Kehilangan buah hati adalah mimpi buruk bagi orangtua manapun, apalagi ketika anak masih berusia 1 bulan. Belum banyak kenangan yang bisa disimpan untuk menghadapi hari penuh kegelapan karena kehilangan anak. Sepucuk surat dari ayah yang berduka, menjadi viral di media sosial Facebook.
Greg Hughes, ayah dua anak yang berasal dari Perth, Australia ini, menulis surat yang begitu menyentuh untuk menyemangati dirinya sendiri akibat kehilangan bayinya berusia 1 bulan, 3 tahun lalu. Postingan tersebut mendapat reaksi beragam dari warganet.
Artikel terkait: Bayi baru lahir ini meninggal di pelukan Ayah yang ketiduran
Sepucuk surat dari ayah yang rindu pada mendiang anaknya
Dalam unggahan foto bertanggal 30 Juni 2018, Greg Hughes menulis surat untuk dirinya sendiri di masa 3 tahun lalu. Saat ia kehilangan sang buah hati, yang meluluhlantakkan impiannya untuk melihat si kecil tumbuh dewasa.
Sebuah surat terbuka untuk Aku di tanggal 18 Maret 2015
Bro,
Aku ikut berduka, sungguh. Aku tahu bahwa ucapan ini mungkin tidak ada artinya sekarang. Tapi aku tahu persis bagaimana hancurnya dirimu saat ini, karena aku adalah kamu.
Seminggu sebelumnya, kau masih orang yang sama. Kau hidup dalam kenyamanan, hidupmu sempurna dan menyenangkan. Punya istri, keuangan yang cukup dan keluarga kecil yang sempurna.
Kau bahkan tidak sadar, betapa cepatnya semua itu berubah.
Dari luar, orang hanya melihat bahwa putramu telah tiada. Tapi sebenarnya, kenyataan jauh lebih kejam. Kau kehilangan fondasi terbesar dari eksistensimu di hari detak jantung putramu berhenti.
Beberapa minggu mendatang, orang-orang dan institusi yang kau hargai akan membuatmu kecewa. Semua harta benda yang kau cintai akan menjadi tidak berharga, tempat yang selama ini kau kunjungi akan menyimpan kenangan pahit.
Kau akan diuji dalam berbagai cara yang tak pernah kau bayangkan sebelumnya. Akan ada orang-orang yang membandingkan kehilangan bayimu, dengan kehilangan hewan peliharaan mereka. Dan lebih banyak lagi yang berkata bahwa kau masih bisa punya anak lagi.
Percayalah, kau akan sering menemui situasi di mana kau ingin berlari pergi dari orang-orang yang mencoba bersimpati, tapi malah tidak menghormati kenangan akan anakmu yang telah tiada.
Sepucuk surat dari ayah yang ingin menyemangati dirinya sendiri kala depresi kehilangan anak.
Tiga bulan ke depan, kau akan menjalani pengalaman terberat dalam hidupmu. Satu detik serasa seperti berjam-jam, satu menit terasa seperti berhari-hari.
Istrimu sendiri akan terasa seperti orang asing, walaupun itu bukan salahnya. Dan derita yang dialami putrimu karena kehilangan adiknya, akan menambah beban hatimu, hingga kau akan mencapai titik terendah yang tidak pernah kau bayangkan sebelumnya.
Tapi, kau harus percaya. Meski duka adalah sesuatu yang sangat berat dijalani. Namun, percayalah padaku, itu akan berkurang seiring berjalannya waktu.
Aku harap aku bisa memandumu dalam perjalanan mengarungi kedukaan ini, dengan pengetahuan yang kumiliki sekarang. Tidak mudah untuk memberitahu orang lain, bahwa kau sedang sedih, karena kau harus tetap menjaga emosimu agar tidak nampak.
Sepucuk surat dari ayah yang berduka saat mengingat kepergian buah hatinya.
Tapi percayalah, di antara orang-orang yang membuatmu kecewa, akan hadir orang-orang yang membantumu melewati masa sulit tersebut.
Teman akan berubah menjadi keluarga, rekan kerja menjadi saudara, mereka akan membantumu kembali percaya bahwa rasa kemanusiaan itu masih ada.
Kau ada dalam tahap pertama, perjalanan yang pernah dilewati oleh banyak keluarga tidak beruntung lainnya.
Kau bukan satu-satunya yang merasakan kesakitan ini karena di luar sana ada banyak orangtua lain yang merasakan duka serupa, nestapa yang kau alami, dan mereka menghadapinya dengan cara mereka sendiri.
Pergilah menemui terapis. Berkencanlah dengan istrimu. Dia tidak melakukan kesalahan apapun. Dia juga sedang mengalami derita yang sama, namun tak mampu mengungkapkannya.
Berusahalah untuk saling membantu satu sama lain dalam masa sulit ini. Terapis yang kau temui akan menjadi pemandu untuk melewati perjalanan ini, dan kini mereka akan menjadi sahabat terbaikmu.
Ketika kau merasa ingin menyerah dari semua rasa sakit ini, ingatlah, ada orang-orang yang membutuhkanmu. Keluargamu membutuhkanmu, terutama putrimu, dia jauh lebih membutuhkanmu dari siapapun.
Jadi bangkitlah. Jangan menarik diri dari mereka. Jangan pernah berpikir bahwa alkohol bisa membuat rasa sakitmu berkurang, kau salah. Justru sebaliknya, rasa sakit itu akan bertambah parah.
Komunikasi adalah obat terbaik yang kau butuhkan agar bisa keluar dari zona nyaman. Ketika kau berhasil keluar dari kabut kedukaan, kau akan melihat semua hal secara berbeda.
Kau akan mulai menghargai pelukan selamat pagi bersama kedua putrimu. (Yah, dua putri. Karena kau akan memiliki satu orang lagi putri yang begitu lucu, periang, dan unik).
Anak sulungmu akan menjadi pribadi penuh perhatian, dan sering membuatmu terkesima dengan sifatnya yang penyayang.
Putri bungsumu membuatmu terkesima, dengan jarak yang bisa ia tempuh saat melemparkan barang.
Dan kau akan menghargai semua itu.
Selain itu, pada akhirnya kau juga akan bisa memahami istrimu. Dan kalian akan bisa berkomunikasi dengan lebih baik dari sebelumnya.
Terakhir, aku harus memberitahumu. Kau harus tetap menjalani hidup dengan bahagia, demi putramu yang telah tiada.
Selama 32 hari, hanya tiga puluh dua hari dia merasakan hidup di dunia ini, padahal dia begitu layak hidup lebih lama lagi. Dia adalah korban dari keadaan, di mana dia tidak memiliki pilihan. Dan kau harus berjuang sekuat tenaga untuk menghormati pengorbanannya yang indah.
Dia menjadi motivasi dan tujuan dalam hidupmu.
Bicaralah secara terbuka dan sesering mungkin. Kau akan menemui kedamaian lebih cepat daripada aku.
Salam.
Baca juga:
Surat dari Ayah yang Bekerja di Luar Kota untuk Anak Lelaki yang dirindukannya
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.