Wacana poligami mengemuka setelah Partai Solidaritas Indonesia (PSI) menyatakan akan memperjuangkan larangan poligami bagi pejabat publik dan aparatur sipil negara (ASN), 11 Desember lalu. Di Indonesia, poligami legal dan diperbolehkan negara lewat UU Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 3 ayat 2. Namun, ternyata syarat poligami menurut UU Perkawinan tak mudah.
UU Perkawinan memang membolehkan poligami, tapi syarat poligami tidak mudah
Poligami sebenarnya adalah istilah umum untuk menyebut pernikahan dengan suami atau istri lebih dari satu. Dalam poligami, ada dua istilah turunan, yakni poligini atau lelaki yang beristri lebih dari satu dalam satu waktu, serta poliandri atau perempuan yang bersuami lebih dari satu dalam satu waktu.
Namun, karena poliandri bukan praktik lumrah dilakukan, istilah poligami yang dimaksud biasanya mengacu pada poligini atau praktik beristri banyak.
Poligami adalah persoalan problematis di Indonesia. Agama Islam dan negara membolehkan poligami. Sejumlah aktivis pro-poligami juga kerap mengampanyekan anjuran suami mengambil istri kedua, ketiga, sampai keempat.
Namun, penolakan kuat juga terjadi di mana-mana. Argumen utamanya adalah syarat agama bahwa suami harus bisa adil sebelum beristri lebih dari satu. Menurut penolak poligami, adil adalah hal yang susah diukur dan nyaris tak bisa dicapai.
Terlepas dari pro-kontra prinsipil, meski membolehkan, UU Perkawinan memberi syarat poligami yang sesungguhnya sulit dipenuhi.
Syarat poligami diatur dalam UU Perkawinan Pasal 4 ayat 2 dan Pasal 5 ayat 1 dan 2. Isinya adalah
Pengadilan dimaksud dalam ayat (1) pasal ini hanya memberi izin kepada seorang suami yang akan beristeri lebih dari seorang apabila
- isteri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai isteri;
- isteri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan;
- isteri tidak dapat melahirkan keturunan.
(1) Untuk dapat mengajukan permohonan kepada Pengadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
ayat (1) Undang-undang harus dipenuhi syarat syarat sebagai berikut
- Ada persetujuan dari isteri/isteri-isteri;
- adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan hidup isteri-isteri dan anak-anak mereka;
- Adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap istri-isteri dan anak-anak mereka.
(2) Persetujuan yang dimaksud pada ayat (1) huruf a pasal ini tidak diperlukan bagi seorang suami apabila isteri/isteri-isterinya tidak mungkin diminta persetujuannya dan tidak dapat menjadi pihak dalam perjanjian, atau apabila tidak ada kabar dari isterinya selama sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun, atau karena sebab-sebab lainnya yang perlu mendapat penilaian dari Hakim Pengadilan.
Di sejumlah pengadilan agama, syarat di UU Perkawinan tersebut diturunkan menjadi 12 syarat administratif yang terdiri dari
- Surat permohonan rangkap 4
- Fotocopy KTP pemohon, KTP istri pertama dan KTP calon istri
- Fotocopy kartu keluarga pemohon
- Fotocopy buku nikah pemohon
- Surat keterangan status calon istri dari desa, bila belum pernah menikah (bila pernah terjadi perceraian melampirkan fotocopy akta cerai)
- Surat keterangan penghasilan diketahui desa/instansi
- Surat ijin atasan bila PNS
- Surat pernyataan berlaku adil
- Surat pernyataan tidak keberatan dimadu dari istri pertama
- Surat pernyataan tidak keberatan dimadu dari calon istri
- Surat keterangan pemisahan harta kekayaan
- Membayar panjar biaya perkara
Walau syarat poligami sulit, poligami bisa dilakukan secara legal tanpa izin istri pertama
Hal tersebut bisa terjadi karena pada UU Perkawinan Pasal 5 ayat 2 dikatakan, surat persetujuan istri tidak diperlukan jika “isteri/isteri-isterinya tidak mungkin diminta persetujuannya dan tidak dapat menjadi pihak dalam perjanjian”.
Frasa “tidak mungkin diminta persetujuannya” memungkinkan hakim mengabulkan permohonan poligami ketika istri pertama/istri-istri sebelumnya tidak mau menandatangani surat kerelaan dimadu.
Dengan demikian, meski hukum memberi syarat ketat, kebijaksanaan hakim juga berperan dalam pemberian izin poligami.
Dokumenter keluarga poligami di Jawa Barat ini menggambarkan situasi keluarga dengan dua istri.
Data: 80% permohonan poligami dikabulkan
Walau UU Perkawinan Pasal 4 memberi syarat prakondisi poligami yang sulit (istri pertama tidak bisa memenuhi kewajiban sebagai istri, istri sakit atau cacat, istri tidak bisa memberi keturunan), nyatanya sebagian besar permohonan poligami dikabulkan oleh pengadilan agama.
Dikutip dari Hukumonline.com, menurut data Kementerian Agama 2004 dan 2006, 80% dari total permohonan poligami dikabulkan.
Selain itu, jika penerapan izin poligami sesuai UU Perkawinan, yakni dilakukan atas kerelaan istri pertama/istri-istri terdahulu, harusnya poligami tidak membuat angka perceraian naik.
Masalahnya, masih dari Hukumonline, data dari 2004-2006 menunjukkan, angka perceraian karena poligami terus naik.
Poligami tanpa izin istri pertama dan izin negara tetap bisa dilakukan dan tidak ada sanksinya!
Tanpa restu istri dan negara, poligami tetap bisa dilakukan. Caranya dengan menikah agama/menikah siri/menikah bawah tangan. Sejauh ini, tidak ada sanksi hukum terhadap pelaku pernikahan siri maupun pelaku poligami.
Selain itu, pernikahan siri tidak bisa dilaporkan sebagai zina. Bagaimana penjelasan lengkap soal zina, Anda bisa membacanya di sini.
Berkaitan dengan anak, anak yang lahir pernikahan siri disebut sebagai anak di luar perkawinan.
Sejak 2012, MK memutuskan akta lahir anak di luar perkawinan bisa mencantumkan nama ayah. Anak ini juga diakui secara hukum memiliki hak perdata atas ayahnya.
***
Referensi: Pengadilan Agama, Tirto, Hukumonline, Viva
Baca juga:
Pro dan kontra seminar poligami 'Cara Kilat Dapat Istri 4'
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.