Untuk pertama kalinya, Dian Sastro mengungkap pada publik bahwa anaknya mengidap autis. Dari 7 ciri autisme, anak Dian Sastrowardoyo tersebut ternyata mengalami ketujuhnya. Meski demikian, hal tersebut tidak lantas membuat pemeran utama film Ada Apa Dengan Cinta itu langsung putus asa. Sebaliknya, Dian langsung berinisiatif untuk melakukan intervensi atau penanganan terkait ciri-ciri autisme tersebut sejak dini.
“Jadi anak saya ada dua. Yang pertama laki-laki dan yang kedua itu perempuan. Dan hal ini terjadi di anak pertama saya. Dari tujuh ciri yang tadi kita lihat, anak saya ada tujuh-tujuhnya,” ungkap Dian saat ditemui dalam acara konferensi pers pembukaan Special Kids Expo 2019 (SPEKIX) yang dilaksanakan di Jakarta Convention Center pada Jumat (23/8) lalu.
Kisah anak Dian Sastrowardoyo yang mengalami autisme sejak umur 6 bulan
Dalam acara tersebut pun Dian bercerita, awalnya ia mulai mencurigai adanya ciri autis pada anak sulungnya tersebut pada usia 6 bulan. Perempuan yang akan berlakon sebagai Dewi Api pada rangkaian semesta film Bumi Langit itu mengaku telah mengikutsertakan anak sulungnya dalam program prasekolah. Dari sanalah ia sadar bahwa perkembangan yang dialami anaknya tersebut cenderung berbeda dengan anak-anak seumurannya.
“Salah satu cirinya itu, dia jarang bareng ada kontak mata dengan saya. Saya suka iri sama adegan di film. Seperti adegan ibu sama anak bisa saling melihat terus ngomong ‘kamu tahu nggak, Bunda tuh sayang sama kamu’ terus dia lihat balik dan bilang ‘aku juga sayang mama’. Kegiatan sederhana kayak gitu saya rindukan, dan hal tersebut nggak saya alami waktu itu,” cerita Dian sembari terlihat tengah menahan tangisnya.
Dian Sastro bersama keluarga kecilnya. Sumber: liputan6.com
Istri Indraguna Sutowo itu kembali melanjutkan, “Terus hal-hal kecil lain seperti niup lilin biasa aja anak saya nggak bisa. Jadi ternyata kegiatan motorik yang sekecil dan sedetail niup lilin aja dia memiliki kesulitan untuk melakukannya.”
“Dia nggak bisa melakukan itu sampai umur 2 tahun. Makanya, pas umur dua tahun, aku dan anakku latihan berkali-kali buat niup lilin supaya dia nggak malu-maluin ketika akan ngerayain acara ulang tahun,” gurau Dian untuk mencairkan suasana.
Anak Dian Sastrowardoyo terdiagnosa autisme, ini langkah intervensi yang dilakukan sang ibu
Setelah sadar akan adanya hal-hal yang berbeda dari anaknya, Dian pun langsung membawa anaknya tersebut ke dokter. Tidak cukup satu dokter, Dian berkonsultasi dengan tiga dokter berbeda dan satu orang psikolog untuk memastikan bahwa diagnosa yang diterima anaknya tidaklah asal.
“Kalau cuma opini satu orang dokter aja, saya bisa denial (mengelak) akan kondisi anak. Dan setelah cek ke tiga dokter, dan juga psikolog, ternyata benar. Tapi saya beruntung karena saya tahu pas anak masih umur 8 bulan. Jadi saya bisa langsung intervensi,” papar perempuan berusia 37 tahun tersebut.
Intervensi atau langkah penanganan yang dilakukan oleh Dian Sastro adalah membawa anak untuk melakukan beberapa rangkaian terapi. Selain itu, Dian menekankan pengajaran perilaku dan juga berkomunikasi pada anaknya.
Tips Parenting yang Layak Ditiru dari 10 Selebriti Indonesia
“Supaya dia mau komunikasi dan kontak mata, maka mau tidak mau saya nggak akan kasih apa yang ia mau atau perlukan. Jadi jangan sampai saya memberikan hal yang ia inginkan, sebelum ia meminta dengan berbicara sopan,” jelas Dian membagikan sedikit tips yang pernah dilakukan.
Pada akhirnya, karena ciri awal terdeteksi sejak dini dan Dian langsung melakukan intervensi, maka anak sulungnya pun dianggap sudah tidak memerlukan terapi lagi saat berusia 6 tahun.
“Alhamdulillah, karena sudah rutin terapi selama 4 tahun, anak saya jadi sudah membaik. Sekarang kemampuan sosialnya udah meningkat. Dia udah bisa curhat, gosip, dan planning buat jahilin adeknya. Berbeda banget dari dulu,” senyum Dian menutup sesi talk show tersebut.
7 Ciri autisme dan langkah intervensi awal yang bisa dilakukan
Setidaknya ada 7 ciri utama anak mengalami gangguan autis atau autism spectrum disorder (ASD) yang harus Parents pahami. Ketujuh ciri utama tersebut di antaranya:
- Anak tidak memiliki ketertarikan pada anak-anak lain seperti main bersama dan sebagainya
- Anak Anda tidak bisa menunjuk hal yang disukainya
- Si kecil enggan menatap mata Anda lebih dari 2 detik atau tidak mau menatap sama sekali
- Anak tidak pernah meniru ucapan, ekspresi wajah, serta gerak-gerik Anda
- Si kecil cenderung tidak bereaksi saat namanya dipanggil
- Anak Anda tidak mau melihat ke arah benda yang Anda tunjuk
- Si kecil tidak pernah mau bermain pura-pura seperti main rumah-rumahan, boneka, masak-masakan, dan sebagainya.
Jika setidaknya buah hati Parents mengalami 2 dari 7 ciri tersebut, maka sebaiknya Anda segera berkonsultasi pada dokter sehingga bisa langsung melakukan intervensi dini.
Hal tersebut selaras dengan pendapat Psikolog sekaligus Ketua Yayasan Masyarakat Peduli Autis Indonesia (MPATI) Gayatri Pamoedji. Ia menyarankan untuk segera memeriksakan kondisi anak pada dokter tumbuh kembang ketika tahu ia memiliki setidaknya 2 ciri gangguan autis.
“Cek ke dokter yang ada di klinik tumbuh kembang karena mereka yang paling tahu. Dan golden period pas 5 tahun, itulah saat yang paling baik untuk melakukan intervensi seperti menjalankan tiga terapi utama,” jelas Gayatri saat ditemui pada acara yang sama.
Tiga terapi utama yang dimaksud Gayatri di antaranya adalah:
- Terapi perilaku: Anak belajar mandiri seperti bisa duduk sendiri tanpa diperintah, bisa sabar menunggu giliran, dan hal-hal lain agar ia bisa lebih siap di sekolah.
- Terapi wicara – Bertujuan agar anak bisa mengungkap emosi atau keinginannya dengan berbicara. Perawatan ini juga bisa dimulai melalui memperkenalkan 10 benda yang paling sering ia pakai.
- Okupasi – Sejenis olahraga agar anak bisa mengatur motorik halus (gerak jemari tangan) dan juga motorik kasar (pergerakan kaki).
Seperti cerita Dian Sastro, awal mengetahui ciri-ciri tersebut pada anak, mungkin saja Parents merasa sedih atau bahkan berusaha mengelak. Namun, Dian menyarankan untuk segera membawa si kecil ke tenaga ahli agar kondisi ini bisa ditangani lebih lanjut.
“Kita harus kuat, dan kita juga harus saling menguatkan anggota keluarga lain. Nggak apa-apa, ini memang akan melelahkan prosesnya. Tapi berikutnya mudah-mudahan bisa lebih baik,” tutup Dian.
***
Baca juga:
5 makanan yang harus dihindari anak dengan autisme
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.