Program pemerintah tentang imunisasi gratis untuk anak sekolah ternyata menemui kendala dari pihak sekolah itu sendiri. Ada 8 sekolah tolak imunisasi karena khawatir dengan kehalalannya.
8 sekolah ini adalah Madrasah Ibtidaiyah (MI) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs) yang setingkat SD dan SMP. Sekolah tersebut ada di wilayah kabupaten Sleman, Kota Yogya, dan kabupaten Bantul.
Sekolah di Yogyakarta tolak imunisasi
Ditolaknya program vaksin wajib di 8 sekolah ini memunculkan keprihatinan di mata kepala Kanwil Kemenag DIY, Lutfi Hamid. Apalagi, Yogyakarta adalah kota percontohan wajib vaksin setelah Jakarta.
“Yang menolak untuk vaksin memang sekolahnya, bukan siswanya,” ujar Lutfi pada Kamis (27/07) lalu pada Tempo.
Ia menyayangkan bahwa sekolah menggunakan alasan ideologisnya untuk tolak imunisasi dari pemerintah. Apalagi ia sudah mengampanyekan sebelumnya bahwa tidak ada zat haram di dalam vaksin.
Menurutnya, selain soal kehalalan vaksin, banyak sekolah yang menganggap bahwa program vaksin pemerintah hanya untuk menguntungkan dunia medis asing. Sebagian lagi beranggapan karena pada dasarnya manusia sudah punya sistem imun tubuh alami sejak lahir yang berfungsi baik untuk regenerasi manusia.
Artikel terkait: Manfaat vaksin tak hanya untuk individu, melainkan untuk komunitas juga.
Pemda akan memantau sekolah yang tolak imunisasi
Mengenai tuduhan bahwa vaksin mengandung minyak babi, Lutfi menjelaskan, “Segala sesuatu saat ini serba transparan. Tidak ada minyak babi di dalam vaksin anak sehingga aman dan halal digunakan.”
Ia menegaskan kantor wilayah Kemenag DIY akan melakukan pemantauan khusus pada sekolah yang tolak imunisasi. Lutfi juga ingin memastikan bahwa program wajib vaksin itu akan terlaksana di sekolah-sekolah yang jadi target pemerintah.
Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X meminta semua pihak untuk melakukan pendekatan kepada sekolah yang menolak program imunisasi tersebut. Ia menilai bahwa persoalannya hanya soal komunikasi dan kesalahpahaman belaka yang bisa diselesaikan.
Dinas Kesehatan DIY memiliki data bahwa ada 571.398 siswa di 4.211 sekolah yang menjadi target program imunisasi. Pemerintah DIY menargetkan bahwa 95 persen siswa bisa diimunisasi.
Apalagi, pada 2016 lalu, Dinas Kesehatan DI Yogyakarta mencatat terjadi 176 kasus campak dan rubella.
Imunisasi adalah hak asasi anak
Pada tanggal 1 Juli 2017 lalu, Presiden Joko Widodo melakukan kunjungan ke MTS Negeri 10 Sleman sebagai tanda dimulainya program wajib vaksin di DI Yogyakarta. Setelahnya, sekolah lain melakukan vaksin bertahap dari sekolah satu ke sekolah lainnya.
Selama ini, banyak orang salah paham bahwa vaksin dan tidak vaksin adalah sebuah pilihan orangtua yang harus dihormati orang lain. Padahal, di Indonesia vaksin termasuk dalam hak asasi anak untuk hidup sehat dan diatur oleh undang-undang.
Hal ini tercantum pada Pasal 62 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang salah satu isinya mengenai hak anak untuk memperoleh kesehatan terbaik dan difasilitasi negara. Hal ini diperkuat dengan Konvensi Hak-Hak Anak (Convention on the Rights of the Child) dalam Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990, terutama pada Pasal 3 ayat (1) Konvensi tentang Hak Anak yang menegaskan bahwa kepentingan terbaik bagi anak harus menjadi pertimbangan utama dalam segala tindakan terhadap anak (child’s best interest).
Jadi, Parents harus memberikan apa yang menjadi hak anak ya. Jangan lupa ingatkan juga orang-orang di sekitar untuk memvaksin anak mereka.
Baca juga:
Kabar Gembira! Vaksin Rubella Gratis Tersedia Agustus-September 2017
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.