ADHD (attention deficit hyperactivity disorder) adalah gangguan mental yang ditandai dengan kesulitan memusatkan perhatian, serta perilaku impulsif dan hiperaktif. Gejala gangguan ini biasanya dapat dikenali sejak masa kanak-kanak. Meski tidak dapat sembuh sepenuhnya, gejala tersebut dapat diredakan dengan penanganan ADHD yang tepat.
Setiap orang tua pastinya ingin memberikan yang terbaik untuk buah hatinya. Termasuk, saat anak mendapat diagnosis ADHD. Orang tua akan berusaha mengerahkan segala daya dan upaya agar si buah hati memperoleh penanganan terbaik.
Pengobatan untuk ADHD dapat meliputi obat-obatan, terapi perilaku, atau gabungan dari keduanya. Hanya saja, selama ini para orang tua merasa gamang terkait pemberian obat pada anak dengan ADHD, apakah memang perlu? Kekhawatiran orang tua terutama berkutat pada efek samping obat.
Apakah Anak Hiperaktif atau ADHD Harus Minum Obat?
Sebagian orang tua mungkin enggan langsung memberikan obat, apalagi jika anak masih dianggap terlalu kecil. Misalnya, saat usianya masih di bawah 5 tahun.
Dalam kebanyakan kasus, anak dengan ADHD memang direkomendasikan menerima terapi perilaku dan juga obat-obatan. Kombinasi ini akan memberikan hasil terbaik.
Meski demikian, menurut anjuran American Academy of Pediatrics, saat anak masih di bawah usia 6 tahun, orang tua dapat memulai dengan terapi perilaku terlebih dahulu. Untuk anak usia prasekolah (4-5 tahun), terapi perilaku direkomendasikan sebagai pengobatan lini pertama sebelum terapi dengan obat dicoba.
“Anak ADHD usia 4-6 tahun tentu saja membutuhkan terapi. Adapun terapinya bisa berbagai bentuk misalnya terapi perilaku dan terapi okupasi,” demikian penjelasan dokter spesialis anak ahli neurologi dr. Herbowo Soetomenggolo, Sp.A (K) melalui akun Instagram pribadinya @drherbowo.
“Sedangkan pada usia 6 tahun ke atas, ternyata penelitian menunjukkan bahwa pemberian obat disertai dengan terapi perilaku memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan terapi perilaku saja,” sambungnya.
Akan tetapi dalam kasus tertentu, pemberian obat-obatan pada anak dapat diberikan lebih awal.
“Pada usia 4 sampai 6 tahun tentu saja bisa dipertimbangkan pemberian obat bila memang terapi perilaku tidak memberikan hasil yang signifikan, atau memang ada kecenderungan untuk anak menyakiti diri sendiri atau menyakiti orang lain,” terang dr. Herbowo.
Artikel terkait: Penyebab Anak Hiperaktif dan Cara Menenangkannya Melalui Makanan
Obat untuk ADHD
Melansir laman National Health Service, ada beberapa jenis obat yang dilisensikan untuk pengobatan ADHD, yaitu:
- Metilfenidat
- Lisdexamfetamine
- Deksamfetamin
- Atomoksetin
- Guanfacine
Obat-obatan tersebut bukanlah obat permanen untuk ADHD. Namun, obat ini dapat membantu seseorang dengan kondisi tersebut berkonsentrasi lebih baik, menjadi kurang impulsif, merasa lebih tenang, dan belajar serta mempraktikkan keterampilan baru.
Beberapa obat perlu diminum setiap hari, tetapi sebagian lainnya dapat diminum hanya pada hari-hari sekolah. Jeda dalam pengobatan kadang-kadang dianjurkan untuk menilai apakah suatu obat masih diperlukan atau tidak.
Jika anak diberi resep salah satu obat di atas, awalnya mungkin akan diresepkan dalam dosis kecil yang kemudian dapat ditingkatkan secara bertahap. Parents perlu menemui dokter untuk pemeriksaan rutin guna memastikan pengobatan bekerja secara efektif dan memeriksa apakah ada tanda-tanda efek samping atau masalah.
Terapi dan Perawatan untuk Penanganan ADHD
Selain minum obat, terapi yang berbeda dapat berguna dalam mengatasi gejala ADHD pada anak-anak, remaja, dan orang dewasa. Beberapa terapi juga efektif dalam mengobati masalah tambahan, seperti perilaku atau gangguan kecemasan yang mungkin muncul menyertai ADHD.
1. Psikoterapi
Ada berbagai jenis psikoterapi yang dapat membantu mengelola gejala ADHD pada anak. Psikoterapi dapat berguna untuk membuat anak lebih terbuka tentang perasaannya dalam mengatasi ADHD.
Faktanya, ADHD juga bisa menyebabkan anak memiliki masalah terkait hubungannya dengan teman sebaya dan figur otoritas. Psikoterapi dapat membantu anak menangani masalah ini dengan lebih baik.
Dalam psikoterapi, anak mungkin juga dapat menjelajahi pola perilaku dan belajar bagaimana membuat pilihan yang lebih baik di masa depan.
Artikel terkait: Jangan Terkecoh Parents, Ini 6 Perbedaan Anak Aktif dan Hiperaktif
2. Terapi Perilaku untuk Penanganan ADHD
Terapi perilaku mungkin melibatkan guru dan orang tua. Dalam terapi ini, anak dilatih untuk mencoba mengendalikan gejala ADHD mereka dengan menggunakan sistem reward.
Jika si kecil menderita ADHD, Parents dapat mengidentifikasi jenis perilaku positif yang ingin didorong, misalnya melatih anak agar dapat duduk tenang saat di meja makan. Anak kemudian diberi semacam hadiah kecil jika ia berperilaku baik dan hak istimewanya dihapus jika berperilaku sebaliknya.
Untuk guru, manajemen perilaku melibatkan bagaimana merencanakan dan menyusun kegiatan pembelajaran. Guru dapat mendorong anak-anak serta memberikan apresiasi untuk kemajuan yang sangat kecil sekalipun.
3. Terapi Perilaku Kognitif
Cognitive behavioral therapy (CBT) atau terapi perilaku kognitif adalah bentuk psikoterapi jangka pendek yang berfokus pada perubahan cara berpikir dan berperilaku. Seorang terapis akan membantu mengubah perasaan anak tentang suatu situasi, yang pada gilirannya berpotensi mengubah perilaku mereka.
CBT dapat membantu orang dengan ADHD mengatasi masalah yang dapat mereka alami di kehidupan sehari-hari, seperti manajemen waktu. Terapi ini juga dapat membantu anak mengelola pola pikir irasional yang menghambat mereka untuk menyelesaikan tugas.
4. Pelatihan Keterampilan Sosial
Pelatihan keterampilan ini terkadang dapat berguna jika seseorang menghadapi kesulitan dalam lingkungan sosial. Seperti halnya CBT, tujuan pelatihan keterampilan sosial adalah untuk mengajarkan perilaku baru yang dinilai lebih tepat.
Keterampilan ini membantu seseorang dengan ADHD agar mampu bekerja dan bersosialisasi lebih baik dengan orang lain. Anak akan belajar bagaimana berperilaku dalam situasi sosial dengan mempelajari bagaimana perilaku mereka memengaruhi orang lain.
Artikel terkait: Jangan Dipandang Sebelah Mata, Ini 6 Kelebihan Anak Hiperaktif atau ADHD
5. Terapi Okupasi untuk Anak ADHD
Pada dasarnya, terapi okupasi berfokus pada keterampilan yang dibutuhkan setiap orang untuk dapat berfungsi secara mandiri dalam kehidupan sehari-hari. Dalam terapi ini, akan dilakukan berbagai kegiatan yang menstimulasi kemampuan motorik dan sensorik anak ADHD.
Selama sesi terapi, anak bersama terapis akan melakukan kegiatan seperti bermain bola atau membuat kerajinan tangan. Anak juga akan berlatih mengatasi kemarahan dan agresi, serta mencoba teknik meningkatkan fokus.
6. Diet
Orang dengan ADHD pada dasarnya harus makan makanan yang sehat dan seimbang. Tidak dianjurkan melakukan diet tertentu tanpa saran dan petunjuk dari dokter atau ahli gizi.
Parents mungkin mengamati adanya hubungan antara jenis makanan dengan gejala ADHD yang memburuk. Jika ini masalahnya, buatlah catatan harian tentang makanan dan minuman yang dikonsumsi anak dan perilaku apa yang mengikutinya. Selanjutnya, diskusikan hal tersebut dengan dokter yang mungkin akan merujuk Anda ke ahli gizi.
7. Suplemen untuk Penanganan ADHD
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa suplemen asam lemak omega-3 dan omega-6 mungkin bermanfaat bagi penderita ADHD. Hanya saja, bukti yang mendukung hal ini masih terbatas.
Jika si kecil memiliki kadar zat besi yang rendah, suplemen juga mungkin bisa membantu. Menurut sebuah penelitian tahun 2014, suplemen zat besi dapat memperbaiki gejala ADHD pada orang yang kekurangan zat besi.
Lebih jauh, bicarakan dengan dokter sebelum menggunakan suplemen apapun, karena beberapa suplemen dapat bereaksi dengan obat atau membuatnya kurang efektif.
Parents, itulah penjelasan tentang perlu tidaknya anak dengan diagnosis ADHD mengonsumsi obat. Secara umum, dibandingkan dengan terapi perilaku saja, penanganan ADHD untuk anak usia 6 tahun ke atas akan memberikan hasil terbaik jika terapi perilaku dikombinasikan dengan pemberian obat.
Artikel telah ditinjau oleh:
dr. Gita Permatasari
Dokter Umum dan Konsultan Laktasi
Jika Parents ingin berdiskusi seputar pola asuh, keluarga, dan kesehatan serta mau mengikuti kelas parenting gratis tiap minggu bisa langsung bergabung di komunitas Telegram theAsianparent.
Baca juga:
Kata Ahli Gizi Soal Gula Bisa Membuat Anak Hiperaktif, Parents Perlu Tahu!
Ragam mitos mengenai ADHD atau anak hiperaktif beserta penyebabnya