Diduga terjadi pemerkosaan anak yang dilakukan pejabat Komisi Perlindungan Anak di Lampung Timur. Kasus pejabat pelindung anak perkosa ABG ini telah dikonfirmasi kebenarannya oleh Kabid Humas Polda Lampung Kombes Zahwani Pandra Arsyad.
“Iya betul sekali, jadi laporan sudah kita terima pada hari Kamis tanggal 2 Juli 2020. Itu yang melaporkan adalah orangtua korban,” jelasnya.
Mirisnya, peristiwa ini terjadi saat korban yang bernisial N berusia 14 tahun sedang proses penyembuhan dari trauma. Sebab, sebelumnya atau tepatnya pada Januari 2020, N terlebih dahulu menjadi korban perkosaan pamannya sendiri.
Bagai lepas dari mulut harimau masuk ke dalam mulut buaya, sekiranya seperti itu gambaran kisah N. Setelah diperkosa sang paman dan sedang tahap pemulihan, ia justru kembali menjadi korban tindak asusila dari anggota Pusat Pelayanan Terpadu Perempuan dan Anak (P2TP2A) Lampung Timur yang berinisial DA.
Kronologis Peristiwa Pejabat Pelindung Anak Perkosa ABG
Ketika peristiwa terjadi, korban memang sedang berada di Rumah Aman, tempat yang diperuntukkan bagi perempuan dan anak korban tindak kekerasan. Selama menjalani penyembuhan trauma, korban didampingi 2 orang petugas yang salah satunya adalah DA.
Di sisi lain, Jasra Putra Komisioner Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menambahkan, selain diperkosa, korban juga dijual ke pria hidung belang. Oleh karena itu, ia meminta kasus ini segera diungkap.
“Anak ini dijual juga, informasi kita awal. Makanya polisi harus cepat, jangan sampai informasi ini jadi bias. Jangan sampai masyarakat tidak percaya lembaga-lembaga layanan kita, padahal ini, kan, sangat penting untuk anak-anak korban kekerasan dan perkosaan,” ujarnya, mengutip dari laman Detik.
“Dia menjual itu ada ke salah satu karyawan rumah sakit katanya. Makanya kita belum tahu, tentu kita tunggu hasil penyelidikan kepolisan,” imbuhnya.
Sementara itu, Kabid Humas Polda Lampung mengatakan sejauh ini yang dilaporkan orangtua korban adalah pelecehan seksual. Sedangkan soal dijual ke pria hidung belang merupakan bagian dari pengembangan penyelidikan kasus ini.
Pelaku Terancam Diberi Hukuman Kebiri
Iswarini dari Komnas Perlindungan Perempuan berharap agar pelaku mendapat hukuman seberat-beratnya. Dia menyebut pelaku harus bertanggung jawab atas kekerasan seksual yang dilakukan terhadap anak yang sedang mencari keadilan.
“Komnas Perlindungan Perempuan merekomendasikan agar kasus ini dibawa ke ranah hukum agar pelaku dihukum seberat-beratnya sesuai hukum yang berlaku mengingat dia melakukan kekerasan seksual kepada anak yang juga pencari keadilan,” ujar Iswarini.
“Posisinya sebagai orang yang bertanggungjawab untuk perlindungan, tetapi justru melakukan kejahatan. Maka akan memperberat hukuman,” sambungnya.
Menurut Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Menteri PPPA) Bintang Puspayoga pelaku bisa dijerat dengan mengacu pada Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002.
Undang-undang ini membahas tentang Perlindungan Anak dan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2016 (Perppu Kebiri).
Iswarini juga menyoroti agar proses seleksi pejabat perlindungan anak harus benar-benar diperhatikan. Begitu juga dengan pendampingan trauma healing, hendaknya mempertimbangkan jenis kelamin.
“Merekomendasikan agar sistem rekrutmen terhadap pimpinan-pimpinan/staff yang berhubungan langsung dengan korban di lembaga pengada layanan dan rumah aman juga memperhitungkan jenis kelamin,” kata Iswarini.
Psikologis Korban Harus Diprioritaskan
Iswarini mengatakan, kesehatan mental korban kekerasan maupun perkosaan harus menjadi prioritas. Dia berharap agar korban didampingi dengan tepat dan benar. Apalagi korban kebanyakan perempuan dan anak-anak.
Sering kali keberadaan pendamping laki-laki yang tidak memahami perspektif korban justru akan menyebabkan korban merasa tidak leluasa untuk memberikan informasi sensitif saat didampingi.
“Keberadaan laki-laki sebaiknya ada di posisi-posisi yang bukan pengambil keputusan atau berhadapan langsung dengan korban,” jelas Iswarini.
Sementara itu, Bintang Puspayoga meminta polisi mengusut tuntas kasus anggota Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Lampung Timur, DA, yang diduga melakukan kekerasan seksual. Bupati Lampung Timur juga diminta menonaktifkan DA.
“Kami meminta aparat kepolisian setempat untuk mengusut kasus ini hingga tuntas dan aparat penegak hukum tidak segan memberikan hukuman seberat-beratnya kepada pelaku kasus kekerasan seksual terhadap anak,” kata Bintang dalam siaran persnya
Demikian kabar tentang kasus pejabat pelindung anak perkosa ABG umur 14 tahun. Lindungi dan awasi anak dari penjahat seksual, semoga kelak kebejatan seperti ini tak terjadi lagi.
Baca Juga :
Bahaya Pornografi dan Kerusakan Hormon pada Diri Anak dan Remaja
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.