Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Prof. Dr. Ilham Oetomo Marsis SpOG memberikan pernyataan bahwa para dokter merasa terpojok atas kasus vaksin palsu yang beredar. Untuk itu IDI menolak memberikan pelayanan imunisasi sampai kasus tersebut selesai.
“Kalau rasa aman tidak bisa didapatkan, kami tidak bisa melayani imunisasi sampai ini selesai. Saya melihat ini grand design untuk memojokkan kedokteran Indonesia,” kata Ilham pada jumpa pers IDI, Senin (18/7).
Seperti dilaporkan Detik, IDI pun menuntut agar pihak berwajib segera mencari aktor yang menjadi dalang dalam masalah ini. Menurut mereka, dokter hanyalah bagian hilir terkait kasus ini dan penyebab utamanya adalah betapa lemah pengawasan pihak terkait sehingga vaksin palsu bisa beredar.
Sementara itu, Menteri Kesehatan Nila F Moeloek menegaskan bahwa pihaknya tidak menyudutkan IDI atas kejadian beredarnya vaksin palsu.
Menkes Nila menyatakan, kementeriannya dan lembaga hukum terkait hanya akan menindak dokter atau perawat yang terbukti terlibat dalam pembuatan, pengadaan, distribusi, dan juga membeli vaksin palsu.
“Kita tidak menyudutkan. Kita hanya menghukum yang terbukti kriminal. Kalau dokter terbukti salah ya dihukum. Kan terbukti juga itu yang membuat mantan perawat,” Kata Nila saat ditemui CNN Indonesia di kompleks Gedung DPR, Senin (18/7) malam.
Dari 23 tersangka, beberapa diantaranya merupakan dokter. Namun Menkes Nila menegaskan bahwa kasus ini merupakan tindak kriminal yang tidak mengatasnamakan profesi.
IDI tolak imunisasi, masih banyak dokter lain..
Terkait pernyataan IDI yang menolak melakukan vaksinasi hingga kasus selesai, Nila belum bisa berkomentar banyak. Tapi menurutnya, jika IDI menolak, pemerintah masih bisa bekerjasama dengan lembaga lain seperti Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI).
“Saya belum dengar (soal tolak vaksinasi) tapi kalau tidak bisa, masih ada IDAI yang bisa (vaksin ulang),” katanya.
Menurutnya, selama ini IDAI telah kooperatif dan bersedia melakukan vaksinasi ulang jika memang dibutuhkan.
Baca juga:
Ikatan Dokter Indonesia (IDI) merasa terpojok untuk menjawab kasus vaksin yang palsu dan marah beredar di pasaran. Hal ini membuat para dokter enggan memberikan pelayanan imunisasi sampai kasus selesai. Kabar ini tentu membuat resah para ibu yang memiliki anak dan membutuhkan vaksin untuk menunjang kesehatan si kecil. Mari simak ulasan tentang beredarnya vaksin palsu.
Pelaku Harus Diberikan Hukuman yang Setimpal
Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Prof. Dr. Ilham Oetomo Marsisi SpOG memberikan pernyataan bahwa para dokter merasa terpojok dengan kasus vaksin yang palsu ini. Untuk itulah IDI menolak untuk memberikan pelayanan imunisasi sampai kasus ini benar benar selesai. Menurut Ilham kalau rasa aman tidak bisa didapatkan, Anda bisa melayani imunisasi sampai selesai.
Masih menurutnya kabar adanya vaksin yang plaus ini merupakan sebuah grand design untuk memojokkan kedokteran Indonesia. Seperti yang telah dilaporkan oleh Detik, IDI pun juga menuntuk agar pihak berwajib segera mencari aktor yang menjadi dalang dalam masalah ini. menurut mereka dokter hanyalah bagian daari hilir terkait kasus ini dan penyebab utamanya adalah lemahnya pengawasan pihak terkait sehingga vaksin ini dapat beredar.
Mentri Kesehatan mengatakan jika kementriannya dan lembaga hukum terkait akan menindak para dokter atau perawatan yang terbukti terlibat dalam pembuatan, penggandaan, distribusi dan juga membeli vaksin yang palsu ini. Menurut Nila pihakanya tidak menyudutkan, namun hanya perlu menghuum tindakan yang terbukti criminal.
IDAI Berkoordinasi dengan IDI Untuk Melakukan Koordinasi
Masih menurut Nila, hukuman ini juga harus ditindaklanjuti jika dokter yang terbukti bersalah. Menurutnya memang terbukti jika pembuat vaksin tersebut adalah mantan perawat. Dari 23 tersangka, beberapa diantaranya merupakan seorang dokter. Namun Menkes Nila menegaskan jika kasus ini merupakan tindakan criminal yang tidak mengatasnamakan profesi.
Terkait pernyataan IDI yang menolak untuk melakukan vaksinasi hingga kasus selesai, Nila belum bisa berkomentar banyak, . Namun menurutnya jika IDI menolak, pemerintah bisa bekerjasama dengan lembaga lain seperti ikatan dokter anak Indonesia (IDAI). Nila mengatakan jika ia belum mendengar soal tolak vaksinasi. Namun jika bisa, masih ada IDAI yang bisa melakukan vaksin.
Menurutnya selama ini IDAI telah koorperatif dan bersedia melakukan vaksinasi ulang jika memang dibutuhkan. Ada beragam sekali dampak akibat vaksin palsu yang berbahaya bagi tubuh. Biasanya vaksin yang palsu merupakan campuran cairan infus dengan vaksin asli. Cairan campuran ini akan berdampak pada infeksi akibat dari pembuatan vaksin di lingkungan yang tidak steril.
Sebagai orang tua yang mendengar kabar tidak mengenakkan ini tentu membuat was was untuk membawa anak pergi imunisasi. Bunda harus bisa membedakan bagaimana bentuk dari vaksin asli dan vaksin yang palsu. Dengan mengetahui mana rumah sakit yang memiliki vaksin yang asli, maka anak akan terhindar dari infeksi yang berbahaya bagi kesehatanya di masa yang akan datang.
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.