Pandemi global yang belum kunjung usai tak pelak mengubah banyak aspek kehidupan manusia. Sebut saja kondisi fisik, mental, dan ekonomi yang dampaknya signifikan bagi masyarakat. Bahkan, pandemi asal Wuhan ini turut memengaruhi kualitas tidur manusia. Tak sedikit orang merasa gelisah dan mengalami pandemic dreams atau mimpi buruk saat corona.
Wabah corona, apa kaitannya dengan mimpi buruk?
Sebuah blog bertajuk I Dream of Covid secara aktif mendokumentasikan mimpi aneh dan mengganggu yang dialami banyak orang sepanjang wabah ini melanda. Tak sedikit juga warganet dunia mengunggah kisahnya di media sosial Twitter terkait mimpi menyeramkan yang menghantui mereka kala tidur, dan kebanyakan berkaitan dengan COVID-19.
“Saya baru saja terbangun dari mimpi di mana telah ada vaksin untuk virus corona, tetapi tidak cukup untuk semua orang,” tulis seorang warga California berusia 20-an yang tak mau disebutkan identitasnya. Dalam mimpinya, perempuan ini bahkan memikul tanggung jawab untuk mencari tahu siapa yang berhak mendapatkan perawatan dan siapa yang harus mati.
Sarah Schachner, seorang pengguna Twitter turut mengungkap mimpi yang ia alami pada 23 Maret lalu. “Dalam mimpiku, aku menelepon seorang Uber, tetapi yang datang malah mobil jenazah. Sungguh, aku tidak menyukai #pandemicdreams ini,” tulisnya.
Lain lagi dengan seorang warga San Francisco bermimpi sedang berjalan di sekitar kota dan menginjak jarum yang terkontaminasi coronavirus. Ada juga warga Georgia bermimpi seorang dokter menaburkan garam di paha mereka, mencicipinya dengan jari-jarinya kemudian mengatakan, “Anda positif COVID-19”.
Menyikapi hal ini, para peneliti tertarik menjadikan fenomena pandemic dreams dalam kehidupan sehari-hari manusia sebagai bahan riset. Adalah hal yang wajar ketika seseorang cenderung bermimpi buruk saat kondisi yang tidak menyenangkan.
“[Pandemi] ini adalah sesuatu yang belum pernah mereka alami sebelumnya,” kata pakar kedokteran tidur Dr. Meir Kryger, profesor kedokteran paru dan profesor klinis keperawatan di Yale School of Medicine.
“Dan mungkin saja otak mereka berusaha menemukan waktu ketika segala sesuatu tidak seperti itu. Seperti ketika orang mencoba untuk tertidur dan mereka tidak dapat memalingkan pikiran mereka. Mereka mencoba memikirkan saat ketika semuanya lebih baik,” sambungnya lagi.
Mengapa mimpi buruk saat corona bisa terjadi?
Beragam teori mencuat terkait apa hubungan pandemi global dengan mimpi seseorang. Salah satunya teori fungsi pengaturan suasana hati yang menyebutkan, mimpi merupakan solusi alam bawah sadar manusia untuk memecahkan masalah emosional yang sedang dialami dalam hal ini wabah corona.
Kecenderungan seseorang yang merasa cemas akan pandemi membuat kita sulit tidur nyenyak seperti biasanya. Belum lagi memikirkan kondisi keluarga, pekerjaan, dan tekanan mental yang akhirnya menghasilkan mimpi menjengkelkan.
Tak jarang, mimpi ini akan terus diingat oleh si pemimpi saat menjalankan aktivitas sehari-hari. Tak selamanya buruk, mimpi yang terus membayang sejatinya dapat berfungsi sebagai mekanisme coping atau cara otak memproses keadaan baru.
Jason Ellis, seorang profesor psikologi di Northumbria University dan direktur Northumbria Center for Sleep Research mengungkapkan fakta lain tentang hal ini.
“Yang kami tahu adalah pola informasi sensorik yang disampaikan di otak. Jadi, Anda memiliki penglihatan, pendengaran, sentuhan, penciuman dan rasa. Yang paling menarik tentang mimpi adalah bahwa mereka sebagian besar akan menjadi penglihatan berbasis atau pendengaran, ” ungkapnya.
Mimpi-mimpi ini sebagian besar terjadi selama REM – atau gerakan mata cepat – tidur, fase tidur terdalam kita yang terjadi dalam interval pada malam hari. Kondisi ini ditandai gerakan mata yang cepat, lebih banyak gerakan bermimpi dan tubuh, detak jantung serta pernapasan yang lebih cepat.
Mimpi buruk saat corona, ini cara mencegahnya
Bukanlah hal yang mudah untuk tetap tenang di masa karantina akibat wabah seperti sekarang. Tak bisa ditampik, kecemasan pasti menghampiri. Berikut hal yang bisa Anda lakukan agar kualitas tidur tetap terjaga kendati COVID-19 belum kunjung reda.
Banyaknya perusahaan yang menerapkan kebijakan work from home (bekerja dari rumah) sedikit banyak mengubah pola tidur, apakah Parents salah satu yang mengalaminya? Jika iya, susun jadwal rutinitas yang akan Anda jalani setiap harinya.
Usahakan waktu bangun dan pergi tidur tetap konsisten setiap harinya, agar Anda tetap bisa tidur nyenyak. Hindari mengonsumsi minuman berkafein di sore hari atau menjelang tidur, dan gantilah dengan kudapan yang mengenyangkan dan menyehatkan.
Resmi memulai aktivitas pekerjaan dari rumah, waktunya Anda menentukan ruangan yang tepat di rumah untuk Anda menyelesaikan pekerjaan. Terdengar sepele, namun kebiasaan ini akan membantu memisahkan garis mental sehingga Anda lebih mudah mengidentifikasi kapan saatnya bekerja dan beristirahat.
Jika memang membutuhkan tidur siang, lakukan dalam waktu singkat yakni 10-30 menit saja. Tidur siang dalam waktu panjang akan memengaruhi jam tidur pada malam hari.
-
Ciptakan kamar tidur yang nyaman
Tak kalah penting adalah membuat rencana satu jam sebelum waktu tidur. Rencana yang dimaksud adalah seperti apa ruang tidur yang Anda inginkan hari itu untuk menunjang istirahat berkualitas. Misalnya; memadamkan lampu, menjauhkan diri dari ponsel dan segala tetek bengek pekerjaan, dan menetapkan suhu pendingin ruangan konsisten agar mudah tertidur lelap dan minim mimpi buruk.
***
Semoga mimpi buruk pandemi ini segera berakhir ya, Parents.
Sumber: The New York Post, CNN Health.
Baca juga :
id.theasianparent.com/sulit-tidur-karena-cemas
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.