Kuliner menggoyang lidah dan alamnya yang indah nyatanya belum cukup untuk menggambarkan Indonesia. Tak ketinggalan aneka ragam alat musik yang unik, salah satunya sasando. Simak deretan fakta menarik tentang alat musik satu ini yuk!
5 Fakta Menarik Sasando
Bagi yang belum tahu, alat musik sasando adalah alat musik tradisional dari Pulau Rote, Nusa Tenggara Timur. Kepopuleran alat musik ini bahkan berhasil membuat wisatawan mancanegara terpukau.
Jika dilihat sekilas, banyak yang sulit membedakan alat musik ini dengan kecapi atau harpa. Padahal, seluruhnya adalah alat musik yang berbeda.
1. Sejarah Singkat
Sumber: Negeriku Indonesia
Bicara mengenai sejarah, konon terdapat beberapa versi cerita yang membuat sasando terkenal seperti sekarang. Salah satu kisah yang paling terkenal hingga kini adalah kisah cinta pemuda dengan putri raja.
Adalah Sangguana, seorang pemuda yang terdampar di Pulau Ndana yang kemudian jatuh harti dengan paras rupawan seorang putri raja. Mengetahui pemuda itu jatuh cinta dengan putrinya, Raja memberikan syarat. Sangguana harus membuat alat musik yang lain daripada yang lain alias belum ada di masa itu.
Satu malam, Sangguana bermimpi dirinya tengah memainkan alat musik yang bentuknya sangat indah dan suaranya juga merdu. Mimpi inilah yang menginspirasi Sangguana membuat sebuah alat musik, yang kemudian ia berikan kepada Raja.
Raja sangat kagum dengan alat musik tersebut, ia pun takluk dan menikahkan putrinya dengan Sangguana. Secara harfiah, nama Sasando berasal dari bahasa Rote yaitu “Sasandu” yang berarti “bergetar atau berbunyi”.
Alat musik ini sering dimainkan untuk mengiringi nyanyian, syair, tarian tradisional, juga menghibur keluarga yang berduka. Saat ini, Sasando tidak hanya terkenal dan terdapat di daerah Pulau Rote saja, namun juga di daerah lain di Nusa Tenggara Timur seperti Kupang dan daerah lainnya.
Artikel terkait: Meriam Bambu, Mainan Tradisional yang Terinspirasi dari Tentara Portugis
2. Bentuk dan Material
Sumber: Museum Nusantara
Jika ditelaah, alat musik ini memang berwujud unik yang membuatnya berbeda dari alat musik petik lainnya. Terbuat dari bambu, kayu, paku penyangga, senar string, dan daun lontar.
Di bagian utama, terdapat tabung panjang dari bambu khusus. Bagian atas dan bawah dilengkapi tempat sendiri untuk mengatur dan memasang kekencangan senar string.
Pada bagian tengah bambu biasanya diberi senda (penyangga) dimana dawai direntangkan. Senda ini berfungsi mengatur tangga nada dan menghasilkan nada yang berbeda di setiap petikan dawai. Sedangkan wadah untuk resonansi berupa anyaman daun lontar sering disebut haik.
Terdapat alasan tersendiri di balik pemilihan daun lontar sebagai elemen sasando. Lontar menjadi jenis tanaman yang paling mudah ditemukan di Pulau Rote sehingga banyak dipilih masyarakat sebagai bahan bagi sejumlah produk budaya setempat termasuk ti’i langga dan sasando.
Artikel terkait: 11 Cerita Rakyat dari Berbagai Daerah di Indonesia, Mengandung Pesan Moral
3. Jenis
Layaknya alat musik lain, alat musik ini rupanya memiliki jenis berbeda. Menurut perkembangan, terdapat dua jenis sasando yakni tradisional dan elektrik.
Yang tradisional merupakan bentuk Sasando asli dan dimainkan tanpa alat elektronik. Sementara itu, sasando elektrik merupakan jenis yang bisa dimainkan dengan alat elektronik seperti amplifier atau akustik. Biasanya, jenis elektrik dimainkan dalam panggung besar atau pertunjukan modern.
Dilihat dari suara, dibagi menjadi beberapa jenis diantaranya Sasando engkel, dobel, gong dan biola. Engkel memiliki 28 dawai; dobel memiliki 56 atau 84 dawai sehingga memiliki lebih banyak jenis suara. Sedangkan Sasando gong merupakan jenis yang memiliki suara hampir menyerupai suara gong, dengan dilengkapi 7 dan 11 dawai.
Berbeda dengan jenis lain, Sasando biola memiliki suara hampir sama dengan suara biola dengan jumlah dawai variatif yaitu 30, 32, dan 36 dawai. Tentunya penggunaan setiap jenisnya disesuaikan dengan keahlian pemain dan kebutuhan pertunjukan.
Makin cepat tempo nada yang akan dimainkan sasando, maka akan semakin lentur tangan pemain menari memetik dawai-dawainya. Belakangan, jenis biola dengan ruang resonansi lontar ternyata lebih disukai karena suara yang dihasilkan lebih baik dari multipleks.
Sasando berbahan lontar ini pernah diabadikan dalam uang kertas nominal Rp5.000 tahun emisi 1992.
Artikel terkait: Mengenal Sangjit, Tradisi Seserahan ala Tionghoa yang Sarat Makna
4. Cara Memainkannya
Walaupun merupakan alat musik yang dimainkan dengan cara dipetik, tak dinyana sasando memiliki cara yang berbeda dengan alat musik petik kebanyakan. Alat musik ini biasanya dimainkan menggunakan kedua tangan dengan arah yang berlawanan. Tangan kanan berperan memainkan accord, sedangkan tangan kiri sebagai melodi atau bass.
Untuk memainkannya tidak semudah kelihatannya, karena dibutuhkan harmonisasi perasaan dan teknik sehingga menghasilkan nada yang pas dan merdu. Tak hanya itu saja, keterampilan jari dalam memetik sangat diperlukan.
5. Bedanya dengan Kecapi
Seperti diinformasikan sebelumnya, sasando memiliki kesamaan dengan kecapi atau harpa. Tak heran, orang awam yang baru pertama kali melihat akan kesulitan membedakannya. Keduanya memang sama-sama alat musik tradisional, memiliki dawai, dan dimainkan dengan dipetik.
Namun, ada sejumlah perbedaan jika diperhatikan. Sasando berasal dari Nusa Tenggara Timur tepatnya Pulau Rote, sedangkan kecapi berasal dari Tanah Jawa tepatnya daratan Sunda.
Jumlah senar juga berbeda antara dua alat musik ini berdasarkan jenisnya. Untuk kecapi sendiri, terdapat 15 dawai untuk jenis Kecapi Rincik, dan 18 atau 20 dawai untuk jenis Kecapi Indung.
Dari bahan pembuatan, tabung resonansi untuk kecapi terbuat dari kayu sentul. Berbeda dengan pembuatan Sasando yang melibatkan bahan khusus dan bagian untuk fungsi tertentu.
Terakhir, dari cara memetik. Kecapi dimainkan dengan meletakkannya di meja atau lantai, lalu pemain Kecapi akan memetik dawai dengan jari. Sebaliknya, alar musik ini dimainkan dengan dipegang atau didirikan. Pemain akan memangku sambil memegang Sasando di hadapannya baru kemudian memetik dengan jarinya.
Tak ingin lekang dimakan zaman, di Nusa Tenggara Timur sendiri telah banyak bermunculan sanggar kursus alat musik ini. Tak terkecuali lembaga kursus milik keluarga mendiang pemain sasando kawakan asal NTT, Arnoldus Edon. Tidak heran jika banyak pemain sasando profesional bereksperimen memainkan sasando dengan beragam aliran jenis musik seperti jazz, pop, rock, dan lainnya.
Sedemikian indah deretan fakta menaungi alat musik sasando. Semoga informasi ini membuka wawasan dan membuat kita semakin mencintai budaya Indonesia.
Baca juga:
Mengenal Botram, Tradisi Makan Bersama Khas Masyarakat Sunda
Mengenal Kujang, Senjata Tradisional dari Tlatah Pasundan
6 Pakaian Adat Sunda dan Aksesorisnya, Dulu Dibedakan Berdasarkan Status Sosial
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.