Stockholm Syndrome, Sikap Korban yang Malah Membela Pelaku Kejahatan

Kenali Stockholm Syndrome di sini

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Sudah dijahatin, kok, malah bersimpati bahkan membela pelaku. Ini aneh tapi nyata! Jika Parents melihat seseorang berperilaku demikian, bisa jadi itu pertanda Stockholm syndrome.

Stockholm syndrome atau sindrom Stockholm adalah respons psikologis pada korban penculikan atau penyanderaan ketika mereka memiliki perasaan positif seperti simpati atau jadi timbul kasih sayang terhadap pelaku.

Kisah tentang sindrom Stockholm salah satunya bisa kita tonton dari serial Netflix berjudul Inventing Anna. Diceritakan, Anna Delvey adalah sosok yang cerdas dan kharismatik.

Dengan kelebihan tersebut, Anna berhasil masuk kalangan sosialita di New York. Namun ia menipu dengan mengaku sebagai orang kaya dari Jerman, kemudian memanipulasi orang-orang di lingkarannya.

Para sosialita yang menjadi sahabat Anna itu, tentu tak menyadari bahwa mereka sedang dimanipulasi. Bahkan ketika perilaku Anna sudah melampaui batas, mereka justru bersimpati dan tetap membela Anna.

Misalnya yaitu ketika Anna gagal bayar hotel di Maroko sebesar $62.000 dan nunggak tagihan kartu kredit perusahaan Rachel selama tiga bulan, yang bikin Rachel terancam di-PHK. Sudah begitu, Rachel tetap berpikiran positif pada Anna.

Nah, sikap dan reaksi positif pada pelaku manipulasi atau aktor kejahatan itulah yang kita sebut sindrom Stockholm. Kisah dalam serial Inventing Anna tersebut hanya sebagai contoh. Tentunya di kehidupan nyata, bentuk kasus sindrom Stockholm bisa lebih beragam.

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Artikel terkait: A-Z Retardasi Mental, Dulu Dikenal Sebagai ‘Keterbelakangan Mental’

Stockholm Syndrome, Sikap Korban yang Membela Pelaku Kejahatan

Terkadang orang-orang yang diculik atau disandera selama beberapa lama bisa memiliki perasaan simpati atau perasaan positif lainnya terhadap si penculik. 

Apalagi jika penculikan terjadi selama berhari-hari, berminggu-minggu, atau bahkan berbulan-bulan. Dalam rentang waktu tersebut, antara pelaku dan korban bisa timbul ikatan karena melakukan kontak dekat.

Seseorang yang memiliki sindrom Stockholm mungkin melahirkan perasaan yang membingungkan bagi pelaku. Perasaan dan sikap positif yang muncul bisa berupa: cinta dan kasih sayang, simpati, empati, bahkan keinginan untuk membela dan melindungi pelaku.

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Selain itu, sindrom Stockholm juga dapat menyebabkan korban mengembangkan sudut pandang negatif terhadap polisi atau siapa pun yang mencoba menyelamatkannya. Uniknya lagi, korban juga bisa membantu membayar pengacara setelah si pelaku ditangkap.

Artikel terkait: Jangan Asal Pilih, Ini 3 Jenis Tes Kesehatan Mental dengan Hasil Akurat

Mengapa Terjadi Stockholm Syndrome?

Istilah sindrom Stockholm pertama kali dikenalkan pada 1973 oleh Nils Bejerot, seorang kriminolog di Stockholm, Swedia. Mengutip WebMD, Bejerot menggunakan istilah itu untuk menjelaskan reaksi tak terduga para sandera serangan bank terhadap penculik mereka.

Mengapa beberapa orang memiliki sindrom Stockholm? Jawabannya, belum diketahui secara pasti. Namun, itu dianggap sebagai mekanisme bertahan hidup. Seorang korban penculikan mungkin menciptakan ikatan ini sebagai cara untuk mengatasi situasi ekstrem dan menakutkan yang sedang dihadapinya.

Beberapa hal yang meningkatkan kemungkinan seseorang memiliki sindrom Stockholm, di antaranya:

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

- Korban berada dalam situasi yang penuh emosi untuk waktu yang lama.
- Korban berada di ruangan bersama penyandera dengan kondisi yang buruk, misalnya tidak punya cukup makanan, ruangan yang tidak nyaman.
- Ketika korban atau sandera bergantung pada penyandera untuk memenuhi kebutuhan dasar.
- Ketika ancaman dari pelaku tidak jadi dilakukan. Misalnya ancaman eksekusi palsu.

Dalam kasus penculikan, korban mungkin mengalami pelecehan dan diancam oleh pelaku. Namun, tetap saja ada interaksi di antara mereka. Jika pelaku menunjukkan sikap yang baik, terlebih berusaha memenuhi kebutuhan dasar korban, sindrom Stockholm alias perasaan positif pada pelaku sangat mungkin untuk muncul.

Sindrom Stockholm dapat pula terjadi pada bentuk hubungan yang lain, bukan hanya antar korban dan pelaku penculikan. Relasi pertemanan, keluarga, dan profesional pun bisa muncul sindrom ini.

Artikel terkait: Penuh Perjuangan, Ini Cerita 7 Artis yang Mengalami Gangguan Mental

Saran Jika Mengalami Sindrom Stockholm

Yang dapat kita lakukan apabila memiliki sindrom Stockholm atau mengenal seseorang yang mungkin mengalaminya, kita dapat melakukan beberapa hal.

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Pertama, cobalah untuk belajar mengenali pola manipulasi yang dilakukan. Terkadang manipulasi bisa sulit untuk diidentifikasi, karenanya gunakan insting untuk mengenalinya.

Kedua, jangan segan untuk membuat batasan diri dan cari teman yang tulus.

Ketiga, konsultasi dengan terapis juga bisa membantu untuk mengetahui mengapa Anda mengembangkan sindrom Stockholm.

Semoga bermanfaat!

***

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

 

Baca juga:

id.theasianparent.com/mental-health-gym

id.theasianparent.com/demi-kesehatan-mental-anak-jangan-lakukan-hal-ini

id.theasianparent.com/chromotherapy-atau-terapi-warna

Penulis

alikarukhan