Proses anak belajar puasa juga bisa mendewasakan si Kecil dan orangtua, loh. Syaratnya sederhana, tak ambisius pada kesempurnaan.
Berawal di 2020, anak lanang saya yang berusia 5 tahun, mulai belajar puasa. Di luar dugaan, Jordy, berhasil melalui puasanya hingga Magrib, walau tidak setiap hari.
Suatu hari Jordy muntah, karena memaksakan puasa penuh. Untung tidak ada hal yang serius setelahnya. Dari situ, saya mencoba melakukan pendekatan kepada Jordy, dan terbawa hingga sekarang. Bahwa definisi “berhasil puasa” tak melulu harus sampai Magrib, yang penting sudah bersedia mencoba.
Kini di tahun kedua Jordy belajar puasa, usia 6 tahun 9 bulan, saya masih menerapkan lima hal ini, agar ke depannya ia terbiasa melakukan ibadah puasa dari hati.
Artikel terkait: Perjuangan Seorang Ibu, Tak Lelah Mengurus Anak hingga Rumah
Proses dan Tips Agar Anak Berhasil Belajar Puasa dari Hati
1. Kebiasaan Baik, Tidak Dibangun dalam Satu Malam
Kebiasaan baik harus diusahakan dari hari ke hari. Jika dalam perjalanannya tidak sempurna, tidak apa-apa. Maklum. Saat terjadi kesalahan, maka dari kesalahan itu kita bisa belajar banyak hal.
Dimulai dengan latihan bangun sahur. Memberi pengertian, bahwa makan sahur itu penting agar kita punya cadangan tenaga. Langkah pertama, setidaknya dari jam 20.00 posisi Jordy sudah di tempat tidur. Tujuannya, makin awal dia tidur, ritual sahur akan minim drama.
Selanjutnya latihan puasa. Saya bilang ke Jordy, seusia dia, puasa tak diwajibkan lulus sampai Magrib. Bertahap, misalnya buka saat adzan Dzuhur, nanti dilanjutkan hingga Magrib.
Hal tersebut senada dengan keterangan dari Orissa Anggita Rinjani, tim Psikolog Dandelion dalam artikel thAsianparent Indonesia yang berjudul “Melatih Anak Puasa Penuh”.
Orissa mengatakan, “Seperti yang lainnya, saat melatih anak melakukan perubahan-perubahan perilaku yang baik, membangun kebiasaan tentu bukanlah hal yang instan. Sama dengan melatih anak berpuasa, sebenarnya bisa dikenalkan sejak dini. Tapi memang sifatnya tidak wajib dan dipaksakan.”
2. Manfaatkan Alat Bantu
Selain membacakan buku, saya juga mengajak Jordy menonton video dengan tema puasa Ramadan. Salah satunya Youtube Channel Nussa. Biasanya, kalau anak melihat tokoh idolanya melakukan hal baik, dia akan terinspirasi melakukan hal yang sama.
3. Kelola Harapan
Wajar sebagai orangtua punya harapan sama anak. Dalam hal ini, berharap si kecil mampu puasa sampai Magrib. Tapi, harapan sebaiknya dikelola. Jika tidak, kita akan cenderung memaksakan anak wajib berhasil melakukan sesuatu.
Padahal, apa yang Si Kecil usahakan, masih di luar kemampuannya. Akibatnya, kedua pihak berisiko cranky. Yang satu harapannya tidak kesampaian, sementara anak stres karena dipaksa menguasai skill yang di luar kapasitasnya.
Artikel terkait: Menanti Kehadiran Buah Hati Selama 3 Tahun, Ternyata Ini Rasanya Menjadi Ibu
4. Kenali yang Membuat si Kecil Nyaman
“Bunda, hari ini aku mau belajar puasa,” kata Jordy. Sebelumnya dia sudah buka puasa saat Dzuhur. Minum air putih saja, namun tidak mau lanjut makan besar.
Saya pikir, yang penting dia sudah sahur. Masih ada cadangan energi dalam tubuhnya. Toh, dia nyaman dengan caranya, dan ada itikad baik belajar puasa. Itu cukup untuk saya.
5. Apresiasi yang Wajar
Kenapa saya bilang wajar? Karena saya menghindari puasa menjadi ajang transaksional. Padahal tujuan puasa, kelak akan membentuk si Kecil menjadi lelaki muslim yang taat beribadah, karena panggilan hati, bukan ada imbalan materi.
Apresiasi wajar versi saya, berupa pelukan, kalimat pujian dan makanan favorit dia. Misalnya, membuat menu masakan kesukaan Jordy. Terlepas dia berhasil puasa sampai Dzuhur atau Magrib. Saat memberikan makanan favoritnya, barengi dengan ucapan: “Jordy, terima kasih, ya, sudah berusaha mencoba belajar puasa.”
Artikel terkait: Bekerja Sebagai Terapis, Saya Bertemu Banyak Ibu Istimewa yang Dikaruniai Anak Spesial
Setelah melalui proses di atas, saya dan suami juga jadi bisa menyerap pelajaran berharga. Kesuksesan itu tak semata-mata soal hasil yang sempurna, tetapi bagaimana sesama anggota keluarga saling mendukung. Bahkan, saat salah satunya gagal atau membuat kesalahan, kita jadi tak meninggalkan, namun bersedia merangkul. Hingga akhirnya, kami pun sama-sama bertumbuh di bulan Ramadan, menjadi manusia yang kembali Fitri. Amiiin.
Itulah beberapa tips proses belajar puasa yang bisa diterapkan anak berdasarkan pengalaman saya. Kalau Parents sendiri bagaimana?
***
Ditulis oleh Bunda Anita Desyanti.
*Ini merupakan salah satu tulisan terpilih ‘Lomba Cerita Ramadan MomTAP’. Untuk 3 tulisan terbaik, pemenangnya akan diumumkan dalam Festival Ramadan MomTAP 2021.
Baca juga:
Kisah Perjuangan Putra Spesialku, Alami Autisme Tipe Gangguan Perkembangan Pervasif
Anak 5 Tahun Belajar Puasa, Ini 7 Tips Agar Ia Bisa Melaluinya