Minggu (17/05/2020) seorang PDP Corona bunuh diri karena lompat dari RS Hermina Jatinegara.
Di tengah pandemi seperti ini, ketika seseorang yang dinyatakan positif COVID-19 tentu saja bisa berisiko menimbulkan kecemasan hingga depresi.
Meski demikian, sampai berita ini ditulis, memang belum ada kepastikan apakah korban pemicu korban memutuskan untuk mengakhiri hidupnya lantaran mengalami depresi.
PDP Corona bunuh diri lompat dari RS Hermina Jatinegara
Jenazah korban diangkut. Sumber: Antara News
Seorang PDP (pasien dalam pengawasan) Corona tewas usai melompat dari lantai 4 Rumah Sakit Hermina Jatinegara, Jakarta Timur pada hari Minggu, 17 Mei 2020 lalu.
Berdasarkan informasi salah seorang saksi, MR, PDP berusia 72 tahun itu membuka jendela ruangan tempatnya dirawat dan langsung meloncat ke luar. Kejadian tersebut terjadi pada pukul 09.30 pagi.
Kapolres Metro Jakarta Timur, Kombes Arie Ardian mengatakan bahwa saksi dengan inisial MY, yang juga merupakan pasien yang dirawat satu kamar dengan MR, mengetahui bahwa MR sempat ingin pulang pada Sabtu (18/5) malam.
“Menurut keterangan, malamnya korban minta pulang,” ujar Arie berdasarkan keterangan saksi.
Selain MY, ada pula satu orang saksi lainnya bernama Ismail. Ismail mengaku mendengar suara benda jatuh dari atas dan saat dicek ternyata korban sudah tewas tergeletak.
“Saat saksi 2 sedang jaga mendengar suara bruk, dan saksi 2 mengecek asal suara dan saksi melihat korban dalam posisi terlentang di pintu masuk parkir dan diduga loncat dari lantai 4,” ucapnya.
Dikutip dari Detik News, korban MR adalah pasien PDP dengan diagnosa penyakit pneumonia grafik sama diabetes. Proses pemakamannya pun akan disesuaikan dengan standar pemakaman pasien COVID-19.
Risiko depresi di tengah pandemi COVID-19
Virus Corona dapat menyebabkan krisis kesehatan mental. Baik pasien maupun orang-orang yang bertugas untuk merawat pasien tersebut dalam risiko tinggi terkena depresi, kecemasan berlebih, dan kondisi lainnya.
Dikutip dari Alomedika, sebuah survey mengenai distress psikologis terkait COVID-19 dilakukan di Tiongkok, Hongkong, Macau, dan Taiwan. Survey ini melibatkan 52.730 responden. Hasilnya, ada beberapa faktor yang berperan dalam peningkatan gangguan cemas menyeluruh, kepanikan, dan depresi seperti berikut ini,
- Jenis kelamin wanita lebih rentan mengalami stress dan dapat mengalami post traumatic stress disorder (PTSD)
- Usia 18-30 tahun dan 60 tahun ke atas adalah kelompok usia yang paling rentan terkena stress. Untuk lansia, tingginya tingkat kematian karena COVID-19 pada kelompok usia 60 tahun sangat berpengaruh terhadap kesehatan mental mereka.
- Individu dengan tingkat pendidikan lebih tinggi memiliki self awareness terhadap kesehatan yang lebih tinggi sehingga lebih mudah mengalami depresi
- Warga yang masih harus bekerja juga dapat mendapatkan tekanan karena khawatir risiko penularan dari transportasi pubilk. Selain itu juga penurunan pendapatan akibat penundaan atau pengurangan pekerjaan dapat mengakibatkan stress.
Kesehatan mental pasien Virus Corona
Berhubungan dengan kasus PDP Corona yang tewas karena loncat dari RS Hermina yang termasuk ke dalam kelompok lansia, pasien lansia adalah golongan pasien yang paling rentan.
Risiko penularan penyakit kepada lansia lebih tinggi dan gejala depresi pada mereka bisa diakibatkan dari keterbatasan yang mereka miliki.
Berikut adalah beberapa hal yang dapat mempengaruhi kesehatan mental pasien COVID-19:
- Keparahan gejala, komplikasi penyakit
- Kesulitan menjalani fungsi sehari-hari akibat gejala penyakit
- Perasaan tidak berdaya
- Perasaan berduka akibat kehilangan orang-orang terdekat dan sesama pasien yang sedang dalam perawatan.
Lalu ada juga faktor internal yang mempengaruhi keseimbangan mental yaitu adanya penyebaran infeksi ke sistem saraf pusat yang dapat menyebabkan terjadinya gejala neuropsikiatri tergantung dari area otak yang terkena.
Cara menjaga kesehatan mental saat wabah Virus Corona
Menurut penelitian, ada beberapa upaya penanganan agar kesehatan mental tetap terjaga selama COVID-19.
- Mengusahakan waktu karantina yang sependek mungkin
Beberapa penelitian menyarankan durasi karantina disesuaikan dengan periode inkubasi. Perpanjangan waktu karantina dapat meningkatkan gejala frustasi.
- Pemberian informasi yang adekuat
Lembaga kesehatan resmi wajib memberikan informasi yang tepat mengenai tujuan karantina dan pemahaman mengenai penyakit. Hal ini juga dapat berperan untuk menurunkan stigma yang terjadi pasca karantina.
- Terjaminnya pasokan kebutuhan dasar
Dengan memastikan kebutuhan dasar tetap terpenuhi, dapat menyeimbangkan kesehatan mental dengan menurunkan tingkat kecemasan.
- Tetap melakukan kontak sosial
Kebosanan harus dilawan dengan melakukan kontak sosial dengan orang-orang terdekat. Usahakan untuk tetap bekerja atau beraktivitas dengan memanfaatkan koneksi internet.
- Membuat support group
Membuat sebuah grup dengan sesama orang yang menjalani karantina mandiri akan membuat individu merasa dimengerti dan divalidasi.
Dukungan dari keluarga sangat dibutuhkan oleh pasien COVID-19. Pemahaman mengenai apa yang ia alami akan sangat berpengaruh kepada kesehatan mental pasien Virus Corona. Penyediaan bimbingan agama juga dapat memberikan harapan dan kepercayaan diri bahwa ia mampu melewati penyakit ini.
Sumber: CNN Indonesia, Detik News, Alomedika
Baca juga:
Anak rentan alami gangguan kesehatan mental, orangtua jadi salah satu pemicunya
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.