Di bulan Ramadan, Parents mungkin sudah tidak asing mendengar komentar, “Tidurnya orang puasa adalah ibadah”. Pertanyaannya, apakah memang demikian,dari mana asal ungkapan ini? Adakah hadis sahih yang melatarbelakangi pernyataan tersebut?
Tulisan di bawah ini akan mengulik hadis di balik kalimat tersebut. Mari simak penjelasannya berikut ini.
Artikel terkait: Doa Memeluk Anak dari Ajaran Rasulullah SAW, Mari Amalkan, Parents!
Mencari Jejak Awal Mula Ungkapan Tidurnya Orang Puasa Adalah Ibadah
“Nak…. ayo tidur! Dari pada main terus, lebih baik tidur siang! Nanti ketika bagun tidak perlu lama-lama lagi menunggu waktu berbuka puasa.”
Familier dengan kalimat di atas? Atau Parents memang sering mengatakannya pada si kecil di rumah?
Pendapat yang mengatakan tidur adalah ibadah memang kerap didengar, terlebih lagi memasuki bulan suci Ramadan. Celetukan semacam ini pasti akan semakin sering terdengar. Kita telah sering mendengar bahwa konon mereka yang tidur saat berpuasa akan mendapatkan pahala.
Alih-alih memperbanyak zikir atau membaca Al-Quran, banyak orang yang menggunakan pernyataan ini sebagai alasan untuk bermalas-malasan. Adakah hadis sahih yang melandasinya pernyataan tidurnya orang puasa adalah ibadah?
Mengutip laman NU Online, asal muasal pernyataan tersebut dapat ditelusuri dari hadis yang diriwayatkan oleh Baihaqi. Adapun bunyi hadisnya adalah sebagai berikut:
نَوْمُ الصَّائِمِ عِبَادَةٌ وَصُمْتُهُ تَسْبِيْحٌ وَعَمَلُهُ مُضَاعَفٌ وَدُعَاؤُهُ مُسْتَجَابٌ وَذَنْبُهُ مَغْفُوْرٌ
Yang artinya: “Tidurnya orang puasa adalah ibadah, diamnya adalah tasbih, amal ibadahnya dilipatgandakan, doanya dikabulkan, dan dosanya diampuni.” (HR Baihaqi)
Artikel terkait: Keistimewaan 10 Hari Pertama Ramadan, Parents Jangan Sampai Melewatkannya!
Makna di Balik Hadis Tidurnya Orang Puasa Adalah Ibadah
Meski ungkapan tersebut berasal dari hadis yang sahih, tetapi ternyata banyak yang salah mengartikannya. Salah satu adab menjalankan puasa adalah tidak terlalu banyak tidur di siang hari. Seperti yang dijelaskan oleh Imam Al-Ghazali berikut ini:
بل من الآداب أن لا يكثر النوم بالنهار حتى يحس بالجوع والعطش ويستشعر ضعف القوي فيصفو عند ذلك قلبه
Yang artinya: “Sebagian dari tata krama puasa adalah tidak memperbanyak tidur di siang hari, hingga seseorang merasakan lapar dan haus dan merasakan lemahnya kekuatan, dengan demikian hati akan menjadi jernih.” (Imam al-Ghazali, Ihya’ Ulumid Din, juz 1, hal. 246)
Jadi, bukan berarti selama puasa, kita hanya menghabiskan waktu dengan tidur-tiduran sepanjang waktu, tetapi alangkah lebih baik apabila diisi dengan beribadah. Sebab, tujuan puasa adalah mengendalikan hawa nafsu. Apabila kita terjaga, maka kita akan menyadari bagaimana rasanya haus dan lapar serta cara mengendalikannya.
Artikel terkait: Ramadhan Tiba Tapi Utang Puasa Belum Dibayar, Bagaimana Hukumnya?
Tidur Saat Puasa Bisa Jadi Negatif atau Positif
Meski demikian, tidurnya orang yang berpuasa tidak selamanya mendatangkan pahala. Tidur pun bisa menjadi negatif apabila dinodai dengan perbuatan maksiat seperti bergunjing. Hal ini seperti dijelaskan oleh Ibnu Hajar Al-Haitami, yaitu:
قال أبو العالية: الصائم فى عبادة ما لم يغتب أحدا، وإن كان نائما على فراشه، فكانت حفصة تقول: يا حبذا عبادة وأنا نائمة على فراشي
Yang artinya: “Abu al-Aliyah berkata: orang berpuasa tetap dalam ibadah selama tidak menggunjing orang lain, meskipun ia dalam keadaan tidur di ranjangnya. Hafshah pernah mengatakan: betapa nikmatnya ibadah, sedangkan aku tidur di ranjang.” (Ahmad ibnu Hajar al-Haitami, Ittihaf Ahli al-Islam bi Khushushiyyat as-Shiyam, hal. 65)
Hal senada juga telah diungkapkan oleh Syekh Nawawi al-Bantani seperti berikut:
وهذا في صائم لم يخرق صومه بنحو غيبة، فالنوم وإن كان عين الغفلة يصير عبادة، لأنه يستعين به على العبادة.
“Hadis ‘Tidurnya orang berpuasa adalah ibadah’ ini berlaku bagi orang berpuasa yang tidak merusak puasanya, misalkan dengan perbuatan gibah. Tidur meskipun merupakan inti kelupaan, namun akan menjadi ibadah sebab dapat membantu melaksanakan ibadah.” (Syekh Muhammad bin ‘Umar an-Nawawi al-Bantani, Tanqih al-Qul al-Hatsits, Hal. 66)
Akan tetapi, berbeda apabila tidur yang dimaksud dilakukan untuk mendukung aktivitas beribadah. Hal ini pun pernah dibahas dalam kitab Ittihaf sadat al-Muttaqien, yaitu:
نوم الصائم عبادة ونفسه تسبيح وصمته حكمة، هذا مع كون النوم عين الغفلة ولكن كل ما يستعان به على العبادة يكون عبادة
Yang artinya: “Tidurnya orang puasa adalah ibadah, napasnya adalah tasbih, dan diamnya adalah hikmah. Hadis ini menunjukkan bahwa meskipun tidur merupakan inti dari kelupaan, namun setiap hal yang dapat membantu seseorang melaksanakan ibadah maka juga termasuk sebagai ibadah.” (Syekh Murtadla az-Zabidi, Ittihaf Sadat al-Muttaqin, juz 5, hal. 574)
Nah, Parents, semoga informasi di atas bisa membantu kita memahami maksud dari “Tidurnya orang berpuasa adalah ibadah”. Tidur pun bisa jadi negatif atau positif, tergantung bagaimana cara kita melakukannya.
Baca juga:
11 Tradisi Menyambut Ramadan di Indonesia, Unik dan Penuh Kebersamaan
Ziarah Kubur Jelang Bulan Ramadan, Ini Hukum dan Adabnya Menurut Islam