Mungkin Bunda banyak sekali mendengar kisah tentang peristiwa anak tenggelam yang beredar di media. Hal ini tidak bisa menjadi renungan orang tua untuk tidak lalai mengawasi anak-anaknya, tetapi juga pentingnya mengetahui tindakan keselamatan ketika memiliki kolam renang atau jenis kolam lainnya di rumah.
Selain aspek keamanan kolam renang, pelajaran yang paling penting bagi kita adalah mengetahui bagaimana melakukan CPR. Jangan berpikir bahwa Anda belum perlu untuk mempelajari hal ini, karena kita tidak akan tahu kapan hal yang buruk bisa terjadi pada kita atau orang terdekat.
Kisah ayah yang hampir kehilangan anaknya ini bisa jadi renungan orang tua
Sebagai seorang ayah, Michael mungkin tidak bisa melupakan kejadian ini seumur hidupnya. Ia hampir kehilangan anaknya yang tenggelam di kolam rumahnya. Ia pun membagikan pengalamannya pada postingan Facebook sebagai renungan orang tua lain. Berikut tulisannya:
“Hari itu terasa menyenangkan bagi saya. Saya menghabiskan beberapa hari terakhir untuk merayakan pesta bujang teman-teman di New Orleans. Saya bersenang-senang dan minum bersama teman-teman. Saya sangat menikmati waktu ini, waktu untuk diri sendiri. Saya pun pulang ke rumah dan akhirnya bersantai di sofa.”
“Putra saya masih terlihat aktif dan ceria seperti biasanya. Ia mengeluarkan puluhan mainannya dan mengajak bermain dengannya. Meski sempat menolaknya beberapa kali, akhirnya saya mencoba menemaninya bermain, walau dengan setengah hati. Namun perhatian saya tetap fokus pada TV, sampai akhirnya ia kehilangan minatnya dan pergi.”
“Istri saya pun sibuk dengan kegiatannya. Keluar masuk rumah, menelepon, dan menangani ini itu. Untungnya dia sempat melewati pintu depan, bukan menuju ke kamar tidur (yang merupakan rencana awalnya). Ia kemudian menuju dapur untuk mencuci tangannya dan saat itulah saya mendengar jeritan yang mengubah sisa hidup saya. “
“Tubuh putraku terbujur kaku di kolam”
“Saya mendengar teriakan, “Michael, Matthew mengambang di kolam!” Istri saya langsung berlari keluar pintu dan menyelam dalam sekejap, tidak berpikir sama sekali untuk berpakaian lengkap atau apa pun sebelumnya. Saat itulah saya melihat anak laki-laki saya sudah membiru dan tidak bernapas.”
“Jantung berdebar kencang. Yang pertama terpikirkan adalah meniupkan udara ke mulutnya, membalikkan tubuhnya dan terus menekan tubuh kecilnya. Saya tidak tahu teknik CPR pada anak. Setiap kali saya menekan tubuhnya, rasanya seperti meremas spons yang penuh air.”
“Pada saat itu, saya bahkan tidak ingin melihat si kecil karena tubuhnya yang masih membiru dan terlihat tidak bernyawa.”
“Saya meminta istriku menelepon 911. Saya berpikir ia sudah meninggal. Saya langsung mengangkat tubuh mungilnya yang tergeletak lemas dan berlari tanpa alas kaki ke mobil secepat yang saya bisa.”
“Rasanya, tubuh saya berputar-putar masuk dan keluar mobil. Dalam hati, aku meminta ampun pada Tuhan atas kelalaianku. Aku memohon pada-Nya untuk memberi saya kesempatan bermain lagi dengan putraku.”
“Saya bahkan berasumsi, setelah ini mungkin istri saya ingin meminta cerai, dan saya berniat bunuh diri karena tidak bisa hidup dengan rasa bersalah. Hal terakhir yang anakku lihat adalah ayahnya yang sedang bersantai dan menolak untuk bermain bersamanya. Padahal, seberapa berat untuk menanggapi anak yang meminta perhatian orangtuanya?” Itulah yang dirasakan ayah ini sebagai renungan orang tua.
“Putraku tidak bernapas”
“Kejadiannya berlangsung pada jam 4 sore, saat si kecil pertama kali ditemukan telah mengambang di kolam halaman belakang. Lalu pukul 4:04 sore istri saya menelepon layanan darurat 911. Ditambah lagi, waktu 4 menit yang kami tempuh untuk sampai ke klinik darurat terdekat.”
“Diduga, anak saya sudah berada di bawah air selama 1 – 4 menit. Ditambah, 4 menit lagi tanpa bernapas dalam perjalanan ke klinik gawat darurat. Namun sebelum kami masuk ke ruang gawat darurat, aku sempat memberi tahu istri untuk mencoba lakukan CPR satu kali lagi dan akhirnya putraku berhasil membuka mata indahnya. Para perawat pun langsung membantu putraku ke kamar tindakan.”
“Sebelumnya, saya pernah mengatakan pada istriku bahwa saya merasa terganggu dan tidak ingin mendengar tangisan atau jeritan anak saya lagi. Namun rasanya jeritan putraku saat ini adalah suara termanis yang pernah saya dengar sepanjang hidup.”
Penantian yang menyiksa
“Akhirnya, mobil ambulans datang ke klinik gawat darurat untuk menjemput putraku. Hanya ada satu orangtua yang bisa ikut dan saya memutuskan untuk kembali ke rumah untuk memungkinkan detektif menyelidiki faktor yang berpotensi menjadi penyebab di TKP. Saya pun meminta tolong pada saudara laki-laki saya untuk mengemudi karena yang bisa saya lakukan hanyalah merenung. “
“Ketika saya masuk ke rumah, saya masih memikirkan apakah anak saya bisa selamat. Saya hanya melihat barang-barangnya di setiap sudut rumah. Truk kecil favoritnya, mainan, dan barang-barang lain yang mungkin tidak akan pernah ia sentuh lagi.”
“Hingga beberapa lama, belum juga ada berita dari mereka. Rasanya seperti di neraka. Saya mulai berkeliaran di sekeliling rumah tanpa tujuan. Saya melihat lantai yang basah. Ada juga sisa jus apel yang ia minum.”
“Sebelum insiden ini terjadi, saya berencana untuk pergi memancing di minggu ini dan bermain poker. Saya memikirkan pekerjaan saya. Tetapi, saat ini tidak ada lagi penting bagi saya. Satu-satunya hal yang saya pedulikan saat ini hanyalah mendatangi anak saya, dan mengetahui apakah ia akan selamat atau tidak.”
Di Memorial Herman Hospital
“Ketika saya akhirnya tiba di rumah sakit, masih belum pasti apakah putra saya selamat atau tidak ketika saya pergi. Saya berpikir, jika anak saya berhasil selamat, saya akan membuat perubahan serius.”
“Saya akan menghabiskan lebih banyak waktu di sekitar anak saya. Saya tidak akan lagi memikirkan pekerjaan sepanjang waktu. Saya TIDAK AKAN PERNAH mengabaikannya lagi.”
“Saat mengetik postingan Facebook ini pada pukul 2:24 pagi dari kamar. Saya senang mengatakan bahwa putra saya masih hidup dan baik-baik saja.”
“Sebelumnya, saya banyak mendengar tentang tragedi ini dan membacanya di akun Facebook. Saya selalu berasumsi bahwa hal itu tidak akan pernah terjadi pada saya. Tapi tragedi itu telah membuka mata saya hari ini, sekaligus menjadi renungan orang tua. Waktu untuk anak-anak sangat singkat. Saya harus menghabiskan lebih banyak waktu yang saya punya sebaik mungkin dan Anda pun perlu seperti itu.”
Semoga kisah ini bisa jadi pelajaran penting untuk orangtua lainnya.
Tips mencegah anak tenggelam
Berikut adalah beberapa tips pencegahan anak tenggelam yang harus diketahui orangtua:
- Buatlah penghalang kolam yang sesuai, digunakan dengan benar, serta dirawat secara teratur.
- Sangat penting untuk mengawasi anak-anak di dalam dan di sekitar kolam air. Hal ini bukan hanya tanggung jawab orangtua, tetapi juga semua orang dewasa yang ada di sekitar.
- Ajarkan pengetahuan dan keterampilan berenang pada anak-anak.
- Pertolongan pertama untuk anak tenggelam adalah CPR. Penting bagi Anda mempelajarinya.
Menurut dokter, insiden yang dialami putra Michael ini ternyata bukanlah satu-satunya kasus yang terjadi malam itu. Ada tiga keluarga lain yang mengalami kasus yang sama dan itu terjadi setiap hari, begitu banyak sehingga tak terhitung. Jika orangtua lebih sadar tentang metode pencegahan tenggelamnya anak, hal ini mungkin akan sangat mengurangi risiko terjadinya kasus ini.
Michael juga mengingatkan sebuah pesan kepada orangtua lainnya, “Kolam renang bisa menjadi sangat berbahaya. Anda semua boleh membagikan kisah saya, saya ingin banyak orang tahu bahwa apa pun bisa terjadi dalam hitungan detik, jika Anda tidak berhati-hati.”
Diharapkan, kisah yang dibagikan Michael ini bisa menjadi renungan orang tua tentang pentingnya mengawasi anak-anak mereka di mana pun berada. Sebisa mungkin, tidak mengabaikan si kecil ya, Bunda!
Baca juga:
Rekaman CCTV Anak Tenggelam Sementara Ibu Bermain Ponsel ini Jadi Peringatan Keras Bagi Para Orangtua
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.