Biasanya seorang wanita baru menyadari dirinya hamil ketika usia kandungan mencapai 4 – 5 minggu. Tapi berbeda dari wanita ini yang tidak tahu kalau hamil hingga 30 menit sebelum ia melahirkan!
Bagaimana bisa?
Semua tampak normal sehingga ia tidak tahu kalau hamil
Ally Opfer (23) asal Cleveland, Ohio, Amerika Serikat tidak pernah tahu bahwa dirinya hamil. Tanggal 21 Desember 2016 ia terbangun seperti biasa dan semuanya berjalan normal.
Beberapa jam kemudian, Ally merasakan sedikit kram di perutnya tapi ia menganggap hal tersebut bukanlah apa-apa. Namun lama-kelamaan sakitnya makin terasa.
“Secara bertahap rasanya jadi lebih menyakitkan sepanjang hari itu sehingga aku berpikir mungkin saatnya ‘tamu bulanan’ datang. Aku melanjutkan aktivitasku seperti biasa dan mengabaikan kram yang sepertinya makin kuat,” ujar Ally.
Hari itu jadwal Ally cukup sibuk. Ia masih melatih tim cheerleader SMA-nya untuk sebuah pertandingan basket di pusat kota Cleveland kemudian dilanjutkan dengan latihan reguler selama lima jam.
Tidak tahu kalau hamil, Ally masih melatih tim cheerleader.
Malam itu sesampainya di rumah, rasa sakit di perutnya makin menjadi-jadi. Ibuprofen dan kompres air panas tak membantu.
Saking sakitnya, Ally tak bisa memejamkan mata meski dirinya sudah kelelahan. “Aku terjaga sepanjang malam dengan posisi meringkuk, bertanya-tanya mengapa kramku makin parah.”
Kram perut tidak dianggap serius
Keesokan harinya tanggal 22 Desember, Ally memberitahukan ibunya apa yang terjadi kemarin malam. Ia menceritakan betapa dahsyat rasa sakit menyerang perutnya sehingga membuatnya tak bisa tidur.
Tidak menganggap kram perut Ally sebagai sesuatu yang serius, ibunya malah meminta Ally membantu ayahnya memindahkan sofa dari lantai bawah ke ruang keluarga di lantai atas.
Hari itu Ally kehilangan nafsu makannya dan hanya berdiam diri di kamar. Saat ibunya pulang kerja, ia mendapati Ally sedang menangis kesakitan.
“Aku menangis kesakitan dan menyadari ada yang tidak beres. Ini bahkan lebih dari kram menstruasiku yang biasanya. Aku minum pil pereda nyeri lebih banyak dari biasanya namun tetap tak membantu,” Ally mengingat betapa parahnya kram perut yang belakangan diketahui merupakan kontraksi persalinan.
Ibunya membuatkan makan malam dan Ally duduk di dapur sembari menjerit kesakitan setiap kali serangan rasa sakit itu datang.
“Kami memutuskan untuk melakukan tes kehamilan hanya untuk memastikan, tetapi hasilnya negatif,” tambah Ally.
Karena Ally merasa kelelahan dan ingin tidur, ia pun pergi ke kamarnya sambil ditemani sang ibu. Tepat ketika ia mulai berbaring dan ibunya keluar kamar, Ally mulai berteriak kencang sehingga membuat ayahnya berlari tergopoh-gopoh menuju kamar Ally.
Beberapa menit kemudian, kramnya mereda sehingga orangtua Ally pun membiarkannya untuk istirahat. Namun, tak berapa lama, serangan kram datang lagi dan bahkan jauh lebih sakit dari sebelumnya.
Perjalanan menuju rumah sakit
Setelah mengalami sekian lama episode kram yang datang dan pergi, ibunya memutuskan untuk membawa Ally ke rumah sakit. Meski awalnya sempat menolak, Ally kemudian pasrah karena ia takut dirinya akan mati akibat penyakit yang tidak jelas ini.
Ibunya memilih membawa Ally ke rumah sakit universitas Geauga Medical Center yang cukup dekat dari rumah. “Aku duduk di bangku penumpang dengan satu tangan menekan langit-langit mobil dan tangan lainnya mendorong jendela mobil sembari berteriak kesakitan. Sementara itu, ibuku tetap menyetir dengan tenang.”
Sesampainya di IGD, Ally segera menuju bagian pendaftaran dan sebisa mungkin untuk tidak meneriaki para perawat di sana. Petugas menanyakan apa gejala yang ia rasakan.
Malam itu suasana IGD sebenarnya cukup tenang sebelum Ally datang dan membuat kericuhan karena rasa sakit yang dideritanya. Paramedis mungkin sudah curiga bahwa kram yang dirasakan Ally sebenarnya adalah kontraksi, tetapi ia benar-benar tidak tahu kalau hamil.
“Aku ingat seorang perawat menuntunku menuju ruangan periksa dan memintaku duduk di atas tempat tidur. Ia menanyakan berbagai pertanyaan dasar dan mengecek tekanan darahku. Tentu saja tekanan darahku cukup tinggi sehingga dokter memutuskan untuk melakukan uji lab.”
Perawat mulai memasang infus pada Ally dan memberi obat penenang tapi tidak ada efek apapun. Selain itu, Ally juga diinfus dengan magnesium sulfat untuk mencegahnya kejang.
Tidak tahu kalau hamil, disangka batu ginjal
Sebenarnya, Ally sudah menunjukkan tanda-tanda bahwa dirinya hamil tetapi ia mengatakan kepada dokter bahwa hasil testpack-nya negatif. Apalagi sebenarnya Ally tidak terlihat seperti wanita hamil.
Perawat meminta ibu Ally untuk mengecek berapa lama kram perut berlangsung dan jarak antara kram yang satu dengan yang berikutnya. Hal ini karena mereka sudah meyakini bahwa kram tersebut adalah kontraksi.
Kemudian dokter mengatakan bahwa sel darah putih Ally cukup tinggi, yang artinya ia mengalami infeksi. Dokter dan perawat mengatakan bahwa Ally kemungkinan mengalami batu ginjal!
Dokter kemudian memeriksa perut Ally dan merasakan ada benjolan keras di salah satu sisi. Ia mengatakan bahwa benjolan tersebut adalah batu ginjal dan Ally harus dioperasi segera.
Ally pun diminta untuk melakukan USG untuk memastikan posisi batu ginjal dan di mana letaknya. Saat sedang menjalani USG, lagi-lagi Ally mengalami kram hebat.
Petugas USG sampai khawatir melihat Ally menjerit-jerit kesakitan. Saat sedang melakukan USG, sang petugas pun melihat layar monitor dengan tak percaya.
Kemudian ia bertanya pada Ally, “Apakah kamu hamil?”. Tentu saja Ally segera berteriak: TIDAK!
Petugas itu melanjutkan USG dengan ekspresi wajah yang bingung sekaligus takjub. Ally berpikir bahwa jangan-jangan kondisinya jauh lebih buruk daripada sekedar batu ginjal.
Ally menyangka ada sel kanker dalam perutnya dan ia sebentar lagi akan meninggal.
Tidak ada penyakit serius, ia hanya tidak tahu kalau hamil 38 minggu!
Selesai USG, Ally kembali ke kamar perawatan. Tak lama kemudian, tiba-tiba ada 10 orang tenaga medis datang memenuhi kamarnya.
“Melihat para dokter dan suster berkumpul di kamarku, aku telah menyiapkan diri untuk mendengar kabar paling buruk yaitu bahwa aku sekarat. Aku bisa merasakan ada hal yang sangat serius yang ingin mereka katakan padaku.”
Kemudian dokter berkata, “Ally, apakah kamu pernah hamil sebelumnya?” Ally menjawab dengan bingung, “Tentu saja belum pernah.”
Dokter melanjutkan, “Nah, sepertinya Anda hamil 38 minggu dan sudah bukaan lengkap. Anda sudah siap untuk melahirkan sekarang!”
Ally terkejut, merasa tak siap memiliki bayi. Mukanya pucat dan mulai menangis.
“Aku mengandung 38 minggu dan sedang kontraksi menuju persalinan. Tapi aku bahkan tidak tahu kalau hamil!”
Segera setelah itu, kontraksinya semakin hebat dan sering. Ally pun segera dibawa ke ruang persalinan.
Suster terus mengingatkan Ally untuk tetap tenang demi bayinya. Ketika itulah ia sadar bahwa ia belum mengetahui bagaimana kondisi bayinya.
“Apakah bayinya baik-baik saja? Apakah jantungnya berdetak normal? Aku bahkan tidak melakukan persiapan apapun selama 9 bulan. Malah beberapa hari yang lalu aku masih sempat berguling dan melakukan salto belakang bersama tim cheerleader!” ujar Ally ketakutan.
Namun suster mengatakan bahwa bayinya baik-baik saja. Sayangnya kondisi Ally sendiri agak mengkhawatirkan.
Tekanan darah Ally cukup tinggi dan harus diinfus dengan magnesium sulfat untuk mencegahnya kejang. Jika Ally terlambat tiba di IGD pada malam itu, mungkin nyawanya tak akan tertolong.
Ally harus melahirkan dengan cara caesar. Selain karena dirinya mengalami pre-eklampsia, posisi bayinya juga sungsang.
Rasa sakit setelah mengalami 42 jam kontraksi (yang awalnya dikira kram perut biasa) terbayar sudah. Dengan penuh haru campur tak percaya, Ally pun menggendong bayi laki-lakinya yang ajaib dan diberi nama Oliver David Opfer.
Karena tak siap memiliki bayi, Ally tidak punya perlengkapan apapun untuk bayinya. Beruntung keluarga besar dan teman-temannya berinisiatif membelikan pakaian bayi, selimut, popok, dan kebutuhan lain untuk bayinya.
Kini Oliver sudah berusia 15 bulan dan menjadi anak yang sehat.
Baca juga:
Ini 5 hal unik dirasakan Sandra Dewi selama hamil. Apa Bunda juga mengalaminya?
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.