Anak-anak pengidap TBC rentan tertular COVID-19, itulah yang sedang marak diperbincangkan beberapa waktu belakangan ini. Dilansir dari merdeka.com, Menteri PPN/Kepala Bappenas, Suharso Monoarfa menyebutkan bahwa penyakit TBC atau Tuberkulosis dan pneumonia yang terjadi di Tanah Air termasuk ke dalam golongan yang rentan tertular COVID-19. Terlebih lagi, penyakit TBC ini banyak dialami oleh anak-anak.
Kasus TBC pada Anak di Indonesia
Berdasarkan data Bappenas, sebanyak 50,4 persen kasus TBC yang terjadi pada anak adalah anak usia di bawah lima tahun (balita). Tidak hanya itu, sekitar 467.483 kasus pneumonia pun juga terjadi pada anak usia balita.
“Mereka sangat rentan sekali untuk tertular COVID-19,” kata menteri PPN/Kepala Bappenas di Jakarta, Senin (28/9).
Walaupun demikian, situasi kasus sembuh COVID-19 pada anak per 19 September 2020 telah mengalami peningkatan. Di mana kasus sembuh terjadi pada anak usia 1-4 tahun mencapai 76 persen. Kemudian 5-6 tahun 73 persen, 7-12 tahun 75 persen dan 13-15 tahun 73 persen.
Adapun dari masing-masing kelompok usia tersebut, kasus meninggal atau fatality rate-nya hanya 1 persen saja.
Penderita TBC Rentan Terpapar Virus Corona
Potensi penularan Virus Corona atau COVID-19 harus lebih diwaspadai oleh pasien penyakit tuberkulosis atau TBC. Pasalnya, dampak yang diakibatkan oleh virus tersebut akan lebih berbahaya pada penderita TBC dibandingkan pada orang yang sehat.
“COVID-19 menyadarkan kita betapa rentannya jika pasien TBC tidak berobat, karena daya tahan tubuh dan kondisi paru mereka juga lebih rentan terinfeksi,” kata Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kementerian Kesehatan, Wiendra Waworuntu di Jakarta, Selasa (24/3).
Dia menekankan, pasien TBC yang dalam masa pengobatan harus minum obat teratur serta tetap menjaga daya tahan tubuh. Oleh karena itu, peran komunitas (keluarga atau masyarakat) sangat penting untuk mengingatkan pasien minum obat dalam skema pengobatan TBC, terutama bagi pasien TBC resistan obat (TBC RO).
“Kami sedang menyiapkan skema tersebut agar pasien TBC RO tidak harus ke RS setiap hari untuk berobat,” jelasnya.
Penanganan Penderita TBC
Menurut Wiendra, rumah sakit harus menerapkan strategi Temukan-Pisahkan-Obati (Tempo) untuk tata laksana TBC dan juga dapat menjadi pembelajaran untuk COVID-19. Dalam pengendalian TBC, ketika pasien batuk datang ke rumah sakit, maka harus dilakukan triase saat penerimaan awal berdasarkan gejala utama TBC.
Seperti dilansir dari Antara, jika sudah batuk lebih dari dua minggu, pasien diberi masker dan edukasi tentang etika batuk, lalu menunggu di ruang terpisah dengan ventilasi yang baik sebelum dilayani. Di samping pelayanan, riset implementasi juga memiliki peranan penting dalam penanggulangan penyakit.
Komite Ahli Tuberkulosis, Pandu Riono mengatakan, modalitas penularan TBC dan COVID-19 ini berdekatan atau mirip. Menurutnya, berbagai sumber daya yang sudah ada di manajemen pelayanan TBC bisa dimanfaatkan juga untuk penanganan COVID-19.
Begitu juga sebaliknya, untuk jangka panjang ke depannya, investasi pada berbagai sumber daya penanganan COVID-19 saat ini, sangat memungkinkan bisa digunakan untuk mendukung pelayanan TBC.
“Pengobatan pasien TBC harus tetap berjalan dengan teratur sampai sembuh meski dengan munculnya COVID-19. Saya tentunya khawatir akan situasi COVID-19, tetapi peran warga untuk menjaga kesehatan masyarakat justru semakin diperlukan sekarang. Terutama untuk pasien TBC resisten obat,” katanya.
Wiendra mengimbau pemangku kepentingan bisa lebih sinergis dalam melakukan promosi dan pencegahan penyakit. Pesan etika batuk dan Germas (Gerakan Masyarakat Hidup Sehat) yang ada bisa dimanfaatkan oleh mitra-mitra implementasi di lapangan.
Gejala TBC pada Anak
Dokter Meta Hanindita, seorang dokter anak yang juga berprofesi sebagai penyiar radio, mengatakan beberapa gejala umum dari TB yang terjadi pada anak, yaitu:
- Terjadinya penurunan berat badan atau berat badan sulit naik.
- Anak juga tidak memiliki keinginan untuk makan atau nafsu makan kurang.
- Demam berulang yang berkepanjangan.
- Batuk dalam jangka waktu lama (batuk sepanjang waktu, pada pagi, siang atau malam).
- Sering mengalami diare.
Jika anak menderita TBC, pastikan anak mendapatkan pengobatan yang tepat dari para ahli. Dokter Meta juga mengatakan bahwa evaluasi pengobatan TBC pada anak dapat dilihat dari peningkatan berat badan anak, perbaikan nafsu makan, serta berkurangnya gejala klinis yang biasanya terlihat 1-2 bulan pasca pengobatan.
Parents, itulah penjelasan mengapa anak pengidap TBC rentan tertular COVID-19. Tetap perhatikan kondisi kesehatan keluarga di rumah ya, Parents. Jangan lupa untuk memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan secara teratur.
Baca juga:
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.