3 Fakta Swedia Deklarasikan Pandemi COVID-19 Telah Berakhir di Negaranya

Apa yang membuat pemerintah Swedia deklarasikan pandemi COVID-19 telah berakhir di negaranya?

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Awal Februari 2022 ini, pemerintah Swedia deklarasikan pandemi COVID-19 telah berakhir di negaranya. Mereka pun mencabut hampir seluruh pembatasan yang dilakukan untuk menekan angka penyebaran COVID-19.

Mulai Rabu (9/2), bar dan restoran diizinkan buka hingga pukul 11 malam tanpa batasan pengunjung. Lalu, aturan jumlah pengunjung untuk aula dalam ruangan juga ditiadakan, begitu juga penggunaan kartu vaksin.

"Seperti yang kita tahu, pandemi ini saya nyatakan sudah berakhir," kata Menteri Kesehatan Swedia Lena Hallengren, kepada media Dagens Nyheter, mengutip dari Reuters.

"Saya bisa katakan pandemi ini sudah berakhir. [Penyakit] ini belum berakhir, tapi ada perubahan cepat dan pembatasan sudah selesai," lanjutnya, sembari menambahkan COVID-19 tak lagi diklasifikasikan sebagai ancaman di masyarakat.

Hallengren melanjutkan, dengan deklarasi ini artinya Swedia tak lagi menganggap COVID-19 sebagai bahaya bagi masyarakat. Kendati demikian, para ahli kesehatan banyak mengkritisi kebijakan tersebut.

Artikel terkait: Viral! Pasien COVID-19 Ini Tak Bisa Masuk Bali, Malah Jalan-jalan ke Malang

Fakta-Fakta Swedia Deklarasi Pandemi COVID-19 Berakhir

Berikut beberapa fakta terkait deklarasi Swedia terhadap pandemi COVID-19 dan pendapat ilmuwan mengenai hal tersebut.

1. Dominasi Omicron dan Tes COVID-19 Mahal

Mengutip dari CNN Indonesia, berdasarkan deklarasi tersebut, Swedia mencabut sebagian besar aturan penanganan COVID-19. Seperti tes besar-besaran terhadap warga yang mengalami gejala infeksi virus Corona.

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Kepala Badan Kesehatan Publik Swedia Karin Tegmark Wisell, mengatakan bahwa tes besar-besaran tak lagi relevan, apalagi jika melihat kasus belakangan ini didominasi varian Omicron yang bergejala lebih ringan.

Pada Rabu (9/2), misalnya, Swedia melaporkan 15.490 kasus COVID-19 dengan hanya satu kematian berdasarkan data yang dihimpun Worldometer.

"Kami sudah mencapai titik di mana biaya dan relevansi tes ini tak lagi bisa dibenarkan," ujar Tegmark Wisell kepada stasiun televisi nasional SVT, melansir Associated Press.

Ia kemudian mengambil contoh, "Jika kami menerapkan tes kepada semua yang mengidap COVID-19, berarti biayanya setengah miliar krona [Rp768 miliar] tiap pekan dan 2 miliar krona [Rp3 triliun] sebulan."

Berdasarkan perhitungan ini, pemerintah menetapkan bahwa mulai Rabu (9/2), hanya pekerja medis dan kelompok masyarakat rentan saja yang bakal mendapatkan tes PCR gratis jika mengalami gejala COVID-19.

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Sementara itu, masyarakat lain hanya diminta untuk isolasi mandiri jika mengalami gejala COVID-19. Alat tes antigen sebenarnya masih dapat dibeli di swalayan, tetapi hasilnya tak akan dilaporkan ke pihak berwenang.

Layanan kesehatan swasta juga masih bisa menggelar tes COVID-19 dan memberikan bukti hasilnya bagi pelaku perjalanan internasional. Hanya saja, pemerintah tak akan mengganti biayanya.

Artikel terkait: Kemenkes: Indonesia Resmi Masuk Gelombang Ketiga COVID-19

2. Swedia Deklarasi Pandemi COVID-19 Berakhir karena Angka Vaksinasi Tinggi

Associated Press melaporkan, tingkat vaksinasi COVID-19 Swedia yang tinggi juga membuat para pejabat kesehatan optimistis. Berdasarkan studi yang dirilis pada Selasa (8/2), 85 persen orang di Swedia sudah memiliki antibodi.

Pengajar senior di Universitas Sekolah Medis Exeter di Inggris, Bharat Pankhania, mengatakan bahwa kebanyakan warga Swedia sudah vaksinasi.

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

"Merupakan populasi yang teredukasi dan berpengetahuan. Dengan demikian, populasi yang sudah divaksinasi itu dapat dipercaya untuk mengisolasi mandiri jika mengalami gejala tanpa perlu tes besar-besaran yang tak berguna," ujarnya.

Menurut Pankhania, Swedia dapat menjadi contoh bagi negara-negara lain yang punya kriteria serupa untuk mendeklarasikan pandemi berakhir.

"Swedia sangat memimpin, dan negara-negara lain nantinya akan mengikuti. Kita tak perlu melakukan tes besar-besaran, tapi harus lebih menaruh perhatian pada tempat-tempat sensitif, seperti rumah sakit, panti jompo, dan orang-orang rentan," katanya.

Artikel terkait: Omicron Meningkat, Hindari Perjalanan Ke 22 Negara Risiko Tinggi COVID-19 Ini

3. Ilmuwan Tetap Ingatkan Bahaya

Meski demikian, beberapa rumah sakit di Swedia masih kewalahan. Sebab, masih ada 2.220 orang positif COVID-19 yang membutuhkan perawatan. Jumlah ini hampir setara ketika negara berpopulasi 10,35 juta orang itu menghadapi gelombang ketiga COVID pada musim semi 2021.

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Pencabutan ini juga membuat tes COVID-19 gratis harus berhenti, sehingga masyarakat tak bisa mengetahui jumlah pasti dari kasus infeksi. Langkah pemerintah tersebut mendapatkan kritik dari para ilmuwan. 

"Kita harus lebih sabar, menunggu setidaknya beberapa pekan. Dan kita cukup kaya untuk menjalankan tes," tutur profesor virologi di Universitas Umea, Fredrik Elgh.

"Penyakit ini masih menjadi beban besar di masyarakat," katanya lagi.

Pada Rabu (9/2), Swedia mencatat 114 kasus kematian baru akibat COVID-19. Ini menyebabkan jumlah total korban meninggal akibat terinfeksi virus Corona mencapai 16.182 kasus.

Meski jumlah kematian akibat COVID-19 di Swedia jauh lebih tinggi daripada negara Skandinavia lain, angka ini masih lebih rendah dibandingkan sebagian besar negara Eropa.

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Demikian informasi mengenai Pemerintah Swedia yang deklarasikan bahwa pandemi COVID-19 di negaranya sudah berakhir. Bagaimana pendapat Parents tentang ini?

Baca juga:

id.theasianparent.com/deteksi-covid-19-lewat-suara-batuk

id.theasianparent.com/gejala-khas-omicron

id.theasianparent.com/masa-inkubasi-omicron