Prank suara kuntilanak pada anak sedang viral di media sosial. Entah siapa yang memulai, para orang tua secara latah mengikuti tren ini. Orang tua mengajak anak mereka membuat video TikTok di depan kamera. Setelah anak dengan antusias mengikuti, mereka justru ditinggalkan di dalam ruangan ketika suara kuntilanak yang menyeramkan berbunyi. Anak-anak pun berteriak ketakutan mendengarnya.
Untuk sebagian orang, konten semacam ini lucu dan menghibur. Namun, ada juga yang menganggap prank suara kuntilanak ke anak bisa berdampak kurang baik bagi mereka. Lantas, bagaimana sudut pandang psikolog?
Prank Suara Kuntilanak Pada Anak Termasuk Tindakan Bully dan Kekerasan
Influencer sekaligus pegiat edukasi parenting Linda Kondou mengungkapkan bahwa ia merasa risih dengan banyaknya video prank suara kuntilanak pada anak kecil di media sosial. Bahkan ada influencer terkenal juga yang juga membuat konten semacam itu. Linda berpendapat hal tersebut salah dan bisa berdampak pada mental anak.
“This is so wrong, kita sebagai orang tua sama saja ngebully anak kecil nggak sih? Ketika prank membahayakan fisik atau mental, itu termasuk bully,” ujar Linda dalam unggahan TikToknya.
Samantha Elsener, penulis dan psikolog anak, juga memiliki pendapat yang serupa. Ia menggolongkan prank video kuntilanak sebagai child abused yang bisa menyebabkan emotional distress pada anak. Anak usia 6 tahun belum bisa berpikir secara abstrak sehingga mereka belum bisa membedakan mana yang konkret dan ilusi.
Anak-anak cenderung meyakini bahwa kuntilanak itu ada dan menakutkan. Mereka pun belum paham arti prank itu sendiri. Sehingga, saat mereka di-prank dengan suara kuntilanak mereka menganggapnya nyata. Ketakutan yang muncul bahkan bisa menimbulkan trauma.
Artikel terkait : 5 Fakta Prank Paket Daging Isi Sampah Ala Youtuber Edo Putra
5 Dampak Prank Suara Kuntilanak Terhadap Fisik dan Mental Anak
Mari Refleksikan, saat orang tua masih kecil, mereka juga merasa ketakutan saat mendengar suara yang menyeramkan.
Begitupun pada yang mereka lakukan saat ngeprank anak dengan suara menyeramkan. Bahkan, menakut-nakuti bisa berdampak terhadap psikologi anak. Apa saja?
1. Prank Suara Kuntilanak Pada Anak Bisa Menyebabkan Emotional Distress
Samantha menyebut menakut-nakuti anak bisa menyebabkan emotional distress. Mengutip Cornell Law School, tekanan emosi merupakan respon emosional terhadap suatu pengalaman yang timbul dari efek atau ingatan terhadap suatu peristiwa. Anak-anak memiliki reaksi yang berbeda terhadap kejadian buruk di lingkungannya. Anak-anak yang berbeda juga akan menunjukkan tanda-tanda kesulitan yang berbeda.
Di beberapa negara orang tua yang melakukan prank terhadap anak hingga menimbulkan Emotional distress sama saja melakukan neglecting atau mengabaikan pengasuhan terhadap anak. Ini bisa dituntut ke pengadilan karena orang tua dinilai tidak bertanggung jawab mengasuh anak secara manusiawi.
Artikel terkait : Ngeprank Pecah Ketuban Hingga Ingin Lahiran, Aksi Jessica Iskandar Tuai Kritikan
2. Menyebabkan Trauma
Suara kuntilanak yang menyeramkan apalagi dalam ruangan sendirian bisa menimbulkan rasa trauma pada anak. Bukan hanya trauma parenting tetapi juga trauma terhadap suara yang menakutkan.
Situasi saat seorang anak dikunci dalam sebuah ruangan sendirian kemudian diperdengarkan suara menyeramkan akan membekas sebagai kenangan menakutkan di alam bawah sadarnya. Hal ini bisa menjadi trauma yang terbawa hingga dewasa.
Dampak jangka pendek mungkin anak jadi takut tidur sendiri atau tidak berani pipis ke kamar mandi sendiri. Atau dia jadi takut dengan hal-hal yang tidak nyata.
Namun, bila rasa cemasnya berlanjut dan ia tidak sanggup mengatasi rasa takutnya, ini bisa mengganggu perkembangan mental anak. Mungkin orang tua perlu melakukan membawa anak untuk berkonsultasi ke psikolog untuk mengatasinya.
3. Anak Sulit Percaya Kepada Orang Tuanya
Orang tua adalah sosok yang paling dipercaya oleh anak. Namun, orang tua justru menghancur kepercayaan tersebut dengan melakukan prank. Selain merasa ketakutan dengan suara kuntilanak, mereka juga merasa ditipu oleh orang yang mereka percaya. Bahkan, orang tua justru memberikan trauma pada anak.
4. Membuat Anak Merasa Diabaikan/ Ditinggalkan Orang Tuanya
Orang tua adalah sosok pelindung dari hal-hal yang menakutkan bagi anak. Seperti dalam video prank, saat anak mendengar suara menyeramkan, otomatis mereka akan menghampiri orang tuanya. Namun, apa yang mereka dapatkan, anak-anak justru ditinggalkan bahkan dikunci dalam kamar.
Sadarkah, anak-anak bisa saja merasa orang tuanya jahat dan mengabaikan mereka. Kekecewaan ini bisa jadi luka yang mungkin tidak semudah itu hilang di hatinya.
Artikel terkait : YouTuber bagikan sembako isi sampah, apa yang bisa dipelajari dari kasus ini?
5. Berbahaya Bagi Fisik
Prank suara kuntilanak kepada anak mungkin terkesan menyenangkan dan dianggap seru oleh sebagian orang. Namun, ini bisa saja membahayakan keselamatan anak. Anak-anak bisa terjatuh, terpeleset, bahkan terjepit pintu saat lari ketakutan mendengar suara seram. Tentu saja orang tua tidak ingin anaknya terluka hanya demi sebuah konten, kan?
Itulah berbagai bahaya menakut-nakuti anak dengan prank suara kuntilanak. Jadi, bagi orang tua yang belum mencoba tren ini, sebaiknya jangan ikut-ikutan. Lagi pula ada banyak hal lebih seru yang bisa dilakukan bersama buah hati.
emotional distress
***
Baca juga :
Hati-hati Jika Sering Ngeprank Anak, Ini Dampaknya bagi Psikologis Si Kecil!