Jumlah darah yang cukup di tubuh ibu diperlukan agar janin bisa bertumbuh kembang dengan baik, bila darah di tubuh ibu hamil kurang, dia membutuhkan transfusi darah secepatnya.
Selain anemia, beberapa kondisi di bawah ini mengharuskan ibu hamil menerima transfusi darah.
4 Kondisi yang membuat ibu hamil membutuhkan transfusi darah
1. Anemia defiesiensi besi yang akut
Anemia defisiensi besi dengan kondisi hemoglobin di tubuh ibu kurang dari 5 gr/dL sangatlah mengkhawatirkan. Kondisi ini bisa meningkatkan risiko kematian ibu dan janin hingga dua kali lipat.
Maka, jika saat menjalani pemeriksaan tingkat Hb di tubuh ibu lebih rendah dari 7gr/dL, dan usia kehamilan 34 minggu atau lebih, dokter biasanya akan menyarankan ibu untuk menjalani transfusi darah.
2. Menderita penyakit thalassemia
Thalassemia adalah penyakit turunan yang membuat tubuh penderitanya tidak bisa menghasilkan bentuk Hb yang sempurna.
Karenanya, seumur hidup seseorang dengan thalassemia harus menjalani transfusi darah secara rutin. Kebutuhan transfusi darah meningkat saat penderita sedang hamil.
Artikel terkait: Thalassemia – Apakah Gejala dan Resikonya bagi Kehamilan Anda?
3. Perdarahan saat hamil atau melahirkan
Perdarahan hebat kehamilan atau saat sedang melahirkan, merupakan salah satu kondisi darurat yang membuat ibu membutuhkan transfusi darah secepatnya. Bila darah yang hilang tidak segera diganti, risiko kematian sangat tinggi.
Penyebab perdarahan bisa bervariasi, seperti keguguran, kehamilan ektopik, infeksi vagina, masalah di plasenta atau erosi serviks.
4. Anemia setelah melahirkan
Perdarahan hebat saat melahirkan bisa memicu anemia, dari sedang hingga parah. Bila gejalanya sangat parah hingga membuat ibu mengalami sesak napas dan pusing hebat, maka proses transfer darah harus segera dilakukan.
Risiko transfusi darah yang harus diwaspadai
Selain bermanfaat untuk menambah pasokan darah di tubuh ibu, proses transfer darah juga bukannya tanpa risiko. Berikut ini beberapa efek samping yang sering terjadi pada pasien yang menerima donor darah:
- Reaksi alergi parah
- Kesulitan bernapas karena kebanyakan cairan hingga membuat paru-paru cedera
- Kontaminasi bakteri
- Demam dan ruam
- Hemolytic transfusion reaction. Yakni kondisi reaksi sistem imun yang memproduksi antibodi untuk menghancurkan sel darah yang diterima dari donor.
- Mistransfusi. Kesalahan pihak medis yang melakukan tranfusi
- Tertular penyakit kronis seperti HIV, Hepatitis B dan C, dan virus Zika. Meski kemungkinannya kecil, namun Anda harus tetap waspada.
- Hemochromatosis. Kondisi kelebihan zat besi yang bisa memicu kerusakan hati dan jantung.
Gejala infeksi akibat transfusi darah
Setelah menerima donor darah, biasanya pasien akan terus dipantau kondisinya. Terutama saat proses transfer darah berlangsung. Bila Anda termasuk pasien yang menerima donor darah, segera beritahukan perawat atau dokter jika Anda mengalami hal-hal di bawah ini:
- Perdarahan, rasa sakit atau memar di bagain tubuh yang ditusuk jarum
- Sakit punggung yang parah
- Merasa demam atau menggigil
- Mual dan muntah
- Ruam dan gatal
- Pusing dan sakit kepala
- Kulit terasa dingin dan berkeringat
- Sakit di bagian dada
- Detak jantung terasa sangat cepat
- Kesulitan bernapas atau napas berbunyi mencicit seperti burung
- Urin terlihat berwarna gelap atau kemerahan.
***
Semoga informasi ini bermanfaat.
Baca juga:
Anemia pada Ibu Hamil: Penyebab, Gejala, Cara Mengatasi
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.