya komunikasi mereka sekarang pascaperceraian.

Si kembar tinggal bersama Raydita dan keluarganya. Meski tinggal terpisah dengan ayah kandungnya, Raydita tetap mengusahakan agar putri-putrinya mendapatkan figur ayah dari ayahnya atau kakek mereka.

Tinggal bersama orangtua juga menjadi tantangan tersendiri baginya. Pola asuh orangtua terkadang bisa saja bentrok dengan pola asuh kakek dan nenek.

“Untungnya mama papaku kalau ada apa-apa tanya atau minta persetujuan dari aku. Kadang nggak tega juga mereka, tapi kita semua sepakat satu suara supaya twins nggak bingung.” 

Artikel Terkait: Perceraian: After the Love Has Gone

Hidup Sebagai Single Mother

cerita single mother

Menghadapi perceraian, Raydita menyarankan untuk mencari support system yang baik. Salah satu cara yang dilakukannya adalah bergabung di komunitas Single Mom Indonesia. Di sana, ia mendapat banyak informasi dan pelajaran mengenai kehidupan seorang ibu tunggal.

“Tantangan terbesarnya (jadi single mother) lebih dari sisi psikologis saja, misalnya dikomentari orang. Walaupun aku berusaha cuek dan bodo amat, tapi kadang kuping panas saja kalau lagi tidak mood,” ujarnya sambil tertawa.

Bagi Raydita, menjadi single mother bukan berarti tak bisa bahagia. Perempuan berkulit putih ini pun berpesan, jika menjadi seorang ibu tunggal, hal yang paling utama untuk dilakukan adalah membuang jauh-jauh ego.

“Untuk single moms, fokus cari uang dan bahagia sama anak saja. Nggak usah jelek-jelekin mantan, biar nantinya anak yang menilai sendiri. Single itu hanya status, bagaimana kita bersikap, berkata, dan berbuat itu yang menunjukkan siapa kita,” tukas perempuan berusia 30 tahun itu memberikan saran.

Ia menambahkan, saat menyandang status sebagai single mom memang tidak usah ambil pusing dengan perkataan orang lain. Tentu tidak mudah untuk dilakukan, sehingga sah-sah saja baginya untuk seorang single mother merasa sedih atau kecewa.

“Tahu kok (menjadi omongan orang) itu tidak semudah itu. Boleh saja bersedih atau kecewa, tapi kalau bisa cepet bangkit lagi untuk diri sendiri dan anak,” tutupnya.

Perpisaan memang bukan sebuah hal yang mudah, lebih-lebih cerai saat anak masih bayi. Perlu berbagai pertimbangan sebelum mengambil keputusan, terutama memikirkan yang terbaik untuk buah hati. 

Baca Juga:

id.theasianparent.com/6-cara-jelaskan-perceraian-pada-anak

id.theasianparent.com/cara-agar-tegar-menghadapi-perceraian

id.theasianparent.com/hukum-perceraian-dalam-islam

 

Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.

img
Penulis

Annisa Pertiwi

  • Halaman Depan
  • /
  • Pernikahan
  • /
  • Sungguh Terjadi: Aku Terpaksa Bercerai saat Putri Kembarku Baru Berusia 40 Hari
Bagikan:
  • 7 Drama Korea Tentang Single Mother, Kisahkan Beratnya Perjuangan Ibu

    7 Drama Korea Tentang Single Mother, Kisahkan Beratnya Perjuangan Ibu

  • Cerai setelah 8 tahun bersama, ini komitmen Adele dan mantan suaminya

    Cerai setelah 8 tahun bersama, ini komitmen Adele dan mantan suaminya

  • 8 Pompa ASI Elektrik Terbaik 2023, Berkualitas dan Praktis untuk Bunda Sibuk

    8 Pompa ASI Elektrik Terbaik 2023, Berkualitas dan Praktis untuk Bunda Sibuk

  • 10 Artis yang Tak Malu Gendong Anaknya dengan Kain Jarik

    10 Artis yang Tak Malu Gendong Anaknya dengan Kain Jarik

  • 7 Drama Korea Tentang Single Mother, Kisahkan Beratnya Perjuangan Ibu

    7 Drama Korea Tentang Single Mother, Kisahkan Beratnya Perjuangan Ibu

  • Cerai setelah 8 tahun bersama, ini komitmen Adele dan mantan suaminya

    Cerai setelah 8 tahun bersama, ini komitmen Adele dan mantan suaminya

  • 8 Pompa ASI Elektrik Terbaik 2023, Berkualitas dan Praktis untuk Bunda Sibuk

    8 Pompa ASI Elektrik Terbaik 2023, Berkualitas dan Praktis untuk Bunda Sibuk

  • 10 Artis yang Tak Malu Gendong Anaknya dengan Kain Jarik

    10 Artis yang Tak Malu Gendong Anaknya dengan Kain Jarik

Daftarkan email Anda sekarang untuk tahu apa kata para ahli di artikel kami!
  • Kehamilan
    • Tips Kehamilan
    • Trimester Pertama
    • Trimester Kedua
    • Trimester Ketiga
    • Melahirkan
    • Menyusui
  • Tumbuh Kembang
    • Bayi Baru Lahir
    • Bayi
    • Balita
    • Prasekolah
    • Praremaja
    • Usia Sekolah
  • Parenting
    • Pernikahan
    • Berita Terkini
    • Seks
    • Keluarga
  • Kesehatan
    • Penyakit
    • Info Sehat
    • Vaksinasi
    • Kebugaran
  • Gaya Hidup
    • Keuangan
    • Travel
    • Fashion
    • Hiburan
    • Kecantikan
    • Kebudayaan
  • Lainnya
    • TAP Komuniti
    • Beriklan Dengan Kami
    • Hubungi Kami
    • Jadilah Kontributor Kami
    • Tag Kesehatan


  • Singapore flag Singapore
  • Thailand flag Thailand
  • Indonesia flag Indonesia
  • Philippines flag Philippines
  • Malaysia flag Malaysia
  • Sri-Lanka flag Sri Lanka
  • India flag India
  • Vietnam flag Vietnam
  • Australia flag Australia
  • Japan flag Japan
  • Nigeria flag Nigeria
  • Kenya flag Kenya
© Copyright theAsianparent 2023. All rights reserved
Tentang Kami|Tim Kami|Kebijakan Privasi|Syarat dan Ketentuan |Peta situs
  • Fitur
  • Artikel
  • Beranda
  • Jajak

Kami menggunakan cookie agar Anda mendapatkan pengalaman terbaik. Pelajari LagiOke, Mengerti

Kami menggunakan cookie agar Anda mendapatkan pengalaman terbaik. Pelajari LagiOke, Mengerti

theAsianparent heart icon
Kami ingin mengirimkan Anda informasi terbaru seputar gaya hidup.