Kekerasan atau pelecehan seksual bisa menimpa siapa saja. Tanpa memandang usia dan jenis kelamin. Baru-baru ini warganet kembali dihebohkan dengan adanya pengakuan seorang mahasiswa yang terjerat predator seksual fetish kain jarik.
Korban mengungkapkan pengalaman buruknya lewat thread atau utas di media sosial Twitter yang diunggah pada 29 Juli 2020, pukul 4 dini hari. Hingga tulisan ini dibuat, cutitan dalam thread tersebut sudah dibagikan lebih dari 66 ribu kali.
Faktanya, pengalaman yang ceritakan oleh akun @m_fikris yang terjebak oleh modus yang dilakukan oleh predator seksual dengan fetish kain jarik ini justru membuat korban lainnya ikut buka suara.
Punya Fetish Kain Jarik, Predator Seksual Ini Minta Korban Bungkus Dirinya
Fikri ketika dirinya dibungkus. Sumber: Twitter
Adalah Fikri, pemilik akun @m_fikris yang menceritakan pertemuannya dengan seseorang bernama Gilang di Instagram.Fikri mengatakan, awalnya Gilang dengan akun instagram @gilangeizan hanya sekadar mengajukan pertemanan di sosial media.
“Jadi awalnya waktu gue maba (mahasiswa baru) di salah satu PTN di Surabaya (tapi beda PTN sama dia, ya) tahun lalu, dia ngefollow gue di IG dan ninggalin komentar suruh difollback. Nah, ya udah lah, lihat foto IG-nya juga anak PTN di Surabaya, ya aku follback,” papar Fikri yang menceritakan awal mula perkenalannya dengan Gilang.
“Hingga pada Jumat kemaren si anak ini, namanya Gilang, ngechat aku. Dia ngaku dari UNAIR, angkatan 2015. Terus akhirnya nanyain nomer WA ke aku. Sebelum aku kasih aku tanya dong, buat apa? Katanya dia buat riset proyek tulisannya dia,” lanjutnya.
Mengobrol sedikit dengan Gilang, Fikri pada awalnya sama sekali tidak menaruh curiga terhadap mahasiswa UNAIR jurusan Sastra Indonesia itu. Namun Fikri mengaku merasa tidak nyaman dengan sikap Gilang yang terlihat gila hormat dan aneh.
“Selain itu, ketika gue ngasih no WA ke dia, gue kan pake bahasa ‘iku’. Dimarahin, katanya kurang sopan,” tulis Fikri.
Setelah berkomunikasi lebih lanjut lewat Whatsapp, Gilang mengaku kalau dirinya sedang melakukan sebuah riset untuk keperluan akademik. Ia pun meminta tolong Fikri untuk membantunya.
Tangkapan layar percakapan pelaku dan korban. Sumber: Twitter
Fikri menerangkan, saat itu Gilang mengaku sedang melakukan riset bagaimana keadaan emosi dan sifat asli seseorang setelah seluruh tubuhnya terbungkus kain jarik sambil diikat. Ia menjelaskan metode tersebut digunakan untuk terapi dan bertujuan untuk sebuah prosa bergenre psikologi yang sedang ditulisnya.
Setela menerangkan panjang lebar alasannya, Fikri pun setuju untuk membantu Gilang untuk keperluan akademisnya. Gilang pun meminta sejumlah foto dan video model yang dibungkus dan memberikan instruksi via chat.
Karena sulit dilakukan seorang diri, Gilang juga menyuruh Fikri membawa temannya untuk membantu membungkus Fikri dan berjanji untuk tidak menyebarluaskan mengenai risetnya ini. Sebagai tambahan, ia meminta teman Fikri untuk melakukan hal yang sama.
“Di sini juga gue udah kayak diomel-omelin, diatur-atur. Iyain aja lah, dia kan kating (kakak tingkat), takut salah gue,” aku Fikri dalam threadnya tersebut.
Akhirnya, Fikri kemauan Gilang dan memberikan foto dan video kepada Gilang. Akan tetapi teman Fikri yang ikut dalam pembuatan foto tersebut menolak jika dirinya harus dibungkus juga. Sempat adu mulut dengan Gilang karena terlalu menuntut dan tidak sabaran, Fikri pun memutuskan untuk berhenti membantu Gilang karena merasa tidak nyaman.
Fikri merasa dirinya sudah mendapat pelecehan seksual lantaran Gilang juga memanggil-manggil dirinya dengan sebutan sayang. Gilang yang mengaku dirinya biseksual pun sempat merayu-rayu Fikri dalam chat WA tersebut.
“Setelah gue ngobrol sama temen gue, katanya hal-hal kayak pocong (dibungkus jarik) itu adalah fetish/kink gitu lah. Gue dikasih link beritanya, gue kirim ke Gilang dong. Dan sampai gue nulis ini nggak dibales,” lanjutnya.
Fikri berharap dirinya adalah korban terakhir dari Gilang. Ia juga menyatakan bahwa maksudnya membuat thread tersebut agar Gilang bertaubat dan tidak ada korban lain.
“Jujur gue gak rela banget sebagai manusia harga diri gue diinjek-injek, diremehkan. Sedangkan dia enak-enak aja gak dapet balesan dari apa yang dilakukannya,” tutup Fikri.
Banyak Korban dengan Kedok Riset Akademik
Pelaku Gilang (baju putih). Sumber: Instagram Ernest Prakasa
Ternyata tidak cuma Fikri yang mengalami kejadian tersebut. Dalam kolom replies, banyak akun yang juga mengaku sempat dihubungi oleh Gilang dan diminta melakukan hal yang sama dengan dalih untuk kepentingan penelitian.
“Temenku yang di Malang juga hampir mau, terus nolak. Dia maba U* kaget dapet DM diajakin nonton bioskop atau kemana gitu. Terus temenku nanya aku soalnya diancem, aku laporin ke BEM FIB, sama BEMnya dikasihtau hati-hati kalau kontak sama masnya ini soalnya udah banyak korban juga,” ungkap akun @imhappierrrr.
“Saya juga pernah dichat sama Gilang itu. Pesannya sama, untuk keperluan riset, lalu orang tersebut akan dipegang di area tertentu termasuk alat vital untuk dilihat reaksinya. Dia ngirim pesan itu ke beberapa orang,” akun @MethodologistID ikut memberikan cuitan.
Ilustrasi fetish kain jarik
Lain dengan Fikri yang membantu Gilang hanya secara virtual, akun @poocariswit juga bercerita melalui sebuah utas bahwa dirinya pernah bertemu langsung dengan korban dan dibungkus di tempat serta mendapatkan pelecehan seksual secara nyata.
“Aku juga salah satu korban dari pelecehan ini. Jangan terlalu baik juga sama orang, bisa aja dimanfaatin kebaikanmu. Kebaikanku pun bikin aku trauma sampai 8 bulan ini. Bener-bener tidurpun aku sering mimpiin hal itu sampai kebangun,” ungkapnya.
Ada pula akun yang memberikan informasi bahwa sudah melaporkan kasus ini kepada pihak kampus yang bersangkutan yaitu UNAIR. Kasus ini sudah kabarnya dalam proses penanganan oleh pihak Rektorat.
Tanggapan Psikolog Mengenai Perilaku Sang Predator Seksual dengan Fetish Kain Jarik
Ilustrasi predator seksual
Psikolog Lita Widyo turut memberikan sudut pandangnya mengenai kasus yang dialami Fikri ini dari cerita yang telah dibacanya tersebut.
“Dari kronologi panjang yang diceritakan @m_fikris, Gilang (G) melakukan eksploitasi pada orang lain dengan motif tertentu untuk tujuan pribadi. Senioritas dipakai untuk mempengaruhi mahasiswa pemula dengan mengatasnamakan riset ilmiah,” tuturnya.
Menurut Lita, Gilang menempatkan posisinya sebagai senior untuk mengontrol korban dalam ranah pribadinya.
“G banyak excuse (alasan) sehingga korban iba dan kurang nyaman bersikap asertif. Saya bersyukur jika ternyata banyak juga calon korban yang sudah menolak sejak awal.”
Lita juga menjelaskan bahwa setiap riset ilmiah, terlebih yang melibatkan manusia sebagai partisipan yang menimbulkan risiko fisik atau psikis harus wajib lolos prosedur ethical clearance dari tim etik institusi yang menyelenggarakan. Surat pernyataan consent resmi pun harus dibuat jika terjadi hal-hal di luar kendali.
“Jika satu saat kita diminta untuk menjadi partisipan sebuah riset yang memakai perlakuan tertentu, mintalah informed consent. Pelajari baik-baik dan baru diteken. Jika ragu, tolak! Riset ilmiah sangat hormati otonomi partisipan untuk membuat keputusan.
Bahkan undur diri di tengah proses pun diperbolehkan. Berbuat baik itu harus, menolong orang itu bagus, tapi jangan berikan apa yang kita sebenarnya nggak bisa berikan,” tutupnya.
Pentingnya Pendidikan Seks Sejak Dini
Lewat kasus ini, kita sebagai orangtua kembali diingatkan untuk membekali pengetahuan seksual sejak dini kepada anak.
Ajarkan si kecil bahwa tubuhnya adalah milik pribadinya. Artinya, orang lain tidak boleh melihat apa lagi menyentuhnya. Anak-anak pun perlu memahami area mana yang boleh dan tidak boleh disentuh. Pendidikan mengenai bagian tubuh apa saja yang boleh disentuh dan tidak disentuh juga bisa diajarkan kepada anak sebagai salah satu tindakan preventif untuk mencegah pelecehan seksual.
Hal yang tidak kalah penting adalah melatih anak untuk mengatakan tidak untuk hal yang tidak membuatnya nyaman ataupun tidak baik.
Latih si kecil untuk mengatakan ‘tidak’ dengan cara yang tepat dan sopan pada siapa pun, termasuk pada orangtuanya sendiri. Untuk itu, jika si kecil menolak dan berkata tidak pada Parents dengan alasan yang kuat dan logis, hal ini tentu saja perlu direspon dengan baik. Dengan begitu, ia pun perlahan-lahan bisa berani mengatakan tidak jika memang tidak sesuai dengan dirinya.
Faktanya, menjadi sosok yang selalu penurut dan mengiyakan apa yang diminta orang lain tidak selalu baik. Oleh karena itu, latih anak untuk bisa belajar menggunakan logikanya dan berargumentasi saat menolak jika ia diminta untuk melakukan hal yang tidak masuk akal. Terlebih lagi jika menyangkut bagian tubuh pribadi.
Semoga kasus ini ditangani dengan sebaik mungkin dan tidak ada lagi korban predator seksual dengan fetish kain jarik tersebut.
Baca Juga:
7 Jenis penyimpangan seksual yang harus diwaspadai, anak pun bisa jadi korban!
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.