Kapan pandemi COVID-19 akan berakhir, khususnya di Indonesia, tentu belum ada yang bisa memastikannya. Namun yang pasti, kondisi ini telah mengubah banyak hal. Mulai dari pola hidup, bekerja, cara anak belajar, bagaimana bersosialiasi, bahkan Lebaran tahun 2020 ini pemerintah menganjurkan untuk tidak mudik. Hal inilah yang menyebabkan masyarakat perlu beradaptasi dan menjalani ‘the new normal’. Namun sebelum bisa beradaptasi, Anda perlu menyiapkan diri pada tahapan new normal yang akan dijalani.
Sulit? Mungkin saja. Biar bagaimana pun perubahan yang disebabkan adanya Virus Corona ini sangat berdampak pada kehidupan sehari-hari. Kebiasaan yang sering dilakukan masyarakat pun mulai berubah.
Baca juga: Penelitian Terbaru: Setelah 11 Hari Pasien COVID-19 Tak Menularkan Virus
Sebelum pandemi, masyarakat mungkin sudah terbiasa untuk tidak melakukan cium pipi kanan-kiri saat bertemu rekan atau teman. Bahkan untuk memberikan pelukan hangat tanpa rasa was-was, namun hal ini tentu sulit untuk dilakukan lagi.
‘The new normal; lainnya juga bisa dirasakan ketika masyarakat mulai terbiasa untuk melakukan ibadah di rumah masing-masing.
Namun, untuk bisa berada dalam titik bisa menerima kondisi dan menjadikannya ‘the new normal’ tentu saja membutuhkan proses. Pasalnya, cara penerimaan setiap individu juga akan berbeda- beda satu sama lainnya.
Hal ini ditegaskan oleh dr. Leonardi Goenawan, Sp.KJ, ia mengatakan bahwa setiap orang akan berada dalam strata atau tahap psikologis yang berbeda-beda, bergantung pada ketahanan diri sendiri terhadap stres, latar belakang kesehatan mental, dampak disrupsi pandemi COVID-19 terhadap sosial ekonomi dan support sistem yang tersedia.
Namun, Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa dari RS Pondok Indah ini memaparkan bahwa pada umumnya, setiap individu akan mengalami tiga tahap atau strata kondisi perilaku. Mulai dari tahap disrupsi, tahap kebingungan dan ketidakpastian, yang berujung pada tahap penerimaan.
Tahapan new normal terhadap kondisi perilaku
Tahap disrupsi
Siapa di antara Parents yang pernah mengalami situasi yang membuat sangat cemas hingga stress? Begitu khawatir tertular Virus Corona, bahkan setiap membaca atau mendengar pemberitaan terkait dengan COVID-19, tubuh pun ikut merasakan beberapa gejala. Seperti gatal di area tenggorokan, atau merasa demam.
Hal ini nyatanya memang menjadi tahapan awal yang kerap dirasakan dan dinamakan dengan tahap disrupsi. Di mana bisa dialami seseorang yang mengalami perubahan pola hidup, perubahan rutinitas sehari-hari, hilangnya kebebasan karena harus hidup dalam karantina atau di rumah saja dan tidak bepergian.
Tahap kebingungan dan ketidakpastian
Selanjutnya adalah tahapan yang bisa membuat Parents merasa kelelahan secara mental karena merasa tidak adanya kepastian, kehilangan kendali. Lebih-lebih, jika mengalami perubahan seperti terhentinya sumber penghasilan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Dikatakan dr. Leonardi, tahapan ini bisa membuat Parents merasa kalau kualitas hidup dengan sendirinya menurun, berbagai hal yang biasa dengan mudah terpenuhi, saat ini menjadi mustahil. Banyak rencana yang sudah disusun dengan matang akhirnya tidak bisa diwujudkan. Ujung-ujungnya, timbul perasaan jika kehidupan berjalan lambat, penuh kejenuhan, dan kekhawatiran.
Untuk meringankan beban, ditambahkan dr. Leonardi, tidak sedikit yang mengambil jalan pintas. Menghilangkan rasa cemas dengan cara mengalihkannya dengan mengonsumsi alkohol, dan penyalahgunaan obat yang mungkin pada awalnya dimaksudkan untuk meringankan beban pikiran.
Tahap penerimaan (dengan standar normal yang baru atau the new normal)
Setelah melewati dua tahapan di atas, Parents pun bisa mulai memiliki sikap penerimaan tanpa syarat terhadap kondisi yang ada, dengan diikuti oleh berbagai perubahan dalam pola hidup dan kebiasaan. Tahapan ini bisa dilalui jika individu bisa beradaptasi dengan baik. Sehingga mampu mengembangkan dan menjalankan kebiasaan baru dan memandang kehidupan dengan cara yang lebih realistis.
Artikel terkait : Panduan New Normal Bagi Pekerja Agar Keluarga Tetap Aman dari COVID-19
Psikiater yang berpraktik di RS Pondok Indah, Puri Indah dan Bintaro Jaya ini memberikan beberapa contoh bentuk perubahan yang mulai dilakukan pada mereka yang telah mencapai tahap ini. Yaitu, mulai terbentuk gaya hidup di rumah saja. Dengan mmenurunnya mobilitas, melakukan belanja secara online, termasuk kemampuan untuk bisa membedakan mana kebutuhan dan keinginan, termasuk pemilihan makanan yang lebih praktis.
Selain itu perubahan dalam hal optimalisasi virtual, dimana banyak perusahaan yang kemudian menerapkan sistem work from home, kelahiran generasi Zoom, bahkan melakukan telemedicine. Serta timbulnya kebersamaan dan rasa senasib sepenanggungan.
Tantangan menjalani ‘the new normal’
Faktanya, untuk melewati ketiga tahapan di atas hingga akhirnya bisa menerima kondisi dan menjalani kehidupan seperti sedia kala memang tidaklah mudah. Dalam hal ini dr. Leonardi mengingatkan, bahwa salah satu hal yang penting untuk diperhatikan adalah kesehatan jiwa.
Jika tidak, keinginan untuk menjalani ‘the new normal’ tentu saja bisa terhambat. Pasalnya, yang terjadi justru akan berdampak pada memburuknya relasi dengan sesama dan kesehatan fisik.
Oleh karena itu, ada beberapa langkah yang perlu dilakukan lebih dulu untuk mencegah stress yang berlebihan dalam menghadapi situasi pandemi COVID-19 ini. Apa saja?
- Kurangi frekuensi membaca berita yang membuat Anda khawatir, termasuk batasi penggunaan media sosial
- Jalankan pola hidup sehat dengan mengonsumsi makanan bernutrisi, olahraga ringan secara teratur, seperti latihan napas, atau meditasi.
- Jangan lupa untuk melakukan me time. Berbagai penelitian mengungkapkan pada saat seseorang bisa menjalankan aktivitas yang disukai ternyata memperlihatkan hubungan resiprokal (terbalik) antara stres dan aktivitas fisik.
- Tetap berubungan dengan orang lain. Caranya, tentu saja bisa memanfaatkan teknologi dengan melakukan video call. Berbicara dengan orang yang yang bisa dipercaya, bercerita tentang perasaan pada orang lain nyatanya bisa meringankan separuh dari beban.
- Menerima dan memahami fakta yang akurat dan benar tentang COVID-19 juga bisa membantu terhindar dari stres berlebihan.
Setelah Anda melewati tahap penerimaan dalam tahapan new normal saat menghadapi pandemi, maka Anda mulai terbiasa dengan kondisi the new normal.
Di tahap ini diharapkan Anda sepenuhnya tidak lagi merasa terganggu, bahkan sudah mulai nyaman dengan semua perubahan yang berhubungan dengan adanya pandemi. Kehidupan pun sudah bisa dijalankan seperti sedia kala, kembali produktif dan menyenangkan untuk dijalani.
Oleh karena itu, berikut ini beberapa hal utama agar Anda dapat tenang menerima keadaan sebagai the new normal:
- Menjaga kesehatan fisik dan mental seoptimal mungkin
- Sikap menerima tanpa syarat dan realistis
- Memelihara optimisme dan menyadari sepenuhnya bahwa hidup itu dinamis
- Jangan pernah berhenti untuk belajar sesuatu yang baru
- Melihat ke belakang hanya sebagai referensi dan belajar dari kesalahan di masa lalu
- Fokus pada progress bukan pada kesempurnaan
- Langkah kecil selalu lebih baik dari tidak melangkah
Jadi, apakah sudah siap menjalani the new normal?
Baca juga :
11 Anjuran IDAI untuk Cegah Anak Terpapar COVID-19
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.