Pola Asuh di Masa Transisi Setelah Pandemi, Dukung Kemampuan Sosial Emosional Anak

Masa transisi setelah pandemi merupakan kesempatan baik untuk mengasah kemampuan sosial dan emosional anak dengan baik.

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Tahukah Parents bahwa tanggal 29 Juni diperingati sebagai Hari Keluarga Nasional? Sebagai orang tua, salah satu peran kita dalam keluarga adalah memastikan anak bertumbuh dan berkembang dengan baik. Apa saja yang bisa dilakukan orang tua, khususnya dalam menerapkan pola asuh di masa transisi setelah pandemi ini?

Pandemi telah berlangsung selama dua tahun dan telah mengubah ritme hidup kita. Tak hanya orang dewasa, anak pun terpaksa harus beradaptasi dengan keadaan.

Sebut saja larangan untuk kontak erat dengan individu lain atau social distancing, larangan mengunjungi tempat umum dengan keramaian, hingga pembelajaran jarak jauh atau PJJ.

Kini keadaan sudah jauh lebih membaik dan aktivitas kita pun berangsung-angsur kembali seperti semula. Namun, Parents akan menghadapi tantangan baru di masa transisi yaitu mendampingi adaptasi si kecil pada kebiasaan baru.

Artikel Terkait: Parenting Lumba-Lumba - Pola Asuh Anak yang Membangun Sikap Positif

Optimalkan Tumbuh Kembang Anak di Masa Transisi dengan Pola Asuh yang Tepat

Sumber: xFrame

Data UNICEF menyebutkan bahwa selama pandemi orang tua mengalami tingkat stres dan depresi yang lebih tinggi, serta menilai pengasuhan anak di rumah saja memiliki risiko tersendiri. Kondisi ini sangat mungkin menghambat kemampuan orang tua untuk mengatasi emosi dan kebutuhan psikologis anak.

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Menurut para ahli, pembatasan fisik dan sosial yang dilakukan selama pandemi dapat berpengaruh pada masalah kesehatan yang memengaruhi emosional, mental, dan perkembangan, terutama pada anak.

Hal ini tentunya harus menjadi perhatian, terutama anak-anak yang sedang dalam masa emas atau golden age, usia di mana mereka berkembang dengan sangat cepat.

Kini kita telah memasuki masa transisi yaitu peralihan di mana orang tua dan anak sudah mulai kembali beraktivitas seperti sebelum pandemi, tetapi dengan batasan. Di masa ini kita bisa lebih banyak berinteraksi dengan lingkungan sosial dibandingkan pada masa awal pandemi.

Tentunya, peran keluarga dan orang tua sangat dibutuhkan agar anak dapat beradaptasi akan perubahan-perubahan yang akan dialaminya.

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

“Momen transisi menjadi kesempatan baik untuk mengasah dan mengoptimalkan tumbuh kembang anak, utamanya dalam perkembangan sosial emosionalnya. Anak usia dini pada dasarnya rentan karena mereka bergantung pada orang dewasa untuk memenuhi kebutuhan paling dasarnya,” ungkap Arif Mujahidin, Corporate Communications Director Danone Indonesia, dalam acara webinar bertajuk 'Kiat Keluarga Indonesia Optimalkan Tumbuh Kembang Anak di Masa Transisi'.

Artikel Terkait: Kenali Intuitive Parenting, Pola Asuh yang Bikin Orangtua Lebih Peka kepada Anak

Aspek Sosial Emosional yang Tak Boleh Luput dari Perhatian

Sumber: xFrame

Menurut dokter spesialis tumbuh kembang anak, Dr. dr. Bernie Endyarni Medise, Sp.A (K), MPH, ada tiga hal yang berpengaruh secara signifikan terhadap tumbuh kembang anak. Tiga hal tersebut adalah kecerdasan otak, sistem pencernaan yang sehat, dan kemampuan sosial serta emosional.

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

dr. Bermine menjelaskan bahwa aspek sosial dan emosional pertumbuhan sangat penting dan tak boleh luput dari perhatian. Oleh karena itu, orang tua diharapkan memiliki pemahaman yang baik mengenai perkembangan sosial emosional anak khususnya di masa transisi pascapandemi saat ini.

“Bagi anak-anak, kebingungan menghadapi perubahan ruang dan rutinitas baru saat kembali menjalani kehidupan dan interaksi sosial dapat meningkatkan masalah sosial-emosional yang dampaknya bisa berbeda tergantung dengan usia anak dan dukungan dari lingkungannya. Gangguan perkembangan emosi dan sosial dapat memengaruhi terjadinya masalah kesehatan di masa dewasa, seperti gangguan kognitif, depresi, dan potensi penyakit tidak menular," paparnya.

Untuk mendukung hal ini, orang tua perlu memberikan stimulasi, nutrisi, dan pola asuh yang tepat.

Founder Joyful Parenting 101 Cici Desri juga bercerita bahwa setelah menjalani pandemi selama dua tahun, kini tantangan si kecil untuk kembali bersosialisasi tidak mudah.

“Proses adaptasi pun tidak selalu berjalan dengan mudah, mulai dari kekagetan si kecil yang bertemu dengan banyak orang baru, beraktivitas dan berinteraksi dengan banyak orang membuat si kecil kadang juga menjadi frustasi. Menghadapi hal tersebut, saya dan suami mengambil bagian dalam pengasuhan dan memperkuat keterlibatan dengan si kecil terlebih pada fase transisi saat ini,” ungkapnya.

Seperti Apa Pola Asuh yang Tepat?

Sumber: xFrame

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Direktur Bina Keluarga Balita dan Anak, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), dr. Irma Ardiana, MAPS mengatakan bahwa gaya pengasuhan orang tua dapat memengaruhi perkembangan kognitif, emosional, dan sosial anak. Tentunya ini pun harus dilakukan baik oleh pihak Ayah dan Bunda bersama-sama.

“Pengasuhan bersama antara ayah dan ibu menawarkan cinta, penerimaan, penghargaan, dorongan, dan bimbingan kepada anak-anak mereka. Peran orang tua yang tepat dalam memberikan dorongan, dukungan, nutrisi, dan akses ke aktivitas untuk membantu anak memenuhi milestone aspek perkembangan merupakan hal yang penting."

dr. Irma juga menambahkan bahwa hal ini secara tidak langsung berkaitan dengan program negara untuk memberantas stunting.

"Dalam konteks percepatan penurunan stunting, pengasuhan 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) menjadi sangat penting untuk memastikan kebutuhan nutrisi dan psikososial sejak janin sampai dengan anak usia 23 bulan," lanjutnya.

Berdasarkan pemaparan dari dr. Bernie, ada beberapa hal yang dapat Parents terapkan untuk mengasah kemampuan sosial dan emosional dengan baik. Berikut adalah tipsnya.

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Artikel Terkait: 3 Pola Asuh Ini Bisa Sebabkan Anak Depresi, Parents Sering Melakukannya?

1. Melibatkan Anak dalam Keluarga

Anak-anak suka meniru orang tuanya, sehingga melibatkan mereka dalam kehidupan keluarga adalah hal yang baik. Biarkan anak terlibat dalam pengambilan keputusan keluarga, dengan pendapat dan suaranya. Berikan anak tugas-tugas sehari-hari sesuai dengan usianya.

Hal ini dapat membantu menumbuhkan kepercayaan diri dan kemandirian anak. Dalam hal ini, orang tua juga perlu berperan sebagai role model anak. Tunjukkan kepadanya secara langsung cara-cara untuk berkehidupan dan biarkan ia belajar langsung dari orang tuanya sendiri.

2. Stimulasi Rasa Ingin Tahu Anak

Parents dapat membantu anak untuk mengembangkan wawasannya dan menstimulasi rasa ingin tahunya. Biarkan ia bereksplorasi dan mengetahui bagaimana kehidupan bekerja, mulai dari lingkungan yang terdekat terlebih dahulu.

dr. Bernie menambahkan bahwa stimulasi bukanlah cara untuk mempercepat perkembangan kemampuan anak, tetapi untuk mengenali dan mendorong anak mencapai potensi kemampuannya masing-masing secara individual.

"Prinsip pelaksanaan stimulasi adalah untuk merangsang semua fungsi dan kemampuan anak agar berkembang optimal, dan harus dilakukan secara dua arah," lanjutnya.

Tak hanya itu, doronglah anak untuk selalu melakukan hal yang baik kepada orang lain, sekaligus mengasah empatinya.

3. Dukung Anak Mengutarakan Perasaannya

Bantu anak untuk mengenali perasaannya sendiri sejak dini. Cara yang paling sederhana adalah berbicara dan bercerita kepadanya mengenai apa yang dirasakan dan dialami. Baik perasaan yang baik maupun yang buruk, validasi emosinya dan berikan arahan sesuai dengan value yang dipercaya oleh keluarga.

***
Apakah Parents sudah siap menghadapi masa transisi dan menerapkan pola asuh di masa transisi setelah pandemi? Meski memerlukan proses adaptasi, masa-masa ini adalah momen yang tepat untuk mengoptimalkan tumbuh kembang anak termasuk kemampuan sosial emosionalnya.

Baca Juga: