Bahagia akan dirasakan orangtua kala mengamati tahap tumbuh kembang anak sejak baru lahir, tak terkecuali saat bermain. Tak hanya aktivitas untuk menghabiskan waktu luang, bermain bisa mengajarkan anak banyak hal dan kreativitas yang bermanfaat untuk kehidupannya.
Lantas, seperti apa tahapan anak kala bermain dan apa langkah yang bisa dilakukan orangtua untuk mengembangkan kemampuan sosial melalui bermain?
Tahap tumbuh kembang anak saat bermain
Seperti apa tahap tumbuh kembang anak saat bermain?
#1 Unoccupied Play (Gerakan kosong)
Fase awal bermain sebenarnya sudah dimulai sejak bayi baru lahir hingga berusia dua tahun. Di sini anak belum melakukan kegiatan bermain dan hanya mengamati sesuatu sejenak. Misalnya saat bayi mengamati jari tangan dan kakinya sendiri lalu menggerakkannya tanpa tujuan.
Faktanya, bayi sedang mencoba mengobservasi apa yang terjadi di sekitarnya. Di samping itu, satu-satunya interaksi sosial yang bisa dimengerti bayi Anda adalah tersenyum pada orangtuanya. Cukup amati segala tingkah polah bayi sebagai pondasi untuk perkembangan berikutnya.
#2 Onlocker Behaviour (Tingkah laku pengamat)
Tahap perkembangan anak selanjutnya yaitu kala anak mulai belajar memperhatikan apa yang dilakukan anak lain atau saudara kandungnya. Anak Anda bisa saja hanya melihat temannya sedang bermain petak umpet, namun merasakan kebahagiaan seolah ikut bermain.
Fase ini biasanya belum membuat anak tanggap akan aturan baku seperti tata cara permainan atau apa yang harus ia lakukan saat bermain.
#3 Independent or Solitary Play (Bermain soliter)
Menginjak usia 1 hingga 3 tahun, jangan kaget jika Parents melihat anak hanya bermain sendirian dengan mainannya. Bukannya tak ingin bergaul, namun ada waktunya anak akan asyik dengan dunianya sendiri.
Tahapan ini terjadi saat kemampuan kognitif dan motoriknya berkembang. Bermain sendirian selain mengajarkan anak skill sosial juga mendorong pentingnya kebahagiaan yang hakiki saat sedang sendirian tanpa ada orang lain di sekitarnya.
#4 Parallel Play
Fase tahapan perkembangan anak bermain paralel biasanya terlihat saat usianya 2,5 sampai 3,5 tahun. Bermain paralel adalah saat anak memilih bermain di dalam sekelompok anak seusianya, namun tidak dengan semua anak.
Anak akan memainkan objek tertentu atau melakukan hal sama dengan anak lain, namun tidak bersama-sama. Di sinilah anak akan mempelajari lebih banyak tentang perilaku sosial dan kedewasaan yang akan membentuknya lebih siap memasuki tahap bermain berikutnya.
#5 Associative Play (Bermain asosiatif)
Usia 3 sampai 4 tahun adalah masa ketika anak melakukan kegiatan bersama namun belum ada pemusatan tujuan bermain. Contohnya saat sedang bermain di taman kota lalu bersama memainkan air kolam tanpa adanya tujuan tertentu.
Tahapan ini membantu kemampuan anak menyelesaikan masalah lebih terasah, selain itu juga mendorong perkembangan berbahasa dan caranya bekerja sama dengan orang lain.
#6 Cooperative Play (Bermain secara kooperatif)
Melewati fase balita menjadi saat kemampuan anak bersosialisasi di dalam lingkup pergaulan lebih terasah. Anak mulai tertarik melakukan permainan bersama teman sebaya dan saling bekerja sama. Misalnya bermain rumah-rumahan atau masak-masakan dimana setiap anak memiliki tugasnya masing-masing.
Cara mendukung tahapan perkembangan anak saat bermain
Apa yang bisa dilakukan orangtua untuk mendukung fase anak bermain?
#1 Pilih jenis mainan tepat untuk anak
Stimulasi tumbuh kembang melalui bermain akan semakin optimal asalkan Parents memilih mainan apa yang ideal untuk si kecil. Pilihlah jenis mainan sesuai dengan rentang usianya dan pastikan mainan tidak berbahaya untuk anak.
#2 Dukung kemampuannya bersosialisasi
Setiap anak memang memiliki karakter masing-masing, namun tak ada salahnya Parents mendorong anak untuk percaya diri dan berani mengobrol dengan teman sebaya yang baru dikenalnya. Hal ini akan meningkatkan kepercayaan diri anak dan melatihnya bersosialisasi dalam lingkup pergaulan yang beragam.
#3 Amati transisi anak
Hal yang tak kalah penting adalah biarkan anak mengeksplorasi dunianya yang baru dan posisikan diri Anda sebagai pengamat. Selalu latih diri Anda sebagai motivator dan jangan segan meminta bantuan ahli jika memang dibutuhkan.
#4 Jangan memaksa anak berbagi
Pernahkah mendapati anak menangis karena berebut mainan dengan saudara kandung atau teman sepermainan? Tak ingin ambil pusing, Parents biasanya akan turun tangan dengan mendorong anak agar mau berbagi.
Tahukah Parents, balita adalah fase ketika anak sedang mengeksplorasi lingkungan sekitar. Apapun yang ia temukan adalah miliknya sehingga tak mengherankan jika anak masih egosentris dengan ‘ke-aku-annya’. Jangan kaget jika kata andalan seperti ‘ini punya aku!’ akan rajin terdengar dari mulut mungil balita berusia dua tahun.
Kendati anak akhirnya menyerahkan mainan kepada teman adalah untuk menuruti perintah Anda, bukan karena sepenuhnya ingin berbagi.
Umumnya, usia 3 tahun adalah fase anak belajar memahami apa itu berbagi. Seiring pertumbuhannya mereka sudah lebih paham dengan konsep berbagi dan lebih mengerti akan hal yang dikatakan orangtuanya. Sepenuhnya mengerti tahap tumbuh kembang anak dalam bermain akan membantu Anda mendidik anak menjadi pribadi berkarakter positif.
Bagaimana Parents, sudah sampai mana tahapan perkembangan anak di rumah?
Referensi : Parenting Firstcry,
Baca juga :
Ini 5 manfaat bermain puzzle untuk kecerdasan anak
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.