Jika Anda melihat alat musik ini di berbagai acara kebudayaan Betawi pasti Anda bisa langsung menebak namanya, bukan? Ya, nama kumpulan orang-orang yang bermain alat musik tradisional Betawi ini adalah Tanjidor. Bentuk alat musiknya beragam, mulai dari yang kecil hingga besar, ada yang ditiup dan ada juga yang ditabuh, sehingga menciptakan harmonisasi suara yang khas.
Tapi jika melihat bentuknya, alat-alat musik ini terlihat tidak seperti alat musik tradisional Indonesia pada umumnya, ya, Bunda. Apakah benar alat musik Tanjidor asli berasal dari Jakarta? Yuk, cek sejarahnya di sini!
Sejarah Tanjidor, Warisan Budaya Betawi yang Mulai Punah
Kemunculan Awal Tanjidor
Sebenarnya, kurang tepat jika dikatakan Tanjidor sebagai alat musik. Tanjidor merupakan budaya kesenian Betawi yang berbentuk orkes, atau gabungan beberapa alat musik yang dimainkan oleh sekelompok orang secara bersamaan sehingga membentuk alunan musik yang indah. Ini seperti dijelaskan dalam situs Pemerintah Provinsi DKI Jakarta (www.jakarta.go.id).
Ada yang mengatakan, Tanjidor pertama kali muncul di Tanah Air pada abad ke-19, tepatnya tahun 1820. Oleh Wikipedia, disebutkan bahwa Augustijn Michiels, atau saat itu lebih dikenal dengan nama Mayor Jantje, yang pertama kali mengenalkannya di daerah Citrap –sekarang dikenal dengan Citeureup. Ia disebut-sebut sangat berperan besar dalam pembentukan orkes Tanjidor.
Keluarga Mayor Jantje memang sangat kaya. Ia memiliki banyak tanah dengan villa-villa mewah di atasnya, dan karena itu juga ia memiliki banyak budak pribumi.
Agar ada yang memainkan alat musik yang dibawanya, Sang Mayor lalu membuat kelompok musik yang diberi nama Het Muziek Corps der Papangers. Yang menarik, para pemain musiknya adalah budaknya sendiri. Agar budak-budaknya itu mumpuni bermain musik, ia memanggil guru les dari Belanda untuk mengajari mereka bermain musik.
National Geographic menulis, para budak ini memainkan alat-alat musik khas Eropa seperti tamburin Turki, terompet Perancis, drum bas, dan clarinet. Mayor Jantje sering menyuruh grup musiknya ini bermain ketika ia mengadakan pesta atau jamuan makan.
Artikel terkait: Ondel-ondel, Boneka Raksasa Asal Betawi Ikon Kota Jakarta
Kesenian Tanjidor Dimainkan oleh Para Budak di Masa Penjajahan
Hal ini sesuai seperti yang dikatakan ahli musik dari Belanda, Ernst Heinz, saat melakukan penelitian musik rakyat di pinggiran Kota Jakarta pada tahun 1974. Melansir Detik, disebutkan kelompok musik ini merupakan orkes budak di masa kompeni dulu.
Dan saat perbudakan dihapuskan tahun 1860, budak-budak ini merdeka kemudian membentuk perkumpulan musik yang diberi nama Tanjidor dengan gaya bermusik yang tidak berubah. Dari situlah Tanjidor mulai dikenal dan berkembang hingga daerah pinggiran Jakarta: Depok, Cibinong, Citeureup, Cileungsi, Jonggol, Parung, Bogor, Bekasi dan Tangerang.
Grup Tanjidor mulai membuat lagu-lagu mereka sendiri seperti Batalion, Kramton, Bananas, Was Tak-tak, Cakranegara dan masih banyak lagi. Judul-judulnya memang masih berbau-bau Belanda, ya, tapi tetap mereka mengucapkannya dengan logat Betawi, loh. Setelah itu, grup Tanjidor mulai membawakan lagu asli Jakarta, seperti Jali-Jali, Surilang, Kicir-Kicir, Cente Manis, juga lagu-lagu Sunda, seperti Kang Haji, Daun Pulus, dan Sulanjana.
Asal Mula Disebut ‘Tanjidor’
Soal asal kata ‘Tanjidor’ belum jelas hingga saat ini. Ada yang mengatakan, seperti yang ditulis Wikipedia, ‘Tanjidor’ diambil dari kata ‘Tanji’ (asrama militer Jepang) oleh sekelompok budak Betawi yang juga sering bermain musik di sana.
Sedangkan Kompas menulis, Tanjidor merupakan penggalan dari dua kata: ‘Tanji’ dan ‘Dor’. ‘Tanji’ berarti menabuh, sedangkan ‘Dor’ untuk menggambarkan bunyi ‘dor, dor, dor’.
Berbeda lagi dengan Indonesia Kaya. Di situsnya dituliskan, nama tanjidor berasal dari Bahasa Portugis ‘Tangedor’ yang artinya alat-alat musik berdawai (stringed instrumens). Katanya hingga kini Tanjidor masih dimainkan di Portugal dalam pawai-pawai keagamaan, seperti pesta Santo Gregorius.
Sedangkan National Geographic menjelaskan, kata ‘tanji’ kemungkinan berasal dari kata ‘tanger’ yang dalam bahasa Portugis berarti ‘bermain musik’, dan ‘tangedor’ secara keseluruhan artinya ‘bermain musik di luar ruangan’.
Artikel terkait: Tak Banyak yang Tahu, 7 Makanan Khas Betawi Ini Punya Cita Rasa Nikmat!
Jenis Alat Musik Tanjidor
Sesuai asalnya, alat musik tanjidor sangat dipengaruhi oleh kesenian Eropa. Jenis alat-alat musik yang ada pada orkes Tanjidor lumayan lengkap. Mulai dari alat musik tiup hingga tabuh. Disebutkan Indonesia Kaya, di antaranya:
- Klarinet (tiup). Klarinet yang disebut adalah suling yang menghasilkan suara kecil melengking.
- Piston (tiup). Yang dimaksud piston adalah klep-klep pada terompet yang dipijit jari tangan untuk memperoleh nada.
- Trombon (tiup) atau terompet panjang, merupakan tabung resonansi memanjang dan bisa digerakkan memendek atau memanjang untuk mendapatkan nada yang diinginkan.
- Saksofon tenor (tiup). Tuba tenor sering disebut tuba jongkok karena dimainkan di atas pangkuan sehingga alat ini terlihat seperti orang berjongkok.
- Saksofon bas (tiup). Tuba bas kadang disebut bas saja, bombardon, atau bas selendang karena dimainkan dengan cara disandangkan seperti memakai selendang.
- Drum (membranofon) yang terbuat dari kulit yang direntangkan dan dipukul dengan tangan atau stik, kadang dilengkapi triangle.
- Simbal (perkusi). Alat musik berupa tambur kecil yang dimainkan dengan cara memukul membrannya menggunakan dua stik kayu.
- Tambur (side drums). Sebuah tambur besar (tanji) dua sisi. Sisi kanan terbuat dari kain lunal yang dimainkan dengan dipukul menggunakan tongkat pemukul kayu. Pada sisi satunya lagi si pemain memegang simbal yang dipukulkan yang diletakkan di atas tambur.
Dengan melihat banyaknya alat musik yang dimainkan, jadi sudah bisa diperkirakan berapa jumlah pemain orkes ini. Ya, sekitar 7 hingga 10 orang pemain musik. Yang unik dari kesenian Tanjidor adalah para pemainnya bermain tanpa partitur. Mereka tidak mengenal patron atau ketentuan yang baku dalam memainkan alat musik. Namun dalam penerapannya, penggunaan sistem tangga nada diatonic masih dipertahankan.
Artikel terkait: Resep bir pletok asli Betawi yang sehat dan nikmat, cocok diminum saat musim hujan
Sempat Dilarang Dimainkan oleh Pemerintah Daerah
Setelah Jepang masuk menguasai Tanah Air tahun 1942, kegiatan ini dibubarkan karena memang tidak sesuai dengan budaya Jepang. Para seniman Tanjidor kehilangan tempat untuk bermain dan mereka mulai mengamen dari rumah ke rumah, khususnya rumah-rumah keturunan Tionghoa.
Itulah masa-masa jaya grup ini. penghasilan mereka meningkat karena sering dipanggil menghibur perhelatan rakyat atau acara keluarga, seperti pernikahan, Cap Go Meh, dan lainnya.
Hingga kemudian di tahun 1953 Walikota Jakarta Raden Soediro resmi melarang grup musik ini bermain dalam bentuk apapun. Soediro beranggapan orkes Tanjidor merendahkan derajat pribumi karena ‘mengemis’ kepada orang keturunan Tionghoa.
Kini, orkes Tanjidor sudah semakin sedikit. Salah satu yang masih bertahan adalah Sanggar Tanjidor Pusaka Tiga Sodara yang berada di Jagakarsa. Sanggar yang berdiri tahun 1973 dan dipimpin Said Neleng ini masih eksis dan mempertahankan budaya Jakarta tersebut hingga sekarang.
Itu dia sejarah Tanjidor yang penting sekali untuk Parents ketahui. Semoga ini bisa menambah khasanah budaya Anda dan membantu mengedukasi buah hati Anda tentang betapa pentingnya mempertahankan budaya sendiri.
Baca juga:
5 Ritual atau Tradisi Kehamilan di Berbagai Daerah Indonesia
Kaya Budaya! 123 Jenis Tarian Tradisional dari Berbagai Daerah di Indonesia
Yuk Cek 7 Makanan Khas Papua yang Wajib Dicoba, Paling Unik Sampai Terpopuler