Bencana gempa bumi baru saja melanda wilayah Mamuju dan Majene di Sulawesi Barat pada Kamis lalu (14/01/2021). Gempa berkekuatan 6.2 Magnitudo itu mengakibatkan 15 ribu warga terpaksa mengungsi. Lalu, seperti apa kondisi korban terutama anak pengungsi gempa bumi Sulbar saat ini?
Anak-anak korban gempa itu disebut kini tengah melawan trauma di tenda-tenda pengungsian. Orangtua mereka pun harus putar otak agar anak tetap bisa bermain meski dengan kondisi yang jelas berbeda.
Melansir dari Detik, seorang korban bernama Nasrung (45) berbicara tentang kondisi di tenda pengungsian saat ini.
Foto: Detik.com
“Kalau kami di sini ada 35 orang dari 7 KK. Dan di sini kita punya 18 orang anak-anak, mereka paling tua kelas 3 SD ke bawah, jadi jumlahnya melebihi kita yang dewasa,” katanya saat ditemui di Kawasan Stadion Makarra, Kelurahan Binanga, Mamuju Kota, Minggu (17/1/2021).
Nasrung dan puluhan keluarga lainnya itu terlihat menggunakan sebuah tenda darurat dengan ukuran 8 x 5 meter. Selain itu, ada pula rumah semi permanen tak berpenghuni yang dipakai sebagai dapur umum.
“Kalau rumah semi permanen ini baru kita pakai Sabtu (16/1) kemarin, kita bersihkan karena kita lihat resiko jika gempa susulan tidak begitu besar,” kata Nasrung.
Artikel terkait: Detik-detik Penyelamatan Bayi 8 Bulan Dari Puing Gempa Jepang
Trauma yang Dihadapi Anak Pengungsi Gempa Bumi Sulbar
Foto: Detik.com
Lebih jauh, Nasrung mengatakan, logistik dan tenda bukan tantangan utama. Bagi dirinya, kesehatan mental bagi anak-anaknya juga penting.
“Anak-anak di sini kalau normal begini mereka main seperti biasa. Tapi kalau hujan, mereka kayak takut, kita bergerak sedikit saja mereka tanya ‘mau ke mana’,” tutur Nasrung.
Kendati demikian, anak-anak di tenda pengungsian cukup banyak yang bermain di sekitar tenda-tenda pengungsian.
“Mereka main seperti biasa juga dan kita juga terbantu sama pasokan listrik dan internet yang mulai bagus jadi anak-anak bisa nonton konten-konten anak-anak,” katanya.
Foto: Detik.com
Nasrung sendiri menjadi orang yang dituakan di rumpung keluarganya. Dia mengatakan, dia kerap mengedukasi keluarganya agar lebih memperhatikan kondisi kesehatan mental anak-anak di tenda pengungsian.
“Seperti saya bilang tadi, kalau hujan muka (raut wajah) mereka langsung berubah. Jadi saya bilang, harus didampingi, diberikan pengertian apa yang terjadi, karena mereka sebenarnya tidak sepenuhnya mengerti apa yang sedang terjadi,” katanya.
Artikel terkait: Bayi-bayi ini lahir secara darurat saat gempa Lombok, begini kisahnya
Memulihkan Trauma Anak Korban Bencana
Anak jelas memiliki kondisi mental yang berbeda dengan orang dewasa. Setelah dihadapkan pada kondisi bencana, anak-anak mungkin tidak sepenuhnya mengerti apa yang sedang terjadi. Dalam hal ini, orangtua berperan penting mendampingi mereka untuk memastikan anak tidak merasa cemas dan ketakutan berlebih.
Saat situasi mulai kondusif, bisa jadi kepanikan mulai sedikit berkurang. Namun rasa khawatir akan bencana susulan tentu masih terlintas dalam benak. Hal ini tak hanya dialami orang dewasa, tetapi juga anak-anak. Ekspresi kecemasan anak dapat ditunjukkan lewat berbagai cara, seperti lebih rewel, hingga menangis ketakutan.
Lantas, apa yang bisa dilakukan untuk memulihkan trauma pada anak korban bencana? Berikut ini beberapa tips penting yang perlu Parents lakukan.
- Luangkan lebih banyak waktu untuk berinteraksi bersama anak. Ajak isi kecil mengobrol dari hati ke hati agar suasana hatinya lebih tenang. Tanyakan padanya apa yang sedang dirasakan atau dipikirkan. Lalu biarkan ia berbicara leluasa mengutarakan isi hatinya.
- Mengajak anak berpartisipasi dalam aktivitas fisik seperti bermain, berolahraga, petak umpet, lomba lari, hingga menari dan bernyanyi. Kegiatan semacam ini dapat membantu memulihkan sistem saraf anak-anak, serta mengatasi perasaan terjebak yang sering kali mengikuti pengalaman traumatis.
- Membantu anak-anak tetap optimis, salah satunya dengan membuat rencana masa depan. Hal ini perlu dilakukan agar mereka tidak terjebak pada pemikiran bahwa masa depannya suram dan menakutkan. Pasalnya, kejadian traumatis dapat mengubah cara pandang seorang anak melihat dunia.
- Jika trauma yang dialami anak tak kunjung membaik, mintalah bantuan tenaga profesional seperti psikolog atau psikiater.
****
Parents, itulah beberapa tips memulihkan trauma pada anak pasca bencana. Semoga saudara-saudara kita di Sulbar bisa melewati ujian bencana ini dengan lapang serta mereka diberi kekuatan. Aamiin.
Baca juga:
Kartun ini ajari anak cara menyelamatkan diri saat gempa, penting nih Parents!
Ini cara melatih si kecil menghadapi gempa bumi, catat Parents!
Ajaib, Bayi Selamat Setelah 22 Jam Tertimbun Puing Gempa Nepal
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.