Sebagian besar dari kita tidak memungkiri bahwa setelah menikah, harapan terbaik adalah menjadi orangtua dari anak-anak kita sebagai buah dari pernikahan. Bagi masyarakat kita pada umumnya kehamilan dan memiliki anak menjadi sebuah simbol kebahagiaan dari pasangan suami-istri dan akan dipandang lengkap dengan kelahiran seorang anak dalam keluarga. Kami pun sepakat dengan pandangan tersebut, namun setelah menikah kami memutuskan untuk menunda memiliki anak.
Meskipun demikian di masa sekarang banyak orang yang berbeda pendapat dengan pandangan tersebut, ada pandangan lain bahwa memiliki anak bukanlah tolok ukur kebahagiaan sebuah keluarga, meskipun secara umum pandangan ini belum menjadi tren bagi masyarakat Indonesia. Namun, sampai saat ini untuk beberapa wilayah tertentu anak menjadi simbol budaya kehidupan.
Saya adalah contoh dari orang pada umumnya yang setelah menikah memiliki harapan untuk diberikan momongan. Ya tentunya, harapan untuk segera memiliki anak tidak muncul dari saya dan istri saja namun juga dari orangtua kami yang ingin segera menimang cucu meskipun kami sepakat untuk menunda memiliki anak selama 1 tahun setelah pernikahan kami.
“Setelah menikah, langsung saja punya anak” begitu kata sahabat dekat dan orang-orang di sekitar kami yang tentunya mereka sudah memiliki anak. Bisa jadi pengalaman ini hampir dirasakan oleh sebagian besar dari kita yang sudah menikah. Namun, hal akan segera memiliki atau tidak akan memiliki anak kembali kepada keputusan dan situasi pada diri dan pasangan kita.
Artikel terkait: Berbagai cara menunda kehamilan ini bisa Anda terapkan, tapi ketahui dulu syaratnya!
Alasan Kami Menunda Memiliki Anak
Penundaan untuk memiliki anak merupakan sebuah keputusan yang diambil berdasarkan logika berdasarkan situasi dan kondisi yang kami alami. Ya, menunda untuk memiliki anak wajar bagi kami saat itu dikarenakan beberapa faktor.
Faktor finansial
Faktor finansial menjadi sangat penting bagi kami karena dari masing-masing kami belum memiliki tabungan yang dikhususkan untuk memiliki anak, bahkan tabungan untuk menikah belum cukup.
Gaji kami berdua masih digunakan untuk memenuhi kebutuhan dasar masing-masing pribadi seperti untuk biaya makan sehari-hari, biaya kost, membeli barang kesukaan, menyalurkan kegemaran/hobi, juga tentunya menyenangkan orangtua dan adik-adik kami. Wajar kalau waktu pacaran kami masih belum memiliki tabungan yang dikhususkan untuk menikah.
Setelah setahun pacaran kami baru mempersiapkannya itu pun karena kami sudah diminta untuk bertunangan demi kebaikan kami dan menjaga nama baik keluarga. Rentang waktu dari pertunangan ke jenjang pernikahan juga hanya setahun. Bagi kami waktu itu masih kurang untuk bisa menabung “modal” nikah.
Artikel terkait: Saya Perempuan dengan PCOS, Bisa Hamil Alami Kurang dari Setahun Menikah
Setelah menikah pun, keuangan rumah tangga kami masih belum kuat meskipun kami menganut paham keuangan bersama satu pintu di mana gaji saya dan istri masuk dalam satu rekening dan pengelolaan diatur bersama. Meskipun dua gaji menjadi satu ternyata masih belum mencukupi dikarenakan biaya kontrak rumah cukup mahal dan salah satu dari kami masih menanggung biaya kuliah adik kami. Sehingga hampir tidak ada uang lebih yang bisa kami tabung untuk hal mempersiapkan hadirnya seorang anak dalam keluarga kecil kami.
Kesiapan Mental
Faktor kedua mengapa kami menunda untuk memiliki anak yakni berkaitan dengan kesiapan mental kami. Sejak masa perkenalan sampai pada waktu pernikahan kami adalah 2 tahun. Itu terlalu singkat bagi kami. Belum cukup kami belajar untuk menerima kehadiran orang lain dalam kehidupan pribadi, namun proses belajar cepat menjadi hal yang tak terelakkan manakala pertunangan sudah dilaksanakan.
Memang tidak kami pungkiri bahwa kami saling mencintai dan pacaran kami bukanlah pacaran ala putus-nyambung. Niatan pacaran untuk menikah sudah ada dalam benak kami msing-masing, namun modal perasaan cinta saja juga tidak cukup. Setidaknya, cinta yang mampu menerima kami utuh apa adanya.
Nah, itu kan memerlukan proses dan proses diukur dari waktu. Oleh karena kesiapan mental kami yang masih kurang inilah maka setelah menikah kami menunda 1 tahun untuk memiliki anak. Bagi kami 1 tahun sudah cukup untuk bisa saling mengenal kepribadian, karakter, fisik dan semua yang melekat pada tubuh kami secara utuh dan menyeluruh.
Artikel terkait: Ingin Punya Anak? Jangan Lakukan 10 Kesalahan Berikut
Begitulah pengalaman kami untuk menunda memiliki anak karena faktor finansial dan kesiapan mental, bagi kami 2 hal ini sangat penting karena tentunya kami ingin agar kebutuhan anak kami baik dari masa dalam kandungan, persalinan dan masa seterusnya tidak mengalami kendala keuangan. Kami menyadari bahwa uang bukan segalanya namun kehidupan ini membutuhkan uang untuk menjadi baik adanya. Kami juga ingin agar anak kami mendapatkan kesempatan tumbuh kembang yang maskimal dengan kedewasaan emosional dan kesehatan mental yang kami miliki.
Jadi bagi Parents yang ingin berencana menunda memiliki anak bisa mempertimbangkan hal-hal seperti finansial dan kesiapan mental, yang sedang dalam proses menunda sekiranya dapat dengan konsisten dan tekun mempersiapkan tabungan khusus sembari mempersiapkan mental agar lebih baik guna mendampingi tumbuh kembang anak kita nantinya.
Ditulis oleh Yanes Langendriyo, UGC Contributor theAsianparent.com.
Artikel dari UGC Contributor lainnya:
Meminta Suami Terlibat dalam Program Kehamilan Istri, Bagaimana Caranya?