Kasus orangtua menganiaya anak kembali terjadi di Indonesia. Kali ini kasus tersebut ditemukan di Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat.
Seorang anak ditemukan meninggal dunia dengan tubuh penuh lebam
Dilansir dari Kompas.com, seorang anak laki-laki ditemukan meninggal dunia di rumahnya Kecamatan Sungai Kakap, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat, Selasa (7/1/2019) siang. Mirisnya, anak laki-laki yang masih berusia 9 tahun tersebut ditemukan meninggal dunia dengan tubuh yang penuh memar dan lebam.
Kapolres Kubu Raya AKBP Yani Permana mengungkapkan bahwa dari hasil autopsi, anak laki-laki tersebut mengalami pendarahan di kepala, ulu hati, dan perut. Bocah malang tersebut juga mengalami luka lebam di muka kanan dan ada sobekan di dagu.
“Setelah autopsi selesai, korban langsung dimakamkan,” terang Yani.
Penyebab kematian diduga akibat penganiayaan
Ilustrasi orangtua menganiaya anak hingga tewas.
Mengingat kondisi tubuh korban yang penuh dengan memar dan lebam. Penyebab kematian bocah malang tersebut diduga karena dianiaya oleh orangtuanya.
“Saat ini, ibu kandung dan ayah tiri korban kita amankan di Polsek Kakap untuk proses lebih lanjut,” ujarnya, Rabu (8/1/2020).
Lebih lanjut, Yani mengatakan bahwa dari hasil olah tempat kejadian perkara (TKP), penyidik menemukan gagang sapu yang patah. Gagang sapu itu diduga menjadi alat yang digunakan pelaku untuk menganiaya korban.
Dari pemeriksaan awal, ibu kandung korban telah mengakui menganiaya korban. Namun hal itu dilakukan beberapa waktu lalu.
“Korban diketahui juga sempat demam tinggi, dua sampai tiga hari sebelum meninggal dunia kemarin,” ungkap Yani.
Kasus dugaan orangtua menganiaya anak hingga meninggal dunia
Dugaan tersebut pun terbukti benar. Anak laki-laki yang meninggal dunia dengan tubuh penuh memar dan lebam itu merupakan korban penganiayaan kedua orangtuanya.
Kasat Reskrim Polres Kubu Raya Iptu Charles BN Karimar mengatakan bahwa pelaku penganiayaan ialah ibu kandung dan ayah tiri korban sendiri. Keduanya pun kini dijerat dengan pasal 80 dan pasal 76 Undang-undang tentang Perlindungan Anak.
“Untuk kedua orangtuanya, kini telah diamankan dan dalam pemeriksaan penyidik,” ujar Charles, Kamis (9/1/2020).
Mengapa orangtua tega membunuh anaknya sendiri?
Kasus penganiayaan dan pembunuhan yang dilakukan oleh orangtua terhadap anaknya sendiri dapat memiliki latar belakang yang beragam. Menurut Dr. Danardi Sosrosumihardjo SpKJ, situasi orang yang sehat dan orang sakit (gangguan mental) menjadi perbedaan saat orangtua melakukan hal kejam ini.
“Orang sehat yang membunuh anaknya bisa saja berada di situasi dalam kekacauan dan perang, membela diri, dalam situasi kekesalan atau kemarahan yang memuncak. Bisa juga karena dalam tekanan yang tinggi,” ungkap Danardi dikutip dari Liputan6 Jumat (04/3/2016).
Adapun pada orang sakit atau yang memiliki gangguan mental biasanya juga memiliki penyebabnya sendiri. Misalnya karena dia memiliki karakter impulsif di mana dia bisa berubah perilaku tiba-tiba.
“Bisa juga karena daya tahan yang kurang sehingga beban (yang relatif sedang dan berat) mengubah mereka menjadi impulsif,” jelasnya.
Selain itu, orangtua yang memiliki gangguan jiwa berat bisa melakukan hal ini karena kekacauan perilaku dan pola pikir yang dialaminya.
“Gangguan psikotik berat ketika seseorang sudah alami halusinasi dan delusi yang menyerang pikiran,” tambahnya.
Adapun halusinasi yang dimaksud di sini ialah halusinasi dengar. Di mana biasanya dia mendengarkan bisikan seperti mengomando atau memerintah untuk melakukan sesuatu.
“Di mana adanya bisikan seperti menyuruh, mengomandokan, memerintah, ‘Bunuhlah dia’, ‘Bunuhlah anakmu’. Adapun delusi di mana pikiran orang yang tidak rasional. Misal ia merasa menjadi tuhan atau nabi, atau pikiran kecurigaan yang sangat besar dan berlebihan (paranoid),” ungkap Danardi.
Di sisi lain, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) juga mengungkapkan ada banyak faktor yang mempengaruhi orangtua berlaku di luar batas kewajaran. Dalam hal ini menganiaya atau membunuh anaknya.
“Pemicu (orangtua menganiaya anaknya) bisa dari personal, faktor stres tinggi seperti ekonomi, keluarga. Beragam,” ucap Santoso sebagai perwakilan dari KPAI sebagaimana yang dikutip dari Kompas.com.
Ia menerangkan bahwa faktor-faktor tersebut sangat dominan sehingga orangtua dapat melakukan kekerasan terhadap anak. Bahkan dalam beberapa kasus, sang anak menjadi obyek dari kondisi internal yang bersangkutan.
Baca juga
Kekerasan Terhadap Anak – Anda pun Bisa Jadi Pelakunya!
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.