Menimang bayi yang terlahir sempurna tanpa kurang suatu apa tentu menjadi doa semua orangtua. Sayangnya, selalu ada kemungkinan bayi lahir dengan cacat bawaan atau dikenal dengan birth defects, seperti microtia. Microtia adalah suatu kondisi yang perlu Parents pahami.
Microtia adalah Salah Satu Birth Defects
Melansir laman resmi Center for Disease Control and Prevention (CDC), dijelaskan bahwa microtia adalah kelainan pada telinga bayi tepatnya pada telinga bagian luar. Mikrotia atau microtia merupakan kondisi ketika telinga bayi berukuran lebih kecil dibanding bayi lainnya, atau telinganya tidak terbentuk dengan sempurna.
“Mikrotia berasal dari dua kata yaitu mikro yang artinya kecil dan otia berarti telinga. Berbeda dengan anotia, itu ketika bayi tidak memiliki daun telinga,” tutur dr. Jessica Fedriani, Sp.THT-KL saat diwawancarai theAsianparent beberapa waktu lalu.
Kepada theAsianparent, dr. Jessica mengungkap bahwa mikrotia umum terjadi pada 5.000-7.000 kelahiran. Di Indonesia sendiri, jumlahnya belum diketahui secara pasti. Namun, kondisi ini dapat menimpa kedua telinga bayi. Faktanya, sekitar 90% kasus mikrotia hanya mengenai satu telinga saja sementara 10% dari kasus mikrotia terjadi pada kedua telinga.
Tipe Mikrotia pada Anak
Dijelaskan dr. Jessica Fedriani, ketidaksempurnaan pada telinga bayi ini terbagi menjadi 4 tipe antara lain:
- Derajat 1, yaitu tingkatan yang paling ringan. Bayi dengan mikrotia level awal memiliki telinga berbentuk normal, namun ukurannya kecil
- Derajat 2, bila terdapat 1-2 submit (bagian) telinga yang tidak terbentuk
- Derajat 3 apabila anatomi bagian telinga tidak dapat diidentifikasi lagi
- Derajat 4 merupakan tingkatan yang paling parah. Umumnya, bayi dengan derajat ini sudah tak lagi memiliki telinga bagian luar sama sekali atau anotia
Merujuk data CDC, belum diketahui mikrotia derajat berapa yang paling sering terjadi. Namun, biasanya mikrotia hanya dialami pada satu telinga saja. Kondisi ini biasanya sudah terdeteksi saat bayi lahir.
Bila Parents khawatir dapat melakukan CT scan atau CAT Scan yang akan memberikan gambaran lebih jelas mengenai telinga bayi. Cara ini lebih efektif untuk dokter mendiagnosis tulang telinga dan struktur telinga anak secara keseluruhan.
dr. Jessica menuturkan bahwa pada banyak kasus, mikrotia sering disertai atresia liang telinga, yaitu tidak terbentuknya liang telinga. Selain itu, mikrotia juga sering kali diikuti gangguan pertumbuhan (malformasi) telinga tengah, khususnya bagian tulang pendengaran (maleus dan incus) yang mengakibatkan gangguan pendengaran (tuli konduksi).
Apa Penyebab Mikrotia pada Anak?
Tidak bisa dipungkiri jika microtia adalah suatu kondisi yang dikhawatirkan terjadi pada si kecil. Sayangnya sampai saat ini belum diketahui apa penyebab mikrotia bisa terjadi pada bayi.
Namun, perubahan gen ditengarai menjadi faktor bayi mengalami cacat lahir ini, Kasus lain juga membuktikan mikrotia terjadi saat gen bayi abnormal sehingga mengarah pada sindrom genetik.
Di samping itu, beberapa hal ini juga dapat membuat bayi rentan terlahir dengan mikrotia:
- Mengonsumsi obat yang mengandung isotretinoin saat hamil
- Perempuan hamil yang menderita diabetes meningkatkan risiko melahirkan bayi dengan mikrotia atau anotia
- Diet rendah karbohidrat dan asam folat turut memperbesar risiko melahirkan bayi mikrotia
- Stres
- Pernah terinfeksi rubella pada trimester pertama kehamilan
- Konsumsi minuman beralkohol
“Mikrotia juga lebih sering ditemukan pada bayi laki-laki dibandingkan bayi perempuan, perbandingannya 65:35. Kondisi ini juga lebih sering ditemukan pada ras Asia dibandingkan ras lain di dunia,” sambung dr. Jessica.
Penanganan Mikrotia
Lantas, apakah mikrotia dapat dicegah? Tentunya bisa, yaitu ibu dianjurkan untuk memerhatikan asupan gizi sejak trimester pertama kehamilan. Sebisa mungkin, ibu memenuhi kebutuhan asam folat harian demi mencegah kelainan pembentukan janin.
Bila anak sudah mengalami mikrotia dan membutuhkan penanganan, langkah yang diambil bergantung pada tingkat keparahan kondisinya. Jika kelainan yang dialami bersifat ringan tanpa gangguan pendengaran, maka operasi tidak dibutuhkan. Operasi dianjurkan bila kelainan sudah cukup parah dan mengganggu fungsi pendengaran, bahkan menyebabkan tuli.
Lebih lanjut, dr. Jessica memaparkan metode operasi yang dapat dilakukan sebagai upaya penanganan mikrotia:
1. Cangkok Daun Telinga
Dalam prosedur ini, dokter akan mengambil tulang rawan iga pasien untuk membentuk daun telinga buatan. Selanjutnya daun telinga cangkokan ini akan ditempatkan di kulit telinga yang mengalami kelainan. Perlu digarisbawahi bahwa prosedur ini baru boleh dilakukan setelah anak telah mencapai rentang usia 6-8 tahun.
2. Pemasangan Telinga Prostetik
Telinga prostetik atau telinga palsu dapat dilakukan untuk memperbaiki estetika telinga anak. Sama halnya dengan telinga buatan yang dicangkok, ‘telinga buatan’ akan ditempelkan di area telinga yang memiliki kelainan.
Bedanya, pada prosedur ini telinga palsu ditempel menggunakan perekat medis atau sekrup khusus. Metode ini cocok bagi pasien yang tidak memungkinkan untuk menjalani cangkok telinga, atau bilamana prosedur cangkok gagal dilakukan.
3. Implan Alat Bantu Dengar
Pemasangan alat bantu dengar juga menjadi solusi bagi anak yang kondisinya tidak terlalu parah. Bila buah hati Anda masih memiliki saluran pendengaran di dalam telinganya, maka cara satu ini dapat membantu. Biasanya, dokter terlebih dulu akan melakukan tes pendengaran untuk mengetahui seberapa jauh keparahan gangguan pendengaran yang dialami anak.
“Pemberian alat bantu dengar ini penting agar tidak terjadi gangguan perkembangan anak. Bagi anak yang sudah bersekolah, orangtua perlu bicara dengan guru agar menempatkan anaknya di kelas menyesuaikan sisi telinga yang sehat. Hal ini agar anak dapat mengikuti pelajaran dengan baik,” pungkas dr. Jessica.
Di samping gangguan fungsi pendengaran, mikrotia sejatinya dapat menimbulkan gangguan psikologi sosial estetika bahkan tak menutup kemungkinan menghambat proses belajar anak. Anak juga bisa merasa tidak percaya diri dengan situasi yang ia alami. Deteksi dan pencegahan dini penting dilakukan orangtua untuk menghindari mikrotia pada anak.
Artikel telah ditinjau oleh:
dr.Gita PermataSari, MD
Dokter Umum dan Konsultan Laktasi
Baca juga:
Anensefali: Penyebab, Gejala, hingga Penanganan
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.