Sesaat lagi umat muslim di seluruh dunia akan memasuki bulan Ramadhan. Di bulan suci ini, para umat muslim bersama-sama melaksanakan ibadah puasa selama sebulan penuh hingga hari perayaan Idul Fitri tiba.
Perintah untuk melaksanakan ibadah puasa selama bulan Ramadhan ini hukumnya wajib atau fardu khususnya bagi para umat muslim yang telah dewasa dan sehat jasmani maupun rohani. Namun, tahu kah Parents bagaimana sejarah puasa Ramadhan?
Mengajarkan si kecil untuk lebih mengenal tetang sejarah puasa Ramadhan dan amalan di dalamnya tentu akan memberikan pengetahuan positif mengenai agama Islam. Nah, berikut ini penjelasan mengenai sejarah puasa Ramadhan. Yuk, simak penjelasannya!
Artikel Terkait: 9 Penyebab batalnya puasa Ramadhan, catat ya Parents!
Sejarah Puasa Ramadhan dengan Diturunkan Surat Al-Baqarah
Jauh sebelum adanya perintah untuk melaksanakan puasa Ramadhan, Nabi Muhammad SAW sudah menjalankan puasa 10 Muharram atau puasa Asyura.
Selanjutnya, sejarah puasa Ramadhan mulai disyariatkan pada tahun kedua hijriah. Allah SWT lantas menurunkan surat Al-Baqarah ayat 183-185 yang di dalamnya berisi perintah untuk menunaikan puasa Ramadhan.
Berikut isi dan arti surat Al-Baqarah ayat 183:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.
Setelah Allah menurunkan Al-Baqarah ayat 183, Rasulullah SAW kemudian memberikan pilihan pada sahabatnya untuk mengamalkan puasa Asyura atau tidak mengamalkannya.
“Sungguh, Asyura adalah salah satu hari (milik) Allah. Siapa saja yang ingin berpuasa di dalamnya, silakan berpuasa,” kata Rasulullah SAW. Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim dari sahabat Ibnu Umar.
Hukum Menggauli Istri di Malam Puasa
Melansir dari Suara Merdeka, Guru besar hukum Islam di Mesir, Syekh Muhammad Afifi Al-Baijuri, atau dikenal dengan nama pena Syekh Muhammad Khudari Bek menjelaskan saat tahun pertama perintah Ramadhan. Ia mengimbau dan melarang sahabat untuk mendekat pada istrinya di malam-malam puasa.
Meski begitu, aturan tersebut dirasa terlalu berat oleh para sahabat. Al-Qur’an lantas meringankan kesulitan para sahabat tersebut dan menurunkan Surat Al-Baqarah ayat 187 yang membolehkan mereka untuk menggauli istri di malam ramadhan.
Surat Al-Baqarah ayat 187 berbunyi:
“Dihalalkan bagimu pada malam hari puasa bercampur dengan istrimu. Mereka adalah pakaian bagimu, dan kamu adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwa kamu tidak dapat menahan dirimu sendiri, tetapi Dia menerima tobatmu dan memaafkan kamu.
Maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah bagimu. Makan dan minumlah hingga jelas bagimu (perbedaan) antara benang putih dan benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa sampai (datang) malam.
Tetapi jangan kamu campuri mereka, ketika kamu beriktikaf dalam masjid. Itulah ketentuan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, agar mereka bertakwa.”
Artikel Terkait: Membaca Niat Puasa Ramadan Setelah Subuh, Bagaimana Hukumnya?
Denda Tidak Menjalankan Puasa
Mulanya, Rasulullah SAW memberikan pilihan pada umat Islam untuk memilih mengerjakan atau tidak melaksanakan puasa Ramadhan dengan membayar fidya sebagai denda. Hal ini dijelaskan dalam Surat Al-Baqarah ayat 183-184.
Pada Surat Al-Baqarah ayat 184 dengan jelas tertulis bahwa memberikan pilihan pada umat Islam yang mampu berpuasa untuk berpuasa atau membayar fidyah jika sekiranya ia memiliki beban atau kesulitan tambahan yakni dengan memberikan makan pada fakir miskin setiap harinya.
Berikut bunyi Surat Al-Baqarah ayat 184:
“(Yaitu) beberapa hari tertentu. Maka barangsiapa di antara kamu sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), maka (wajib mengganti) sebanyak hari (yang dia tidak berpuasa itu) pada hari-hari yang lain. Dan bagi orang yang berat menjalankannya, wajib membayar fidyah, yaitu memberi makan orang miskin. Tetapi barangsiapa dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itu lebih baik baginya, dan puasamu itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.”
Walaupun diberikan pilihan, tapi tetaplah melaksanakan ibadah puasa lebih baik daripada membayar fidyah. Terlebih jika memiliki kondisi tubuh yang sehat, bugar, dan tak berhalangan.
Artikel Terkait: Rukun dan Syarat Wajib Puasa Ramadan yang Wajib Diketahui
Hukum Wajib Puasa
Prinsip pemberlakuan hukum secara bertahap merupakan manhaj Al-Qur’an. Dalam tahapan ini, juga dilakukan ketika mewajibkan puasa Ramadhan.
Puasa bukanlah ibadah yang mudah, terlebih bagi masyarakat muslim yang tinggal di negara-negara tertentu dengan intensitas waktu berpuasa lebih panjang karena siang lebih lama daripada malam hari. Namun, kini sudah banyak masyarakat muslim yang terbiasa dengan adanya kewajiban berpuasa Ramadhan.
Oleh karena itu, Al Quran menghapus pilihan fidyah tersebut melalui Surat Al-Baqarah ayat 185:
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَىٰ وَالْفُرْقَانِ ۚ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ ۖ وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ ۗ يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَىٰ مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
Artinya: “(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil).
Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.
Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.”
Oleh karena itu, jika pada sejarah puasa Ramadhan sebelumnya Al-Qur’an memberikan pilihan untuk melaksanakan maupun tidak melaksanakan puasa, kini pilihan tersebut telah berganti. Al-Qur’an mewajibkan puasa Ramadhan untuk umat muslim yang sehat dan mampu.
3 Fase dalam Sejarah Puasa Ramadhan
Sejarah puasa Ramadhan melalui berbagai tahapan mewajibkan puasa Ramadhan. Ada tiga fase yang dilalui seperti yang diriwayatkan hadits Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Jarir, Ibnu Mundzir, Ibnu Hibban, Al-Hakim, dan Al-Baihaqi.
- Fase pertama: kewajiban berpuasa selama 3 hari setiap bulan dan puasa Asyura.
- Fase kedua: kewajiban puasa Ramadhan dengan pilihan berbuka puasa dan denda fidyah bagi mereka yang mampu secara fisik menjalankan puasa. Bagi mereka yang ingin berpuasa maka diperbolehkan, berbuka puasa juga diperbolehkan dan diperbolehkan membayar fidyah.
- Fase ketiga: kewajiban puasa Ramadhan tanpa pilihan fidyah bagi mereka yang mampu secara fisik, jasmani, dan rohani.
Nah, itulah sejarah puasa Ramadhan yang penting untuk diketahui oleh umat muslim agar selalu mengingat kebesaran Allah SWT. Apakah Parent sudah mempersiapkan diri baik secara fisik dan mental untuk menjalakan ibadah puasa pada bulan April 2022 mendatang?
Baca Juga:
6 Pertanyaan Seputar Bayar Utang Puasa Ramadhan
Tingkatkan Kebaikan dengan 12 Amalan Saat Puasa Ramadan Ini!
Ramadhan Tiba Tapi Utang Puasa Belum Dibayar, Bagaimana Hukumnya?
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.