Saat mendengar kata personal boundaries, apa yang terlintas di benak Parents?
Yups, biasanya yang terlintas adalah garis pembatas antara diri kita dan orang lain. Menurut Stephanie Dowd, PsyD, seorang psikolog klinis, boundaries pada dasarnya adalah tentang memahami dan menghormati kebutuhan kita sendiri, serta menghormati dan memahami kebutuhan orang lain.
Boundaries pertama yang orangtua berikan pada anak biasanya adalah physical boundaries (physical safety), seperti “No.. no.. tidak dipegang ya, ini panas!”, “Tidak berlarian, pegang tangan Mama/Papa ketika berjalan di luar rumah!” dll. Orangtua akan terus-menerus mengingatkan anak, hingga mereka belajar bahwa hal tersebut tidak boleh dilakukan karena membahayakan.
Seiring bertambah usia, menetapkan boundaries akan menjadi hal yang menantang bagi orangtua. Saat berusia toddler, anak mulai tertarik untuk menguji penerapan boundaries yang dibuat oleh orangtua.
Pada buku “Boundaries with Kids” yang ditulis oleh Dr. Hendry Cloud & Dr. John Townsend, boundaries disebutkan sebagai preventive medicine untuk mengendalikan perilaku anak. Anak akan merasa aman apabila mereka memiliki boundaries yang jelas.
Ketika orangtua tidak memberikan boundaries yang jelas, maka anak yang akan memegang kendali. Boundaries dapat menciptakan rasa aman, terutama bila ditegakkan dengan konsisten.
Orangtua dapat mulai memberikan pemahaman terkait boundaries saat anak berusia 12 bulan. Pada usia ini, anak mulai mengembangkan kemampuan pemahaman dan bahasa. Secara bertahap, anak akan mengetahui apa yang diharapkan dan diterima oleh lingkungan.
Cara Mengajarkan Personal Boundaries pada Anak
- Connection before correction!
Sebelum kita menetapkan boundaries atau mengoreksi perilaku anak, alangkah baiknya jika kita memastika terlebih dahulu bahwa hubungan kedekatan yang terjalin dengan anak sudah optimal. Orangtua sebaiknya menyediakan waktu berkualitas bersama anak, mendengarkan, dan memvalidasi perasaan anak. Dengan demikian, mereka akan merasa dipahami.
- Berkomunikasi sesuai usia anak.
Ketika berkomunikasi dengan anak, upayakan untuk selalu berada sejajar dengan mereka (eye-level). Sampaikan boundaries dengan singkat, jelas, dan konkret yang sesuai dengan usia anak. Jika anak masih berusia kurang kurang dari 3 tahun, coba untuk berikan boundaries satu-persatu. Ingat! Selalu gunakan intonasi yang tenang ketika berkomunikasi dengan anak.
- Fokuslah pada boundaries utama.
Orangtua dapat memilih boundaries utama yang ingin diajarkan pada anak, seperti “Mengucapkan tolong ketika meminta bantuan orang lain.”, “Mengucapkan terima kasih ketika menerima bantuan dari orang lain.”, “Membereskan mainan sendiri.” Atau “Menggenggam tangan Mama/Papa ketika berjalan di luar rumah.” Jika anak sudah mahir, orangtua dapat menambahkan boundaries lain. Ketika membuat boundaries tentu saja harus disesuaikan dengan usia anak ya, Parents!
- Mengajarkan Personal Boundaries Butuh Waktu yang Panjang
Yes, It’s a long battle! Orangtua harus menyesuaikan harapan terhadap anak. Dalam mempelajari boundaries, anak membutuhkan waktu dan pengulangan. Ketika orang tua mulai merasa kewalahan menghadapi anak yang terus-menerus melanggar boundaries, coba untuk menenangkan diri atau me-time dulu! Setelah tenang, orang tua dapat mengingatkan kembali boundaries yang sudah disepakati pada anak.
Ditulis oleh:
Rizqina P. Ardiwijaya., M. Psi., Psikolog dari Ruang Mekar Azlia. Sebuah pusat tumbuh kembang keluarga dan individu. Kami melayani konsultasi psikologi, psikotes, dan terapi psikologis.
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.