Dewasa ini, hampir semua orang memiliki atau menggunakan media sosial. Tak terbatas hanya pada orang dewasa, penggunaan media sosial juga sangat masif di kalangan anak dan remaja. Apakah buah hati Parents salah satunya?
Jika digunakan dengan baik, tentu media sosial bisa menjadi sumber informasi dan rekreasi yang tepat. Namun, tak bisa dielakkan pula bahwa media sosial memiliki sisi gelap dan dampak negatifnya tersendiri. Lalu, apa yang harus dilakukan oleh orang tua?
Artikel Terkait: Alasan Remaja Sering Curhat di Media Sosial, Ini Penjelasan Psikolog
Apakah Ada Usia Ideal bagi Anak Menggunakan Media Sosial?
Sumber: Freepik
Tentu banyak dari Parents yang bertanya-tanya, kira-kira pada usia berapakah anak boleh diizinkan memiliki akun media sosial? Psikolog TigaGenerasi, Vera Itabiliana Hadiwijojo, S. Psi, mengungkapkan bahwa sebenarnya hal tersebut kembali lagi kepada keluarga masing-masing.
“Sebenarnya batasan usia ini sudah ada di hampir semua media sosial, kalau tidak salah 13 tahun (minimal usia untuk bisa mendaftarkan akun media sosial). Namun setiap keluarga, setiap orang tua, punya hak masing-masing untuk menentukan,” paparnya.
Menurut Vera, penggunaan media sosial untuk anak harus disadari bersama apa saja konsekuensinya, manfaatnya, dan orang tua diharapkan untuk berusaha semaksimal mungkin agar konsekuensi negatifnya tidak menulari anak.
“Di awal harus ada komitmen dan kesepakatan antara orang tua dan anak. Ada tahapan-tahapannya. Pertama, diskusi. Mengapa ini (pengawasan) harus dilakukan, mengapa harus diawasi, pengawasan tujuannya apa. Lalu nanti ada negosiasi sejauh mana orang tua bisa masuk,” ia melanjutkan.
Artikel Terkait: Dampak Media Sosial Bagi Anak di bawah Umur, Ini Kata Psikolog
Pendampingan Penggunaan Media Sosial untuk Remaja
Sumber: Freepik
Ketika memasuki usia remaja, tentu anak sudah mulai mandiri dan memiliki pandangannya sendiri. Ia juga memiliki privasi yang orang tua tidak bisa usik sembarangan. Lalu, bagaimana orang tua memberikan pendampingan untuk remaja yang menggunakan media sosial?
“Sebenarnya kondisi idealnya subjektif. Tiap anak, tiap keluarga pasti berbeda. Ini semua tergantung kesepakatan orang tua dengan anak. Tidak bisa disamaratakan untuk setiap keluarga,” ujar psikolog yang praktik di Lembaga Psikologi Terapan Universitas Indonesia.
Meskipun sudah ada pengawasan, komitmen dan kesepakatan, tentu tidak serta merta anak akan terjaga 100% keamanannya. Orang tua juga perlu tahu ada hal-hal di luar dugaan yang mungkin saja terjadi pada anak. Namun, orang tua bisa membantu anak untuk belajar dari konsekuensi negatif yang ia dapatkan tersebut.
“Terlepas dari berbagai fitur, misalnya parenting control di semua media sosial, pada dasarnya ada orang tua sejauh mana memberikan kepercayaan kepada anak. Tantangan terbesar memberikan kepercayaan pada anak dan anak bisa menjaga kepercayaan itu,” ungkap Vera.
Jika Anak Sudah Terlanjur Terpapar Dampak Negatif
Sumber: Freepik
Vera menjelaskan bahwa kejahatan digital sebagian besar terjadi karena adanya sesuatu yang missing atau hilang dari keluarga sang korban.
“Korban pun pada akhirnya compensate, mencari yang hilang itu lewat media sosial. Oleh karena itu, jika sudah terjadi seperti ini, kembali lagi ke hubungan koneksi, ke komunikasi dengan orang tua. Ada ungkapan connecting before connecting. Kalau anak terlanjur tertutup, tidak ada koneksi yang bagus dengan orang tua, perbaikilah koneksi tersebut, jangan langsung koreksi perilaku,” sambungnya.
Ia menambahkan bahwa remaja adalah makhluk dengan emosi yang meluap-luap. Oleh karena itu, emosinya lebih baik dikeluarkan terlebih dahulu. Tugas orang tua adalah ‘menampung’ luapan emosi ini.
Artikel Terkait: 5 cara lebih dekat dengan anak di media sosial yang bisa Parents tiru
“Jadi orang tua anak remaja, ada peran baru menjadi ‘ember’ untuk menampung. Sering kali orang tua tidak bertahan lama menampung emosi dari anak tersebut. Yang anak remaja butuhkan adalah release emosi, agar bagian otak preforental cortex bisa berpikir. Sering kali solusinya akan datang sendiri ketika anak sudah merasa didengarkan dan dipahami,” terangnya.
Membangun koneksi dengan anak tentunya membutuhkan proses dan usaha dari kedua belah pihak. Vera memaparkan bahwa hendaknya orang tua mulai dengan bercerita seputar keseharian, sembari mengenali kira-kira apa saja yang disukai anak.
“Ketika orang tua bersama dengan anak, jangan mulai dari pertanyaan atau interogasi. Mulailah dengan bercerita, cari tahu dia suka apa, follow apa saja di media sosial. Sebagai contoh, saya ikut follow akun yang di-follow anak saya, jika ada update dari akun tersebut kita bisa membuka pembicaraan dengan anak seputar itu. Jika anak sudah melihat orang tuanya enak untuk diajak bicara, dia akan muncul kepercayaan untuk diskusi hal lainnya,” Vera memberikan contoh.
Penggunaan media sosial hendaknya dibarengi dengan komunikasi yang baik antara orang tua dan anak terlebih dahulu, kemudian memberikan pendampingan atau batasan sesuai dengan yang sudah disepakati sebelumnya. Apakah Parents setuju?
Baca Juga:
4 Tipe Orangtua Berdasarkan Jenis Unggahan Media Sosialnya
Lakukan hal ini saat dapat acaman di media sosial seperti Syifa Hadju
Riset: Pelecehan di Medsos Sering Dialami Anak Perempuan, Facebook No.1
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.