Apakah Parents termasuk orang yang sering menggunakan media sosial? Jika ya, Anda mungkin pernah mendengar istilah quiet quitting dan quiet firing. Pasalnya, kedua istilah ini belakangan menjadi topik perbincangan hangat di media sosial.
Hal tersebut berawal dari sebuah unggahan video oleh pengguna TikTok @zaidleppelin pada Juli 2022 lalu. Entah bagaimana, istilah quiet quitting dan quiet firing akhirnya menjadi tren baru bagi para pekerja yang juga merupakan pengguna TikTok.
“Kamu tidak keluar dari pekerjaanmu. Kamu keluar dari gagasan untuk melampaui di tempat kerja,” kata pemilik akun TikTok @zaidleppelin.
“Anda tetap menjalankan kewajibanmu (dalam bekerja). Tetapi Anda tidak lagi menganut Hustle Culture,” pungkasnya.
Dilansir dari Kompas.com, quiet quitting bertujuan untuk menciptakan keseimbangan antara kehidupan pribadi dengan pekerjaan atau biasa disebut work life balance. Sementara itu, quiet firing disebut-sebut hanya menguntungkan bagi pemberi kerja.
Lantas, apa itu quiet firing dan penyebabnya dalam dunia kerja?
Pengertian Quiet Firing
Seperti dicatat oleh The Washington Post belum lama ini, quiet firing atau pemecatan diam-diam merupakan fenomena di mana si pemberi kerja gagal memenuhi apa pun selain tanggung jawab hukum dasar mereka kepada karyawannya.
Tidak jelas siapa yang menciptakan istilah itu, tetapi banyak orang menduga bahwa seorang pria bernama Randy Miller lah yang menciptakannya. Hal itu berawal karena dia membalas sebuah cuitan tentang quiet quitting atau berhenti diam-diam di Twitter.
“Banyak pembicaraan tentang ‘berhenti diam-diam’, tetapi sangat sedikit pembicaraan tentang ‘pemecatan diam-diam’,” kata Randy Miller.
“ Yaitu, di mana ketika Anda tidak memberikan seseorang kenaikan gaji dalam lima tahun, meskipun Anda terus melakukan semua yang Anda minta kepada mereka,” sambung dia.
Lebih lanjut, pemecatan diam-diam ini juga berarti sebagai tindakan si pemberi kerja yang mengabaikan karyawan secara perlahan, sehingga membuat karyawan tersebut merasa tidak betah dan akan berhenti dengan sendirinya.
Artikel Terkait: 10 Pekerjaan dengan Tugas Mengerikan Tapi Gaji Fantastis di Dunia, Tertarik?
Ciri-ciri Quiet Firing
Masih melansir dari sumber yang sama, seorang ahli rekrutmen yang berbasis di Seattle, Bonnie Dilber berpendapat bahwa apa yang ada di balik keputusan karyawan untuk berhenti bekerja seringkali dapat langsung dikaitkan dengan manajemen yang buruk.
Lewat sebuah unggahan LinkedIn baru-baru ini, Bonnie Dilber menjelaskan bagaimana kurangnya dukungan dan komunikasi dapat menyebabkan orang mengundurkan diri dari pekerjaan. Selain itu, dia juga menjelaskan bahwa pemecatan karyawan secara diam-diam ini bisa dilakukan dengan sejumlah cara.
Seperti misalnya dengan memberi mereka pekerjaan tambahan, tidak memberikan pujian, tidak memberikan kenaikan gaji, ataupun membatalkan janji temu penting yang sudah dijadwalkan dari jauh-jauh hari.
“Anda tidak menerima umpan balik atau pujian, mendapatkan kenaikan gaji tiga persen atau kurang sementara yang lain mendapatkan lebih banyak. Anda sering dibatalkan atau tidak diundang untuk mengerjakan proyek keren atau membuka peluang,” kata Bonnie.
“Juga tidak mendapatkan informasi terbaru yang relevan atau penting untuk pekerjaan. Manajer Anda tidak pernah berbicara kepada Anda tentang lintasan karier Anda ke depannya,” lanjut dia.
Artikel Terkait: Cara Kerja Compound Interest, Keajaiban Dunia Kedelapan dalam Investasi
Dampak dari Quiet Firing
Dia menambahkan bahwa pendekatan ini sering berhasil untuk perusahaan. Hal itu lantaran para karyawan akan memilih mundur dengan sendirinya.
Selain itu, para karyawan yang mengalami fenomena ini perlahan mulai dikeluarkan dari proyek yang sebelumnya sudah diincar dan tidak diperbolehkan untuk mengetahui perkembangan terbaru dari proyek tersebut.
Dengan begini, para karyawan tersebut lambat laun akan merasa kurang kompeten,diabaikan, tidak dihargai, dan kemudian akhirnya memutuskan mengundurkan diri atau resign.
Jika karyawan merasa dirugikan, justru hal yang berbeda dirasakan oleh pihak perusahaan. Bonnie Dilber mengatakan, dengan adanya pemecatan secara diam-diam ini bisa membawa sejumlah manfaat jika dilihat dari sisi perusahaan.
Salah satunya adalah perusahaan tidak perlu lagi memikirkan besaran pesangon yang seharusnya diberikan saat memecat karyawan.
Apa Penyebab Quiet Firing?
Seorang psikolog organisasi dan konsultan bernama Ella Washington mengatakan, banyak pemecatan secara diam-diam terjadi karena sebagian besar atasan tidak jelas tentang apa yang diharapkan dari karyawannya, dalam hal memberikan umpan balik serta membangun hubungan dengan anggota tim mereka.
Hal itu kemudian menyebabkan banyak pemimpin melihat pembinaan bawahan langsung mereka sebagai hal ‘ekstra’ yang harus dilakukan, dan bukan bagian inti dari pekerjaan mereka.
Selain itu, banyak juga para atasan yang tidak merasa siap untuk melakukan percakapan yang sulit dengan karyawan mereka tentang hasil kinerja. Para atasan ini tetap diam dan tidak langsung melaporkan kerugian yang serius.
“Tidak memberikan umpan balik yang tepat dan kesempatan untuk mengoreksi. Itu bukanlah manajemen dan kepemimpinan yang etis,” ujar Ella Washington.
Sementara itu, penelitian terbaru yang dilakukan oleh perusahaan konsultan McKinsey & Co menemukan bahwa kurangnya kesempatan untuk pengembangan dan kemajuan karier adalah alasan utama orang berhenti dari pekerjaan mereka, serta diikuti oleh para pemimpin yang tidak peduli dan tidak memberi inspirasi.
Di tempat lain, Jack Zenger dan Joseph Folkman dari perusahaan konsultan kepemimpinan mempelajari data yang dikumpulkan sejak tahun 2020 pada hampir tiga ribu manajer yang dinilai oleh lebih dari 13 ribu bawahan langsung.
Mereka menyimpulkan bahwa manajer yang efektif perlu membangun kepercayaan dengan karyawan mereka, yang didasarkan pada tiga faktor di antaranya, hubungan positif, saling menghormati, konsistensi dan keahlian.
Artikel Terkait: 11 Soft Skill Terpenting yang Diperlukan Dunia Kerja 2022
Penjelasan Psikolog Soal Fenomena Ini
Seorang psikologi klinis dari Personal Growth yang bernama Nadya Puspita menjelaskan, quiet firing adalah kondisi di mana pihak perusahaan secara sengaja mengabaikan kebutuhan dan tidak memberikan dukungan kepada karyawan, dengan tujuan supaya karyawan yang bersangkutan mengundurkan diri secara sukarela.
Nadya Puspita mengatakan bahwa fenomena ini sangat tidak baik untuk dilakukan. Sebab menurut dia, hubungan perusahaan dan karyawan harus saling menguntungkan kedua belah pihak.
“Kedua hal ini sebaiknya tidak dilakukan, karena antar perusahaan dan karyawan perlu ada keterbukaan,” kata Nadya saat dihubungi tim Kompas.com, Minggu (4/9/2022).
“Dan kesepakatan yang disetujui dan menguntungkan kedua pihak,” sambungnya.
Lebih lanjut, kata Nadya, setiap permasalahan yang terjadi seharusnya dibicarakan dengan terbuka dan saling mendengarkan pendapat setiap pihak untuk menghasilkan keputusan yang win win solution.
Apalagi, dampak dari adanya quiet quitting dan quiet firing dapat mempengaruhi kualitas hasil kerja hingga suasana kerja di dalam perusahaan jadi tidak kondusif dan tidak produktif.
Nah, bagi Parents yang ingin memiliki work life balance, Nadya Puspita menyarankan supaya Anda bisa menentukan mana saja yang jadi prioritas pribadi dan prioritas kerja.
Adapun prioritas pribadi meliputi hobi, menghabiskan waktu dengan keluarga, maupun menghabiskan waktu sendiri alias me time.
Setelah itu, ketahui dengan baik berapa lama dan apa saja yang dibutuhkan untuk melakukan prioritas tersebut. Dan dia mengatakan supayar Anda belajar fleksibel dalam menghadapi berbagai situasi yang terus berubah.
“Dengan demikian, Anda dapat mengatur ulang time management Anda sesuai dengan prioritas,” pungkasnya.
BACA JUGA:
8 Pompa Asi Elektrik Terbaik 2022, Awet dan Praktis untuk Bunda yang Sibuk
5 Tips Olahraga a la Cinta Laura agar Punya Tubuh Six Pack Memukau dan Sehat
Kisah Pilu Naufal, Korban Kecelakaan Bekasi yang Meninggal di Hari Ulang Tahun
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.