Virus Corona Bermutasi, Perlukah Anak Mendapatkan Vaksin COVID-19?

Vaksin COVID-19 baru diprioritaskan untuk tenaga kesehatan dan lansia. Apakah nantinya anak-anak juga perlu divaksin?

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Pandemi masih berlangsung di Tanah Air, tetapi masyarakat sudah dikejutkan lagi dengan penemuan varian baru SARS-CoV-2 yang disebut Virus Corona B117. Adanya mutasi virus ini mungkin membuat sebagian Parents khawatir. Akankah si Kecil berisiko terinfeksi Virus Corona varian ini? Lantas, perlukah juga vaksin COVID-19 diberikan untuk anak sebagai upaya pencegahannya?

Artikel terkait: Benarkah Janin dalam Kandungan Bisa Terinfeksi COVID-19? Ini Faktanya!

Pemberian Vaksin COVID-19 untuk Anak

Parents, perlu diketahui bahwa penyakit COVID-19 memang tidak ‘ganas’ untuk anak-anak. Sebagian besar anak yang terinfeksi, hanya mengalami sakit yang ringan atau bahkan tidak bergejala sama sekali. Akan tetapi, anak-anak juga memainkan peranan penting untuk mengakhiri pandemi melalui program vaksinasi.

Vaksinasi Bertujuan untuk Mencapai Kekebalan Kelompok

Program vaksinasi memiliki tujuan utama untuk melindungi individu dari penyakit infeksi yang berat dan mencegah penularan penyakit kepada mereka yang tidak bisa divaksin. Misalnya, bayi di bawah 1 tahun, orang-orang dengan kondisi medis tertentu, serta yang berisiko mengalami reaksi alergi berat. 

Semakin menular sifat kuman, dalam hal ini virus penyebab Covid-19, semakin banyak orang yang perlu divaksin untuk mencapai kekebalan kelompok (herd immunity). Tercapainya kekebalan kelompok ini penting untuk menghentikan penyebaran virus dalam suatu populasi. Untuk mencapai kekebalan kelompok terhadap COVID-19, paling sedikit 60 persen penduduk dalam suatu populasi harus divaksin. 

Bagi anak-anak, vaksinasi tak hanya memberikan manfaat langsung, dalam arti melindungi mereka dari penyakit yang bisa menjadi lebih berbahaya ketika mereka dewasa. Tetapi juga untuk mengurangi bahkan menghentikan penyebaran penyakit.  

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Bila anak-anak tidak divaksin dan kemudian sekolah kembali dibuka, mereka bisa menjadi pembawa penyakit walau tidak bergejala. Anak-anak ini kemudian menularkan ke kakek-nenek atau orang lain yang rentan mengalami COVID-19 berat dan belum divaksin.

Walaupun populasi usia produktif di Indonesia mencapai 70 persen, realitanya yang benar-benar divaksin tidak akan mencapai sebesar itu. Jadi, memvaksinasi orang dewasa saja tidak akan cukup untuk mengakhiri pandemi. Anak-anak masih bisa terinfeksi dan akan berlaku sebagai reservoar virus. Kekebalan kelompok terhadap COVID-19 akan sulit dicapai bila 67,5 juta anak Indonesia (25 persen dari populasi) tidak divaksin.

Artikel terkait: COVID-19 Diprediksi Jadi Endemik, Apa Bedanya dengan Pandemi?

Vaksin yang Sudah Ada Belum Bisa (Belum Boleh) Diberikan pada Anak

Sistem kekebalan anak sangat berbeda dengan orang dewasa. Respon kekebalannya pun bisa berbeda di tiap kelompok usia. Jadi, studi yang telah dilakukan pada vaksin COVID-19 untuk usia 16 tahun ke atas tidak bisa menjadi dasar untuk memvaksinasi anak-anak di bawah 16 tahun dan karenanya, perlu diulang pada kelompok anak dengan usia yang lebih muda.

Sebelum diberikan pada anak-anak, vaksin biasanya diuji terlebih dulu pada orang dewasa untuk melihat profil keamanan dan efek sampingnya. Dalam kasus COVID-19, anak-anak lebih tidak berisiko mengalami penyakit berat yang membutuhkan rawat inap atau kematian dibanding orang dewasa. Sehingga pada anak, mendapatkan vaksin yang belum teruji justru lebih berisiko daripada mengalami infeksi alami COVID-19. 

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Efek Samping Vaksin COVID-19 untuk Anak

Soal efek samping, anak cenderung memiliki sistem kekebalan tubuh yang lebih kuat ketimbang orang dewasa. Secara teori, reaksi terhadap vaksin juga akan lebih kuat. Dengan kata lain, rasa nyeri dan bengkak pada tempat penyuntikkan bisa lebih hebat dan berlangsung lebih lama. Efek samping berupa demam juga akan lebih banyak ditemukan.

Akan tetapi, efek samping yang seperti ini sebenarnya umum terjadi pada semua vaksin. Ini merupakan bukti bahwa sistem kekebalan tubuh bekerja dengan seharusnya. Yang terpenting, vaksin tidak menyebabkan efek samping yang berbahaya atau bahkan mengancam nyawa.

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Uji Klinis pada Anak Baru Dimulai

Dua produsen vaksin COVID-19 kini mulai melakukan uji klinis pada anak-anak yang lebih muda. Pfizer bersama BioNTech telah memulai pengujian pada anak berusia 12 tahun ke atas sejak Oktober 2020.

Sementara itu, Moderna mengumumkan di bulan Desember 2020 bahwa mereka akan memulai uji klinis pada anak berusia 12-17 tahun. Pimpinan Moderna juga menyebutkan bahwa mereka segera memulai uji klinis untuk anak-anak usia 1-11 tahun meski hasilnya paling cepat di tahun 2022.

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Vaksin buatan Sinovac Biotech Ltd. yang digunakan di Indonesia, juga akan mulai melibatkan anak berusia 3-17 tahun pada uji klinis mendatang. 

Artikel terkait: Perbandingan Jenis Vaksin COVID-19, Manakah yang Terbaik?

Sejatinya, vaksinasi COVID-19 pada anak akan sangat membantu untuk mencapai kekebalan kelompok dalam waktu lebih cepat. Ini juga akan membuat hidup menjadi lebih ‘normal', sebab anak-anak bisa kembali bersekolah, beraktivitas, dan bersosialiasi seperti sediakala.

Meski demikian, uji klinis vaksin COVID-19 untuk anak masih berada di tahap awal. Sebagai orang tua, Anda perlu bersabar dan tetap disiplin menjalani protokol kesehatan. Semoga dalam waktu tidak terlalu lama, ada kabar baik yang menyatakan bahwa sudah tersedia vaksin COVID-19 yang aman dan efektif untuk anak-anak, ya.

***

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Baca juga:

id.theasianparent.com/obat-gusi-bengkak

id.theasianparent.com/obat-oralit

id.theasianparent.com/teratozoospermia-gangguan-kesuburan