Ibu hamil merupakan salah satu yang rentan terhadap virus karena daya tahan tubuhnya cenderung rendah. Baru-baru ini, sebuah penelitian melaporkan bahwa ibu hamil yang menjadi pasien COVID-19 mengalami keguguran dan bayi lahir mati (stillbirth). Para peneliti menjelaskan, kondisi ini bisa saja berkaitan dengan kemungkinan adanya infeksi Virus Corona pada plasenta.
Kemungkinan infeksi Virus Corona pada plasenta bisa berkaitan dengan meningkatnya kasus keguguran dan stillbirth
Secara umum, beberapa dokter kandungan di Amerika melihat peningkatan kasus keguguran dan stillbirth sejak adanya pandemi COVID-19. Penelitian ini dipublikasikan dalam Journal of American Medical Association pada Kamis (30/4).
Penelitian menjelaskan, ada peningkatan kondisi stillbirth dan ibu yang mengalami gawat janin selama trimester kedua hingga ketiga selama pandemi. Fenomena ini pun kemungkinan terjadi karena adanya infeksi Virus Corona pada plasenta.
“Kasus keguguran yang terjadi pada perempuan hamil yang positif COVID-19 bisa saja berkaitan dengan infeksi virus SARS-CoV-2 pada plasenta. Hal ini juga dibuktikan oleh temuan virologi dalam plasenta,” ungkap salah satu peneliti seperti yang dilansir dari laman CNBC.
Kasus bayi stillbirth akibat infeksi virus corona pada plasenta
Salah satu contoh kasus, seorang perempuan hamil trimester kedua dinyatakan tertular Virus Corona dan dirawat di Rumah Sakit Universitas Lausanne, Swiss. Ia menunjukkan gejala demam tinggi, nyeri otot, susah menelan, serta batuk kering.
Dua hari setelah dinyatakan positif, ia kembali ke rumah sakit dan mengalami kontraksi uterus yang parah. Gejala COVID-19 yang ia rasakan juga tidak kunjung membaik. Setelah dilakukan proses kelahiran, sang bayi tidak terselamatkan karena mengalami stillbirth.
Para dokter memutuskan untuk mengumpulkan sampel swab dari mulut, ketiak, dan darah bayi setelah beberapa menit kelahiran. Setelah dites, hasilnya negatif. Namun, ketika mereka melakukan tes swab dan biopsi pada bagian plasenta yang berada di dekat tali pusat, hasilnya menunjukkan positif COVID-19.
Penemuan ini membuat para peneliti menyimpulkan bahwa kondisi bayi lahir mati yang dialami pasien positif ini bisa berkaitan dengan Virus Corona yang menginfeksi plasenta.
Para peneliti juga memaparkan bahwa bayi dinyatakan tidak terinfeksi virus. Hanya sang ibu dan plasentanya yang dinyatakan terpapar Virus Corona jenis terbaru tersebut.
Meski demikian, para peneliti menegaskan apakah virus bisa menembus plasenta dan menular pada bayi belum bisa dipastikan. Hal tersebut masih memerlukan penelitian yang lebih lanjut.
Studi berbeda yang dipublikasikan di The Lancet Journal menjelaskan, dalam 12 ibu hamil yang terinfeksi SARS selama pandemi 2002 – 2003, 57% mereka mengalami keguguran di trimester pertama. Pada trimester kedua hingga ketiga, 40% memiliki kondisi gawat janin sedangkan 80% di antaranya mengalami kelahiran prematur.
Ibu hamil positif COVID-19 bisa mengalami komplikasi berisiko
Temuan tersebut menunjukkan, bahwa pada masa pandemi SARS maupun COVID-19, ibu hamil merupakan pihak yang rentan terkena infeksi dan komplikasi serius.
Hal ini juga dijelaskan oleh dokter kandungan asal Amerika bernama Dr. Jane Van Dis. Menurutnya, selama pandemi ini, kasus keguguran dan stillbirth cenderung meningkat. Terutama pada ibu hamil yang dinyatakan positif Virus Corona.
“Plasenta sendiri terdiri dari bermil-mil pembuluh darah. Apa pun yang menyebabkan gumpalan di plasenta, termasuk virus, akan mengurangi oksigen untuk janin dan meningkatkan risiko kematian padanya,” ungkap Jane seperti yang dilansir dari laman CNCB.
Untuk memastikan, Jane juga melakukan survey pribadi mengenai keterkaitan infeksi Virus Corona dengan peningkatan jumlah keguguran dan stillbirth selama pandemi. Ia bertanya kepada 210 dokter yang menangani ibu hamil positif COVID-19, yang juga menangani kasus keguguran terkait Virus Corona.
Hasilnya menunjukkan, hampir 42% kasus keguguran di trimester pertama meningkat. Selanjutnya, 20% masalah kehamilan ditemukan di trimester kedua dan 21% sisanya ada di trimester ketiga. Namun, kasus ini berlaku pada ibu hamil yang terinfeksi COVID-19 dan menunjukkan gejala cukup parah seperti adanya komplikasi penyakit yang dialami.
Para ahli belum yakin apakah presentase yang sama juga akan terjadi pada ibu hamil positif Virus Corona tanpa gejala. Namun, Jane menegaskan bahwa dokter juga perlu memerhatikan kesehatan ibu hamil positif COVID-19 tanpa gejala secara maksimal sebagai langkah pencegahan.
“Sejumlah besar kasus kini positif tanpa gejala, mereka juga perlu diperhatikan,” pungkasnya.
Upaya pencegahan yang bisa dilakukan
Bunda tentunya perlu waspada dalam mencegah paparan penyakit dari jenis virus terbaru ini. Namun, jangan panik dan khawatir berlebihan juga, ya. Pasalnya, hal itu malah akan membuat Bunda stres dan daya tahan tubuh malah menurun.
Berikut merupakan upaya mencegah penularan Virus Corona pada ibu hamil yang bisa Bunda terapkan, yakni:
- Jaga kebersihan dengan cara rajin cuci tangan
- Jika tidak ada hal mendesak, usahakan untuk tetap di rumah saja. Selain itu, hindari kontak dengan orang sakit.
- Lakukan disinfektan pada permukaan yang sering disentuh di rumah.
- Gunakan masker saat sakit atau pun ketika akan pergi ke luar.
- Jangan lupa untuk rutin konsultasi diri ke dokter kandungan sesuai dengan kondisi kehamilan dan arahan selama pandemi.
Itulah beberapa upaya pencegahan COVID-19 pada ibu hamil. Jika Bunda mengalami gejala ringan seperti batuk kering atau demam, jangan ragu untuk konsultasi dengan dokter melalui layanan online.
Jika mengalami gejala terkait Virus Corona yang membuat tidak nyaman, segera konsultasi langsung dengan dokter untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut.
Semoga bermanfaat!
***
Referensi: CNBC, Alodokter
Baca juga:
Positif COVID-19, seorang ibu hamil harus kehilangan bayinya
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.