Jadi Ibu Bekerja, Ini Perjuanganku Hamil Hingga Memiliki Seorang Putri
"Tak mudah memang, namun semua lelah terbayar saat berjumpa dengan putri kecilku...."
Halo, Parents, saya adalah seorang karyawan. Saat berusia 25 tahun, saya mengandung anak pertama. Berkat kebaikan Tuhan, Ia menganugerahkan kehamilan kepada saya. Sebagai karyawan, tentunya ada begitu banyak perjuangan yang harus dilalui ketika memiliki anak saat bekerja. Dan inilah kisah kehamilan dan melahirkanku yang penuh tantangan.
Kisah Perjuangan Memiliki Anak Saat Bekerja
Kisah Kehamilanku yang Penuh Drama
Pada trimester pertama, saya mengalami morning sickness yang sedikit berat. Bahkan tidak hanya di pagi hari, saya mengalami mual dan muntah setelah makan di sore hari. Bagi saya seorang karyawan yang harus siap masuk pagi, ini menjadi tantangan tersendiri. Tapi berkat dukungan dari suami saya mampu melewatinya dengan baik.
Menginjak trimester kedua, tanpa saya duga, kegiatan di kantor sangat padat. Saya harus terlibat dalam setiap kegiatan yang dilaksanakan. Selain itu, ternyata saya juga harus ikut serta dalam kegiatan ke luar kota selama beberapa hari.
Kaki pun menjadi semakin bengkak karena melakukan aktivitas yang berlebih. Bahkan ketika saya sedang periksa, seringkali saya mendapat teguran karena detak jantung si kecil yang terlampau cepat dari kondisi normal.
Pada trimester terakhir, ternyata posisi si kecil masih belum masuk panggul. Padahal, waktu itu sudah menginjak minggu ke-37. Ada sedikit perasaan khawatir dalam diri saya.
Berbagai usaha coba saya lakukan seperti senam ibu hamil, jalan di tempat yang menanjak, sampai naik-turun tangga. Tapi sepertinya belum membuahkan hasil yang diharapkan.
Tapi saya tidak putus asa. Berkat dukungan penuh dari suami, saya terus berdoa semoga saya dapat melahirkan secara normal dan sehat ibu dan bayi.
Artikel Terkait: Perjuangan Memiliki Anak Ketiga, Didiagnosis ISK hingga Sakit Ginjal saat Hamil
Hari Kelahiran pun Tiba….
Memasuki H-5 HPL (Hari Perkiraan Lahir) sekitar jam 11 malam perut saya mengalami sakit yang luar biasa. Ternyata itu adalah sakit karena kontrakasi. Suami segera membawa saya ke bidan terdekat.
Ternyata sudah pembukaan 2. Kemudian, kami pulang lagi dan menyiapkan beberapa keperluan bayi.
Semakin siang, kontraksi semakin sering terjadi. Namun, masih tidak stabil. Kadang berkali-kali dengan jeda waktu yang singkat, tapi kadang hilang kembali dengan selang waktu beberapa menit.
Tepat jam 7 malam, kontrakasi sudah semakin sering dan terasa lebih sakit dari sebelumnya. Akhirnya, suami membawa saya ke bidan lagi untuk mengetahui kondisi terakhir.
Kini sudah memasuki pembukaan 8. Lega dalam hati , pikir saya perjuangan ini akan segera dimulai. Namun, bidan menyampaikan hal di luar dugaan saya.
Ternyata hingga pembukaan ke 8, posisi si kecil belum masuk ke dalam panggul. Bahkan janin dalam posisi brow or face yaitu bagian alis bayi yang merupakan bagian yang pertama kali memasuki jalan lahir dengan kepala serta leher yang mendongak. Sedangkan untuk posisi normalnya, harusnya kepala bayi meringkuk dengan dagu menempel pada dada.
Keadaan tersebut cukup membuat saya merasa cemas. Setelah 2 jam observasi, pembukaan juga tidak kunjung bertambah. Berhenti di pembukaan ke 8.
Aku pun Disarankan Melahirkan Sesar
Akhirnya, saya dirujuk ke klinik terdekat untuk dilakukan tindakan. Setibanya di sana, kebetulan sekali dokter sedang berada di tempat. Akhirnya setelah dilakukan beberapa kali pengecekkan, saya dibawa masuk ke ruang operasi untuk melakukan C-Section.
Karena sebelumnya saya tidak pernah masuk ke ruang operasi, tekanan darah saya langsung naik menjadi 130. Rasa takut, cemas, khawatir sangat menyelimuti hati saya.
Bahkan ketika berpamitan dengan suami, saya tidak kuasa untuk membendung air mata. Kali pertama saya merasakan rasa yang benar-benar tidak dapat diungkapkan dengan kata.
Artikel Terkait: “Perjuangan Hamil dan Melahirkan Versi Aku, Si Penderita Penyakit Takikardia”
Ia Lahir dengan Selamat…
Hanya beberapa menit saja, malaikat kecil saya terlahir ke dunia. Masya Allah… suara tangisnya menghilangkan semua rasa yang melemahkan saya beberapa saat lalu.
Dengan kondisi ketuban yang sudah mulai menghijau, Alhamdulillah putri saya terlahir dengan keadaan yang sangat baik. Ketika sudah kembali ke ruang perawatan, suami membesarkan hati saya. Bahwa melahirkan secara normal atau caesar, saya tetaplah seorang ibu.
Saya menangis mendengar ucapan suami. Karena memang dari awal saya sangat menginkan dan mengupayakan untuk bisa melahirkan secara normal.
Tapi mungkin rencana Tuhan jauh lebih baik untuk keselamatan saya dan putri kecil saya. Akhirnya, secara perlahan saya bisa menerima bahwa saya tetaplah ibu untuk anak saya meski saya melahirkan secara normal. Ucapan suami saya mampu menjadi penguat ketika orang-orang di sekeliling saya kurang bisa menerima persalinan secara caesar.
Perjuangan Setelah Melahirkan pun Dimulai
Perjuangan keluarga kecil kami dimulai saat si kecil lahir menemani hari-hari. Kami yang tinggal di perantauan hanya bertiga saja harus benar-benar bisa beradaptasi dengan baik dan cepat dengan keadaan.
Pasca melahirkan, saya hanya mendapatkan cuti selama 40 hari saja. Ini keadaan yang membuat saya harus bisa merelakan si kecil untuk mulai dititipkan di usia 40 hari.
Bukan hal yang mudah tentunya, ini sangat dilematis bagi saya. Sempat terpikirkan untuk resign dari tempat kerja. Namun, banyak sekali pertimbangan yang mengharuskan saya untuk tetap bertahan pada pekerjaan saya.
Hari pertama menitipkan si kecil di sekolahnya, kami dengan penuh kerepotan berusaha untuk bisa tepat waktu. Setelah sampai di tempat sekolah ternyata sekolah sedang libur awal puasa.
Kami sangat kecewa, karena pihak sekolah tidak memberikan informasi kepada kami. Waktu itu kami sangat bingung harus membawa si kecil ke mana, karena kami harus sama-sama masuk pagi.
Kemudian kami teringat bahwa kami punya teman di perumahan sebelah yang mamanya sedang tidak ada kesibukan apapun. Akhirnya, kami memutuskan untuk menitipkan si kecil pada mama teman kami.
Artikel Terkait: Hasil Riset: Ibu Bekerja Berkesempatan Memiliki Putri yang Lebih Sukses
Perjuangan Memiliki Anak Saat Bekerja: Tak Tega Namun Akhirnya Terbiasa
Hari pertama kerja saya mengalami perasaan yang tidak karuan. Rasanya ingin sekali saya kembali pulang dan bertemu dengan si kecil.
Sepanjang hari di kantor saya ingin menangis setiap ingat dengan si kecil. Di sela-sela waktu istirahat, saya menyempatkan untuk pumping ASI. Karena meski bekerja, saya berupaya untuk bisa memberikan ASI eksklusif si kecil sampai usia 6 bulan.
Jadi saya setiap malam, pagi, dan siang hari saya pumping ASI untuk menyetok ASIP bagi si kecil. Sore harinya saya menjemput si kecil.
MasyaAllah si kecil begitu pintar di tempat mama teman saya. Tidak rewel sama sekali dan bahkan hanya tidur seharian.
Saya sangat bersyukur mempunyai seorang putri kecil yang sudah bisa berjuang bersama semenjak dia masih kecil. Tuhan Maha Baik melimpahkan rahmat-Nya kepada keluarga kami.
Itulah kisah perjuanganku memiliki anak saat bekerja. Semoga bisa dipetik sedikit makna dari cerita ini, ya, Parents.
****
Kisah ini ditulis oleh Bunda Aning Ayu Mustikawati
Baca Juga:
Meski Asa Tak Sampai, Perjuanganku Jadi Ibu Kini Berbuah Manis
Alami Baby Blues hingga Konflik Keluarga, Inilah Perjuanganku Sebagai Ibu!
Inilah 3 Karakter Orangtua yang Bisa Membawa Anak Menjadi Sukses