Suku Mentawai dicirikan memiliki spiritualitas yang tinggi dan menjunjung tradisi leluhur secara turun-temurun. Salah satu tradisi unik dari suku Mentawai yaitu upacara kerik gigi yang dilakukan para perempuan suku tersebut untuk mempercantik diri.
Sebelum membahas lebih lanjut tentang upacara kerik gigi, perlu kita ketahui terlebih dulu siapa suku Mentawai. Sumber di Wikipedia menyebutkan, suku Mentawai adalah penduduk asli Kepulauan Mentawai, yang lokasinya sekitar 100 mil dari provinsi Sumatra Barat, Indonesia.
Suku Mentawai menjalani gaya hidup pemburu-pengumpul semi-nomaden di lingkungan pesisir dan hutan hujan di pulau-pulau tersebut. Jumlah populasi di Kepulauan Mentawai diperkirakan sekitar 64.000 jiwa.
Sebagai peringatan, artikel ini mungkin memicu rasa kurang nyaman karena terkait dengan aktivitas yang membuat bagian tubuh terasa nyeri.
Artikel terkait: Sekura, Tradisi Idul Fitri Asal Lampung yang Pererat Persaudaraan
Upacara Kerik Gigi, Tradisi Menyakitkan Suku Mentawai demi Tampil Cantik
Foto: adira.co.id
Suku Mentawai dulunya penganut animisme yang disebut Sabulungan, sebuah kepercayaan yang meyakini segala sesuatu memiliki roh dan jiwa. Karenanya suku Mentawai berusaha memperlakukan segala sesuatu – termasuk benda-benda – dengan baik
Karena apabila roh tersebut tidak diperlakukan dengan baik atau dilupakan, mereka mungkin membawa nasib buruk seperti penyakit dan menghantui mereka yang melupakannya. Suku Mentawai juga memiliki keyakinan yang sangat kuat terhadap benda-benda yang mereka anggap suci.
Namun kabarnya kini suku Mentawai sudah mengenal agama. Sebagian besar mereka menganut agama Kristen baik Protestan maupun Katolik dan beberapa memeluk Islam. Meski begitu, beberapa masih belum meninggalkan Sabulungan.
Tradisi suku Mentawai yang bertahan secara turun-temurun adalah kerik gigi yang dilakukan oleh para perempuan. Kerik gigi adalah menggosok, mengasah, atau mengerik bagian gigi hingga runcing. Tujuannya untuk mempercantik diri, di samping tanda kedewasaan seorang perempuan suku Mentawai.
Artikel terkait: Metatah, Tradisi Jelang Dewasa Masyarakat Bali dengan Potong Gigi
Suku Mentawai percaya bahwa perempuan yang memiliki gigi runcing seperti hiu memiliki nilai lebih daripada perempuan yang tidak bergigi runcing. Karena itulah, perempuan suku Mentawai rela menahan sakit ketika proses atau upacara kerik gigi dilakukan.
Upacara kerik gigi tidak boleh dilakukan oleh sembarang orang, namun biasanya yang bertindak langsung adalah ketua adat Suku Mentawai. Adapun alat yang digunakan yaitu sebilah perangkat dari kayu atau besi yang sudah diasah hingga tajam.
Ketua adat akan mengasah gigi satu per satu hingga berbentuk runcing seperti gigi hiu. Lama proses untuk satu gigi biasanya 30 menit, dan ini dilakukan tanpa istirahat.
Tak seperti tindakan oleh dokter gigi yang biasanya melibatkan pembiusan, upacara kerik gigi suku Mentawai dilakukan tanpa dimati rasa. Untuk menahan rasa sakit, perempuan suku Melawai biasanya menggigit pisang hijau yang masih keras.
Setelah satu gigi selesai dikerik, langsung dilanjutkan ke gigi berikutnya hingga selesai, tanpa jeda waktu. Prosesi yang menyakitkan ini rela dilakukan oleh perempuan Mentawai, salah satunya karena merupakan simbol kebanggaan dan pengabdian pada suami. Di samping itu, kerik gigi juga bertujuan untuk menjaga keseimbangan tubuh dan jiwa.
Artikel terkait: Mengenal Botram, Tradisi Makan Bersama Khas Masyarakat Sunda
Ada Perempuan Suku Mentawai yang Sempat Menolak Upacara Kerik Gigi
Foto: adira.co.id
National Geographic Indonesia pernah memuat kisah perempuan Mentawai yang awalnya menolak melakukan kerik gigi. Namanya adalah Pilongi.
Pilongi menuturkan bahwa ketika ia masih berusia remaja, sempat menghindari ritual kerik gigi. Namun karena ia kemudian menjadi istri kepala desa, Pilongi merasa harus mengasah giginya.
“Sekarang gigi saya tajam dan saya terlihat lebih cantik. Ini untuk suami saya, jadi dia tidak akan meninggalkan saya,” ujarnya dikutip dari National Geographic Indonesia.
Masyarakat Mentawai percaya bila manusia memiliki dua wujud, yaitu arwah dan tubuh yang tidak akan binasa. Bila mereka tidak puas dengan penampilan fisiknya, mereka akan terkena penyakit dan ditarik ke dunia lain.
Kepercayaan inilah yang membuat suku Mentawai menghias tubuh mereka dengan tato dan mengubah bentuk gigi. Agar jiwa mereka selalu bahagia dan panjang umur.
Baca juga:
Tradisi Baratan: Makna, Sejarah, dan Nilai yang Terkandung
Mengenal Dandangan Kudus, Tradisi Kuno Menyambut Ramadan
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.