6 Fakta Soal Sunat Anak Perempuan, Hati-hati Bukan Tindakan Medis!
Ramai dibicarakan di media sosial, praktik sunat perempuan sudah tidak direkomendasikan dari segi medis lho, Parents. Cek faktanya di sini!
Jika sunat anak laki-laki wajib hukumnya, bagaimana dengan sunat anak perempuan?
Jika berbicara mengenai budaya atau agama, ada pihak yang mengatakan bahwa sunat bayi perempuan bisa dilakukan.
Namun, jika dilihat dari kacamata medis, sunat untuk perempuan lebih banyak risiko dan bahayanya lho, Parents.
Sunat untuk anak perempuan sampai saat ini masih jadi perdebatan. Biasanya, tindakan sunat ini dilakukan ketika bayi perempuan baru lahir dengan memotong sedikit penutup klitorisnya.
Namun, faktanya, tidak semua bayi perempuan dilahirkan dengan penutup klitoris yang disebut prepusium.
Berbeda dengan khitan pada anak laki-laki, luka dari sunat perempuan sangat kecil dan tidak diperlukan jahitan apa pun.
Prosesnya pun berlangsung sebentar saja dan rasa sakitnya tidak akan bertahan lama. Meski begitu, apakah sunat perempuan diperbolehkan?
Sebelum memutuskan untuk menyunat bayi perempuan Parents, ada baiknya untuk mengetahui beberapa fakta mengenai praktik sunat pada anak perempuan berikut ini.
Artikel Terkait: Pemerintah akan Akhiri Praktik Sunat Perempuan di Indonesia
Fakta Mengenai Praktik Sunat Anak Perempuan
1. Sunat Perempuan Banyak Dilakukan di Negara Mayoritas Muslim
Berdasarkan data dari UNICEF, setidaknya ada 13 juta perempuan di Indonesia yang berusia kurang dari 11 tahun yang pernah menjalankan praktik sunat perempuan.
Sedangkan di seluruh dunia, menurut data dari WHO, ada 200 juta anak di 30 negara yang mengalami sunat perempuan.
Praktik sunat atau khitan pada bayi perempuan ini kerap dilakukan di negara yang penduduknya mayoritas muslim seperti Indonesia, Palestina, Yordania, dan Suriah.
Tak hanya itu, sunat perempuan juga menjadi bagian dari budaya negara seperti Afrika dan Mesir.
Banyak ulama yang berpendapat bahwa sunat perempuan adalah hal yang diwajibkan, tetapi tak sedikit pula yang menentangnya.
Contohnya Mufti Besar dari Al Azhar, Oman Ahmed Al Khalilil mengatakan bahwa sunat perempuan meski tidak wajib tetapi termasuk pelanggaran terhadap hak-hak perempuan.
2. Sunat Perempuan Bukan Tindakan Medis
Seiring dengan perkembangan ilmu kedokteran, Kementerian Kesehatan Indonesia sendiri sudah mengeluarkan Peraturan Menteri Kesehatan No.6 Tahun 2014.
Permenkes tersebut menyatakan bahwa sunat perempuan hingga saat ini tidak termasuk tindakan medis atau kedokteran karena pelaksanaannya tidak berdasarkan indikasi medis.
Hingga saat ini pun masih belum terbukti apakah sunat perempuan memiliki manfaat bagi kesehatan.
Artikel Terkait: Berbagai Hal Tentang Sunat Perempuan
3. Akan Menyebabkan Gangguan Hubungan Seksual di Masa Mendatang
Pemotongan seluruh atau sebagian klitoris pada organ intim perempuan bisa menyebabkan gangguan pada hubungan seksual di masa mendatang.
Perempuan yang disunat dapat mengalami masalah seperti berikut ini:
- Sulit untuk dilakukan penetrasi penis
- Penurunan gairah atau hasrat seksual
- Berkurangnya produksi lubrikasi yang menyebabkan nyeri saat berhubungan seksual
- Berkurang atau tidak adanya orgasme (anorgasmia)
Menurut beberapa kepercayaan dan budaya, sunat perempuan dilakukan agar si perempuan tidak memiliki nafsu seks yang besar dan tidak akan mencari kepuasan lain selain dengan suaminya sendiri kelak.
Padahal, gangguan pada hubungan seksual yang disebabkan sunat perempuan ini juga dapat berpengaruh terhadap hubungan seorang perempuan dengan suaminya sendiri.
4. Risiko Kista, Infeksi, dan Gangguan Kesehatan Reproduksi Lainnya
Sunat perempuan berisiko menyebabkan terbentuknya kista dan abses, serta terjadinya infeksi jika prosedur tidak dilakukan secara steril.
Selain itu, terdapat risiko gangguan kesehatan lainnya seperti gangguan saat berkemih, serta gangguan dalam persalinan seperti robekan pada jalan lahir yang terjadi karena sunat perempuan yang menjahit labia agar lubang vagina lebih kecil (infibulasi).
Sunat perempuan dapat menghilangkan dan merusak jaringan yang ada pada alat kelamin sehingga berisiko mengganggu fungsi alami dari tubuh anak perempuan itu sendiri.
5. Dianggap Membahayakan Nyawa
Mengutip dari laman resmi Ikatan Dokter Indonesia (IDI), sunat perempuan termasuk dalam kategori FMG (Female Genital Cutting/Mutilation) atau mutilasi genital perempuan.
Menurut klasifikasi dari World Health Organization (WHO), tindakan FMG terdiri dari beberapa tipe yakni sebagai berikut.
- Melukai, menusuk, atau menggores klitoris atau prepusium
- Membuang sebagian atau seluruh klitoris
- Membuang seluruh klitoris dan sebagian atau seluruh labia minor
- Memotong seluruh klitoris dan labia minor dan mayor serta menyisakan saluran kemih saja
Prosedur di atas yang dilakukan tanpa indikasi medis dinilai berbahaya dan dapat membahayakan nyawa.
Pasalnya, terdapat banyak pembuluh darah di daerah organ intim perempuan sehingga berisiko terjadinya pendarahan hebat jika dilakukan sunat perempuan
Artikel Terkait: Sunat pada Bayi Perempuan, Haruskah Dilakukan? Ini Penjelasan Dokter
6. Tidak Direkomendasikan
WHO dan Persatuan Dokter Obstetri dan Ginekologi Dunia menyatakan bahwa FMG atau sunat perempuan tidak direkomendasikan karena dikategorikan sebagai praktik medis yang tidak diperlukan dengan risiko komplikasi serius dan mengancam nyawa.
Praktik ini pun sudah dilarang di beberapa negara. Contohnya, Persatuan Dokter Anak Amerika (American Academy of Pediatrics – AAP) melarang seluruh anggotanya untuk melakukan sunat perempuan.
Hanya saja, jika ada indikasi medis atau keadaan tertentu misalnya terdapat selaput pada klitoris, maka pemotongan atau pembukaan selaput tersebut diperbolehkan.
Setelah mengetahui fakta mengenai sunat anak perempuan di atas, bagaimana pandangan Parents terhadap praktik tersebut?
Jika masih tetap ingin melakukan sunat pada bayi perempuan, sebaiknya berkonsultasi terlebih dahulu kepada tenaga medis yang memang kompeten di bidangnya. Semoga informasi ini dapat bermanfaat.
Baca Juga:
Kapan Sebaiknya Sunat atau Khitan Pada Anak Laki-laki Dilakukan?