Anda pasti sudah tak asing lagi mendengar tulisan tangan R. A. Kartini yang dikumpulkan dalam sebuah buku berjudul Habis Gelap Terbitlah Terang. Kumpulan surat Kartini yang asli kini tersimpan rapi di Museum RA Kartini, Rembang, Bandung.
Buku yang isinya sarat akan pesan dan simbol-simbol perjuangan dalam memperjuangkan hak-hak perempuan itu kemudian bisa dinikmati masyarakat luas setelah disusun ulang dan diterbitkan oleh seorang rekan Kartini di Belanda, Jacques Henri Abendanon.
Berikut ini kisah mengenai kumpulan surat Kartini tersebut.
Surat Kartini Berisi Gagasannya Mengenai Hak-hak Perempuan
Kecintaan Kartini dalam Menulis Surat
Habis Gelap Terbitlah Terang merupakan kumpulan surat-surat Raden Ajeng Kartini kepada sahabat-sahabat penanya yang tinggal di Belanda.
Setelah ia wafat, salah seorang rekannya yang bernama Jacques Henri Abendanon dan menjabat sebagai Menteri Kebudayaan, Agama, dan Kerajinan Hindia Belanda, mengumpulkan kembali semua surat Kartini dari sahabat-sahabatnya itu. Ia menyusunnya dan kemudian membukukannya. Cetakan pertama buku tersebut diterbitkan pada tahun 1911 dalam judul berbahasa Belanda, Door Duisternis Tot Licht.
Kartini terlahir dari keluarga bangsawan. Ia tumbuh tidak seperti anak perempuan pada umumnya di masa itu. Kartini diperbolehkan bersekolah hingga tingkat sekolah dasar (waktu itu dinamanakan Europeesche Lagere School atau ELS).
Ia juga diajarkan berbahasa Belanda dan menulis surat kepada teman-teman korespondensinya di negara kincir angin tersebut. Mereka adalah Estella H Zeehandelaar, Nyonya Ovink-Soer, Nyonya RM Abendanon-Mandri, Tuan Prof Dr GK Anton dan Nyonya, Hilda G de Booij, dan Nyonya van Kol.
Selain menulis surat, Kartini juga senang membaca buku dan majalah-majalah Belanda. Dari situ wawasannya bertambah. Pandangannya mengenai banyak hal, terutama tentang hak-hak perempuan, semakin luas.
Artikel terkait: 5 Fakta RA Kartini, Pejuang Emansipasi Perempuan yang Meninggal di Usia Muda
Kumpulan Surat Kartini Diterbitkan Menjadi Buku
Mengapa surat-surat Kartini itu begitu berharga sehingga dibuatkan buku?
Kartini lebih banyak menulis pandangan dan gagasannya dalam surat-suratnya. Dengan saling berkirim surat dan membaca majalah luar, ia menjadi tahu bagaimana kondisi perempuan di negerinya kemudian membandingkannya dengan perempuan-perempuan yang tinggal di negara lain.
Mungkin pandangan dan gagasannya yang tak biasa inilah –sebagai perempuan pribumi- yang membuat Jacques tertarik untuk mengumpulkan semua surat Kartini yang pernah dikirimkannya kepada para sahabatnya di Eropa, setelah ia wafat.
Terbitan pertama dari buku Kartini yang disusun Jacques dicetak sebanyak 5 kali. Setelah itu di tahun 1922, buku tersebut diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia oleh Empat Saudara dan diterbitkan Balai Pustaka dengan judul Habis Gelap Terbitlah Terang: Boeah Pikiran. Dan oleh Arminj Pane, sastarawan Pujangga Baru, buku tersebut diterbitkan dalam format baru dan dicetak hingga 11 kali.
Artikel terkait: “Buat Saya Hari Kartini Itu Bikin Miris…”
Tersimpan Rapi di Museum RA Kartini
Tulisan asli surat-surat Kartini hingga kini masih tersimpan rapi di Museum RA Kartini yang ada di Rembang, Bandung. Di sebuah pojok ruang museum, surat-suratnya dipamerkan dalam sebuah kotak kaca.
Begitu juga dengan buku terbitan pertama buku Door Duisternis Tot Licht. Buku yang ditulis Kartini dan disusun oleh Jacques itu bersampul kertas tebal berwarna putih. Di atasnya bertuliskan judul buku dan nama Raden Ajeng Kartini dengan cetakan tinta emas. Lalu diikuti motif burung sedang mengepakkan sayapnya. Bukunya sangat tebal, sekitar 10 cm.
Melansir Detik.com, buku tersebut merupakan buku cetakan pertama asli yang berasal dari kumpulan surat Kartini teruntuk sahabat korespondensinya di Belanda. Sama seperti tulisan tangannya, buku ini juga disimpan dalam sebuah kotak kaca.
“Ini buku yang asli, diusahakan agar tidak tersentuh tangan biar terjaga keawetannya. Sekarang sudah berumur seratusan, kan. Tapi juga sudah banyak penulis yang menulis ulang kemudian menjualnya,” kata Nugraeni Saputri, tour guide museum RA Kartini saat disambangi Detik.com.
Artikel terkait: Hari Kartini, Yuni Shara berkebaya dan bagikan sembako, “Dari perempuan untuk perempuan”
Peninggalan Kartini yang Lainnya
Dalam museum tersebut, selain tulisan-tulisan yang terdapat pada buku Habis Gelap Terbitlah Terang, disimpan juga beberapa lembaran surat Kartini lainnya. Tulisan tangan yang dipercaya merupakan tulisan asli RA Kartini semasa hidup itu rencananya hendak dikirimkan Kartini kepada Nyonya Abendanon. Lembaran surat tersebut juga sudah dibuat menjadi sebuah buku.
“Ini kumpulan surat yang di dalamnya berisi cerita. Jadi dulu, Bu Kartini hendak membuat sebuah buku cerita, namun belum sampai selesai, beliau sudah wafat. Dan rencananya, buku ini hendak dikirim ke Nyonya Abendanon,” ujat Nugraeni.
Selain surat dan buku, benda-benda pribadi Kartini juga ada di sini. Seperti tempat penyimpanan surat, kotak stempel surat, dan wadah tinta dengan ornamen kuda berwarna emas di atasnya. Semuanya rapi tersimpan rapi di sana. Dari benda-benda koleksi tersebut bisa terlihat bahwa memang Kartini berasal dari keluarga priyayi.
Itulah sepenggal kisah mengenai surat Kartini yang membuat gagasan dan ide cemerlangnya tetap hidup hingga sekarang meski jiwa raganya telah tiada. Namun gagasannya mengenai hak perempuan tetap menjadi teladan dan inspirasi semua perempuan Indonesia. Selamat Hari Kartini!
Baca juga:
Berhasil Hindari Pernikahan Dini, Sanita Kini Perjuangkan Hak Perempuan Muda di Indonesia
6 Fakta Soal Sunat Anak Perempuan, Hati-hati Bukan Tindakan Medis!