Tahukah Parents bahwa 1 dari 9 anak perempuan menikah di bawah usia 18 tahun? Selain itu, diperkirakan ada 14,2 juta anak perempuan per tahunnya yang akan menikah di tahun 2020 nanti sebelum usia 18 tahun. Apakah perkawinan usia remaja ini disebabkan hamil di luar nikah?
Data di atas dikeluarkan oleh UNICEF-BPS, Kemajuan yang tertunda: Analisis Data Perkawinan usia Anda di Indonesia tahun 2016. Data lainnya menyebutkan bahwa 26 dari 1000 perempuan melahirkan pada usia 15 tahun hingga 2017.
Setelah mengetahui fakta seperti ini bagaimana pandangan Parents? Sebagai orangtua yang memiki anak, meskipun mungkin saat ini usianya belum memasuki fase remaja, data ini tentu saja bisa menjadi alarm.
Sebagai orangtua, apa yang bisa kita lakukan untuk mencegahnya? Bukankah, idealnya sebuah pernikahan harus dilakukan ketika memang sudah siap menjalaninya? Sudah siap dan bisa menjalankan komitmen pernikahan dan tentunya bertanggung jawab saat memiliki anak.
Terkait dengan hal ini, tentu sebagai orangtua kita perlu mengetahui cara mencegah anak hamil di luar nikah atau tanpa perencanaan.
Beberapa waktu lalu, saya mewakili theAsianparent Indonesia menghadiri Hari Kontrasepsi Sedunia yang diadakan oleh DKT Indonesia. Ketika itu, BKKBN memaparkan beberapa data terkait dengan pernikahan remaja atau kehamilan yang tidak direncanakan lantaran tidak sedikit remaja yang melakukan hubungan seksual di luar pernikahan.
Padahal, kehamilan pada anak remaja tentu saja berisiko tinggi, baik untuk ibunya ataupun untuk bayinya, hal inilah yang dipaparkan oleh dr. UF Bagazi, SpOg, dari Brawijaya Women & Children Hospital.
“Salah satunya adalah keguguran pada usia muda dapat terjadi secara tidak sengaja. Misalnya, karena terkejut cemas atau stres, Tapi ada juga keguguran yang sengaja dilakukan oleh tenaga non professional hingga menimbulkan efek yang sangat serius dan membahayakan jiwa.”
Selain risiko keguguran, risiko tinggi kehamilan remaja adalah persalinan prematur, berat badan lahir rendah, dan kelainan bawaan.
“Prematuritas terjadi karena kurang matangnya alat reproduksi terutama rahim yang belum siap dalam suatu proses kehamilan, berat badan lahir rendah (BBLR) juga dipengaruhi gizi saat hamil kurang dan juga umur ibu yang belum menginjak 20 tahun. Kondisi gizi yang buruk pada ibu juga akan menyebabkan mudah terjadinya infeksi dan anemia pada kehamilan,” paparnya.
Apa risiko yang bisa didapatkan seorang ibu usia remaja yang mengalami kehamilan sebelum waktunya atau hamil di luar nikah?
Pendarahan pada saat melahirkan antara lain disebabkan karena otot rahim yang terlalu lemah dalam proses involusi. Selain itu juga disebabkan selaput ketuban stosel (bekuan darah yang tertinggal didalam rahim), kemudian proses pembekuan darah yang lambat dan juga dipengaruhi oleh adanya sobekan pada jalan lahir.
-
Risiko tinggi terjadinya keguguran/abortus
Pada saat hamil, seorang ibu sangat memungkinkan mengalami keguguran. Hal ini disebabkan oleh faktor-faktor alamiah dan juga abortus yang disengaja, baik dengan obat-obatan maupun memakai alat.
-
Persalinan yang lama dan sulit
Adalah persalinan yang disertai komplikasi ibu maupun janin. Penyebab dari persalinan lama sendiri dipengaruhi oleh kelainan letak janin atau kelainan panggul.
Kematian pada saat melahirkan yang disebabkan oleh perdarahan dan infeksi.
Untuk mencegah terjadinya kehamilan dini pada anak remaja yang sangat berisiko, Parents wajib mengetahui cara untuk mencegahnya, terutama pada kondisi hamil di luar nikah.
Dalam hal ini, dr. UF Bagazi, SpOg mengingatkan bahwa mencegah terjadinya kehamilan dini pada anak, atau pada kondisi hamil di luar nikah tentu saja akan tergantung dengan pendidikan yang diberikan oleh orangtua pada anak-anak.
“Sejak dini, berikan pemahaman dan jelaskan pada anak-anak untuk katakan tidak dengan kehamilan remaja. Kuncinya, tentu saja dengan memberikan pendidikan seks sejak dini.”
Ditambahkan olehnya, pendidikan seks yang dimaksud ini adalah dengan memberikan informasi mengenai persoalan seksualitas manusia yang jelas dan benar. Informasi itu meliputi proses terjadinya pembuahan, kehamilan sampai kelahiran. Serta, tingkah laku seksual, hubungan seksual, dan aspek-aspek kesehatan, kejiwaan dan kemasyarakatan,” jelasnya.
Memberikan edukasi seks pada anak sesuai usia
Usia 2 sampai 3 tahun
Mulailah dengan menamakan bagian kelamin mereka dengan benar, sesuai dengan nama yang sebenarnya, seperti “penis” dan “vagina.” Menggunakan kata lain dan julukan untuk alat kelamin anak akan membingungkan mereka.
Usia 3 sampai 4 tahun
Anak mulai bertanya darimana bayi berasal. Tapi mereka belum mengerti mengenai detail dari alat reproduksi tersebut. Karena itu, jawablah dengan sederhana sesuai dengan usia mereka saja. Contohnya, “Ibu memiliki rahim di dalam perut ibu, dan di dalam rahim itulah, kamu hidup dan membesar hingga akhirnya siap untuk dilahirkan ke dunia.”
Usia 5 sampai 6 tahun
Pengetahuan secara global dari mana bayi berasal dengan cara mengatakan, “Adek bayi berkembang dalam tubuh Bunda.”
Atau dengan penjelasan yang lebih detail, “Bagian sel Ayah yang terkecil, sperma, bertemu dengan bagian sel Ibu yang terkecil, sel telur. Mulai dari pertemuan itulah terbentuk kamu di dalam rahim Ibu.”
Usia 6 sampai 7 tahun
Pada usia ini mulai diberikan pengertian mengenai pengertian dasar dalam hubungan seks. Orangtua dapat mengatakan, “Alam atau Tuhan menciptakan tubuh lelaki dan perempuan yang saling melengkapi seperti permainan puzzle. Ketika penis dan vagina bertemu, sperma seperti kecebong, akan berenang melalui penis menuju ke sel telur.”
Jelaskan juga pada anak apa yang orangtua pikirkan mengenai seks dan hubungan. Sebagai contoh; “Seks adalah salah satu cara orang dewasa untuk mengungkapkan perasaan cinta mereka satu sama lainnya.”
Usia 8 sampai 9 tahun
Jelaskan kepada anak mengenai hubungan seks dan kemungkinan besar anak-anak sudah mengetahuinya melalui media dan teman-temannya.
Pada usia ini anak bisa menerima penjelasan dasar dalam segala topik termasuk pemerkosaan. Orangtua dapat menjelaskan mengenai pemerkosaan seperti; “Pemerkosaan adalah saat seseorang memaksa orang lainnya untuk melakukan hubungan seks dan itu adalah salah.”
Usia 9 sampai 11 tahun
Perubahan terjadi karena anak mulai memasuki masa puber. Dan pada masa ini mereka telah siap untuk membicarakan seks dan topik yang terkait seks lainnya yang telah anak lihat pada saat mereka menonton atau mendengar berita di radio, televisi, atau media sosial lainnya.
Usia 12
Pada usia ini, anak mulai merumuskan nilai dan pengertian mereka sendiri, jadi lebih sering menanyakan dan membicarakannya agar mereka tetap mendapatkan konteks yang benar dan tepat dari sumber informasi yang benar.
Tapi ingat jangan melebih-lebihkan dalam penjelasan dan meluapkan kekhawatiran sebagai orangtua. Kemungkinan jika sudah terjadi demikian Anak tidak akan terbuka untuk bercerita pada Anda lagi, bukankah hal ini tidak diinginkan?
Baca juga:
3 Video Edukasi yang Wajib ditonton Anak dan Orangtua agar Terhindar dari Kejahatan Seksual
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.