Dikira DBD, Bupati Bekasi Dirawat karena COVID-19, Bagaimana Cara Membedakannya?

Kasus COVID-19 makin melonjak, beberapa ada yang tak terdeteksi karena gejalanya mirip DBD. Simak perbedaan DBD dan COVID untuk mengetahui gejala serta penanganan yang tepat.

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Bupati Bekasi Eka Supria Atmaja dikabarkan tengah menjalani perawatan intensif di ruang ICU RS Siloam setelah mengalami penurunan saturasi setelah terpapar COVID-19. Dirawat karena COVID-19 setelah didiagnosa DBD. Apa perbedaan DBD dan COVID-19 serta bagaimana cara membedakan keduanya?

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Bekasi, dr. Sri Eni, membenarkan Bupati Bekasi Eka Supria Atmaja dirawat di ICU RS Siloam.

Selain trombosit dan saturasi yang menurun, tes antigen dan pemeriksaan PCR didapatkan bahwa Bupati Bekasi terkonfirmasi hasilnya positif corona .

"Diagnosa awal pertama demam berdarah, trombositnya turun hasil labnya, demam. Dikira awalnya demam berdarah. Terus dokter cek antigen hasilnya konfirmasi positif garisnya, kita PCR, PCR-nya kemaren positif tapi CTnya sudah mulai naik sudah 34 kemaren itu. Memang-kan ada komorbit riwayat sakit lamanya itu," kata pada Minggu, 4 Juli 2021.

Lebih lanjut, Eni memaparkan, kondisi jantung Bupati masih stabil, tekanan darah normal, dan denyut jantung normal. Selain itu, Eni juga mengungkapkan, Bupati masih enak makan dan tidak ada keluhan.

"Gak ada keluhan penciuman, cuma mual, pusing kemarin kaya kesan demam berdarah aja. Jumat kemaren itu baru muncul batuk," ungkapnya.

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Meski begitu, Eni khawatir karena saturasi kadar oksigen dalam darah terus turun dan perlu penanganan lebih lanjut di ruang ICU.

Artikel terkait: Bayi lebih rentan terkena DBD, kenali gejala dan cara mencegahnya berikut ini!

"Kami berkoordinasi semuanya ikut turun men-support, dapatnya (ICU) di RS Siloam. Karena di Kabupaten Bekasi penuh semua. Dari kemaren kita cari rumah sakit yang ada ICU karena Bapak ada Komorbid sampai tadi pagi dapat informasi RS Siloam bisa ICU-nya," jelasnya.

Banyak kasus COVID-19 terdeteksi setelah pasien mengalami demam tinggi, salah satunya disebabkan penyakit demam berdarah dengue (DBD). Pasalnya, COVID-19 memiliki beberapa gejala yang mirip, termasuk demam. 

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Meski sama-sama menunjukkan gejala demam, sebetulnya pola keduanya berbeda. Lantas, mengapa banyak pasien didiagnosa COVID-19 setelah sebelumnya DBD dan bagaimana cara membedakan kedua penyakit ini? 

Artikel terkait: Mirip tapi tidak sama! Ini perbedaan gejala covid-19, flu, dan pilek

Mengapa Banyak Pasien Positif COVID-19 Setelah Didiagnosa DBD?

Baik DBD atau virus corona sama-sama menyebabkan pengidapnya mengalami demam di awal paparan infeksi virus. Namun, sebaiknya kenali beberapa perbedaan lain dari gejala DBD maupun virus corona agar segera mendapatkan penanganan.

Sama-sama jenis penyakit berbahaya yang tidak dapat disepelekan, maka penting sekali untuk mengenali perbedaan gejala dari DBD dan COVID-19. 

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Penyakit demam berdarah terjadi ketika seseorang mengalami paparan infeksi virus dengue yang dibawa melalui gigitan nyamuk aedes aegypti dan aedes albopictus

DBD dapat menyebabkan pembuluh darah mengalami kerusakan, dan kebocoran. Kerusakan dan kebocoran pada pembuluh darah menyebabkan penurunan kadar trombosit. 

Artikel terkait: Ini Perbedaan Gejala COVID-19 dan Flu Pada Anak Menurut Ahli, Parents Wajib Tahu!

Sementara itu, virus COVID-19 menginfeksi pernapasan pengidapnya. Bahkan, pada beberapa kondisi, virus corona menyebabkan pengidapnya mengalami infeksi pernapasan ringan. 

Pada beberapa kondisi lainnya, virus corona menyebabkan infeksi pernapasan yang cukup berat pada bagian paru-paru. Berbeda dengan DBD, virus corona mudah menular melalui droplets saat pengidapnya batuk, bersin, atau bahkan berbicara.

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Siti Nadia Tarmizi, MEpid, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik di Kementerian Kesehatan Republik Indonesia seperti dilansir dari Kompas mengungkapkan, tingginya angka DBD di tengah pandemi virus corona meningkatkan risiko infeksi ganda akibat penyakit DBD dan infeksi virus corona. 

Perbedaan Gejala DBD dan COVID-19 yang Penting untuk Diketahui

Lewat rilis Kementerian Kesehatan RI, seperti dilansir dari Kompas, berikut ini adalah perbedaan demam pada DBD dan Covid-19: 

1. Demam Dengue Melalui Masa Inkubasi 

Pasien DBD sebelum mengalami demam akan melalui masa inkubasi selama 5-10 hari. Dengan begitu, penularan penyakit ini tidak terjadi seketika. 

Masa inkubasi adalah fase saat virus masuk ke dalam darah. Tapi, belum menimbulkan gejala sampai jumlah virus cukup banyak dan beredar di dalam darah, kemudian menimbulkan penyakit atau demam. 

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Berbeda dengan DBD, pada COVID-19, demam terjadi di minggu pertama. Kemudian, di hari ke-5 hingga ke-7 pasien biasanya mulai menunjukkan gejala respiratori seperti sesak, batuk, dan pilek. 

Perwakilan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dr Mulya Rahma Karyanti SpA(K) memaparkan, demam dengue yang dominan adalah demam, sementara sakit kepala dan batuk pileknya cenderung lebih ringan daripada COVID-19. 

2. Demam COVID-19 Disertai Gejala Respirasi 

Dr dr Erni Juwita Nelwan, SpPD, KPTI, Perwakilan Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) mengungkapkan, pada demam dengue, fase demam terjadi akibat diremia. Artinya, ada virus yang beredar di dalam darah. 

Demam seperti ini sulit diturunkan oleh obat karena penyebab demamnya terus ada di dalam darah. Umumnya kondisi ini akan dialami kurang lebih selama 3 hari. 

Saat itu, pasien biasanya akan mengonsumsi obat penurun panas. Meski demam akan turun, biasanya tak lama setelah itu demam akan kembali naik. 

"Jadi demam pada demam berdarah itu sulit diturunkan dengan obat turun panas. Pasien akan banyak berkeringat karena efek samping dari obat turun panas tersebut, dia berusaha menurunkan panas tapi di satu sisi penyebab demamnya ada terus di dalam darah," jelas  Erni pada Konferensi Pers Asen Dengue Day 2021, seperti dikutip laman resmi Kemenkes RI. 

Lebih lanjut, Erni memaparkan, pada demam berdarah pola demamnya kerap kali mendadak dan langsung tinggi. 

Sedangkan demam pada COVID-19 dapat disertai dengan gejala respirasi yang lebih dominan, seperti sesak napas, batuk, susah menelan, hingga anosmia atau tidak bisa mencium bau. 

3. Demam Dengue Disertai Sakit Kepala di Depan Kepala dan Belakang Bola Mata 

Pasien DBD biasanya mengalami sakit kepala di bagian depan kepala atau di belakang bola mata. Bahkan, khusus untuk anak-anak, demam dengue biasanya terjadi akut dan muka mengalami merah khas. Sementara itu, pada COVID-19 gejala tidak membuat muka merah. 

Perwakilan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dr. Mulya Rahma Karyanti Sp.A(K) menuturkan, gejala DBD yang dominan adalah demam, kemudian sakit kepala dan batuk pilek yang lebih ringan daripada COVID-19. 

''Demam dengue di hari ketiga setelah gigitan nyamuk harus menjadi perhatian penting, karena secara umum demam dengue itu infeksi terjadi di hari ke-3 sampai ke-6, itu masuk fase kritis yang bisa rawan di mana bisa meninggal kalau tidak diberikan cairan obat yang cukup,'' jelasnya. 

4. Perbedaan DBD dan COVID-19, Fase Demamnya Berbeda 

Pada DBD, memiliki fase demam dan fase kritis. Fase demam terjadi dari hari pertama sampai hari ke-3, kemudian diikuti fase kritis antara hari ke-3 sampai ke-6, serta fase penyembuhan dari setelah hari ke-6. 

Pada fase kritis di antara hari ke-3 sampai hari ke-6 terjadi kebocoran pembuluh darah yang dapat menyebabkan syok hipovolemik. Penting untuk memastikan pasien mendapatkan cukup cairan demi menghindari keparahan, bahkan kematian. 

''Pada saat memasuki fase kritis yang harus diperhatikan adalah jangan sampai anak kekurangan cairan obat karena di fase inilah terjadi kebocoran pembuluh darah yang bisa menyebabkan kematian," kata Mulya. 

Sedangkan pada COVID-19, penyakit yang biasa dikeluhkan adalah demam yang terjadi selama 5-7 hari disertai batuk pilek yang lebih dominan dan makin tambah sesak, serta saturasi oksigen yang menurun. Gejala ini dianggap berat untuk kasus Covid-19 pada anak. 

Demam pada COVID-19 juga bisa tinggi, namun disertai gejala respirasi seperti batuk, pilek dan pasien merasa bertambah sesak. 

"Terutama masa kritisnya adalah pada akhir minggu pertama, di sinilah saturasi oksigen bisa menurun,'' tutup dr. Mulya. 

Itulah alasan mengapa banyak pasien didiagnosa COVID-19 setelah sebelumnya DBD dan bagaimana cara membedakan kedua penyakit ini.

Semoga informasi di atas membantu Parents untuk bisa mengetahui perbedaan DBD dan COVID-19 dari segi gejalanya yang memang mirip.

 

Baca juga: 

id.theasianparent.com/gejala-dbd-dan-covid-19

id.theasianparent.com/bahaya-dbd

id.theasianparent.com/cara-penularan-dbd