Aktris Alice Norin sangat bersyukur bisa melewati masa kritis selama proses persalinan puteri keduanya, Rabu (9/9/2020) silam. Pasalnya, ia mengalami plasenta yang tidak normal. Ia pu menceritakan bagaimana menghadapi masalah plasenta akreta.
Termasuk melawan kekhawatiran terjadinya pengangkatan rahim yang menjadi risiko dari komplikasi plasenta akreta. Syukurnya, hal ini tidak sampai terjadi. Rabu (16/9/2020) sore, Alice berbagi tips bagaimana ia menghadapi masa-masa sulit sepanjang kehamilan keduanya itu. Ini dia 9 tips Alice Norin menghadapi masalah plasenta akreta.
9 Tips Alice Norin Menghadapi Masalah Plasenta Akreta
1. Konsultasi ke lebih dari 1 dokter
Di awal pembicaraan, ia mengataan setelah mendapat diagnosis awal, dirinya pun segera lakukan konsultasi dengan dokter lain untuk mendapatkan second opinion.“Harus take it seriously. Bagusnya ke beberapa dokter supaya ada banyak opini. Bisa saja dokter yang ini tidak bisa mendeteksi suatu masalah, tapi dokter yang lain bisa melihatnya,” katanya menerangkan.
“Kalau aku sudah sampe enggak kehitung, deh, sudah konsultasi ke berapa dokter. Karena aku benar-benar butuh lebih dari satu opini bahkan more than second opinions,” tambahnya lagi.
Hasilnya, dari yang awal hanya didiagnosis plasenta previa, kemudian diketahui secara spesifik ia mengalami komplikasi plasenta akreta dari pemeriksaan dengan dokter fetomaternal. “Plasenta akreta itu posisi plasentanya masuk ke dalam rahim bahkan bisa nempel ke organ-organ tubuh lain, seperti usus, kantung kemih, atau lainnya. Nah, kalau aku nempelnya di kantung kemih.”
Akibatnya, untuk bisa melepaskan plasenta, dokter harus mengikis sedikit kantung kemihnya.
2. Follow up check up
Pemeriksaan lanjutan sangat penting dilakukan untuk memastikan benar-benar masalah yang dialami. Juga untuk mencari tahu apa yang harus dilakukan ketika masalahnya sudah diketahui secara pasti.
Alice termasuk beruntung karena mengetahui masalah plasenta akreta ini lebih awal (di usia kandungan sekitar 5-6 bulan). Pada umumnya pasien baru mengetahui saat persalinan. Ia jadi punya banyak waktu mencari tahu A-Z tentang plasenta akreta, serta mempersiapkan diri menghadapi kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi.
3. Pilih dokter berpengalaman
Saat tahu kasus yang dialaminya langka dan berisiko tinggi pada keselamatan dirinya, ia segera mencari dokter yang berpengalaman dalam hal ini. Diakuinya, hal ini tidaklah mudah.
Akhirnya ia fokus mencari dokter yang biasa menangani kasus high risk operation. Selain berpengalaman, sifat dokter yang jujur dan terbuka itu juga penting, katanya.
“Obginku ada dua, dan mereka terbuka banget. Mereka juga mengakui bahwa biasanya kalau ada masalah kayak gini, mereka akan langsung (melakukan) angkat rahim, karena mereka tidak punya kapasitas atau pengalaman. Aku senang mereka terbuka soal itu dan nggak menutupi fakta itu dan malah bantu cari solusi,” terangnya.
Perlu diketahui, salah satu dampak dari persalinan dengan komplikasi plasenta akreta adalah perdarahan hebat, pengangkatan rahim, hingga kematian.
4. Istirahat total merupakan salah satu cara tepat menghadapi masalah plasenta akreta
Dokter menyarankan ibu dari Alita dan Alana ini untuk beristirahat total demi menghindari perdarahan, mengingat perdarahan bisa berimplikasi pada persalinan dini atau kelahiran prematur.
Alice menambahkan, si ibu harus mampu memantau kondisi kesehatannya sendiri dan tahu diri dengan apa yang dialaminya. “Banyakin berbaring, harus lebih santai. Jujur aku tuh enggak betah yang disuruh bedrest, jadi aku tetap lakukan light exercise biar bisa tetap bugar. Pokoknya dibikin happy hatinya. Mungkin kita merasa capeknya sedikit, tapi buat badan mungkin sudah banyak. Lebih listen to our body,” terang perempuan berusia 33 tahun ini.
5. Tingkatkan asupan protein hewani
Hal lain yang disarankan dokter adalah meningkatkan asupan protein –khususnya protein hewani—agar janin tumbuh lebih kuat. “Harus banyak karena kan ingin mantepin si baby juga di dalam. Jadi memang aku banyak disuruh makan daging, telur beberapa butir sehari. Pokoknya intake proteinnya harus banyak.”
6. Berpikir positif dan ikhlas
Alice bercerita, saat dokter pertama kali mengatakan ia mengalami komplikasi previa dan ada kemungkinan rahimnya akan diangkat, ia dan suaminya merasakan kesedihan mendalam. Mereka menangis seharian.
Tapi kemudian, sang suami memberinya semangat dengan berkata, “Ya sudah, alhamdulilah… Kan kita sudah punya anak dua. Ada banyak di luar sana yang lebih prihatin, punya rahim tapi mereka nggak bisa punya anak. Jadi kamu lebih bersyukurnya begitu.” Setelah mendengar hal itu Alice segera mulai menerima keadaan dan mempersiapkan dirinya untuk menghadapi segala kemungkinan terburuk.
7. Banyak berdoa dan mengucap syukur
Hikmah dari kejadian ini adalah ia menjadi lebih banyak mengucap syukur tentang hal-hal kecil yang Tuhan berikan untuknya dan keluarganya. Ia juga mengaku lebih dekat kepada Tuhan dan banyak berdoa.
8. Siapkan mental dalam menghadapi masalah plasenta akreta
Dengan memiliki banyak informasi mengenai penyakitnya, Alice menjadi tahu tentang risiko yang akan dialaminya saat menjalani kehamilan dan persalinan: perdarahan hebat, angkat rahim, dan kematian. Dengan begitu, ia juga jadi mampu mempersiapkan diri menghadapi kemungkinan terburuk selama menghadapi masalah plasenta akreta. Secara mental ia menjadi lebih kuat.
“Jadi mindset aku sudah begitu juga dari beberapa bulan lalu, sudah mempersiapkan diri bakal angkat rahim atau mungkin harus ada bagian organ lain yang harus terkikis. Sudah ikhlas banget, enggak tahu deh gimana nanti pas lahiran, yang penting bayinya sehat, akunya juga sehat. Soal yang lain aku sudah ikhlas. Tapi alhamdulilah banget, dokter bisa selamatkan rahim aku.”
Alice kehilangan banyak darah saat persalinan dan operasi pelepasan plasenta dari kantung kemihnya. Ia sampai melakukan donor darah hingga 3 liter karena HB-nya turun hingga 5,7 (HB normal wanita dewasa 12-16 g/dL)
9. Pikirkan dengan matang untuk punya anak lagi
Meski selamat dari pengangkatan rahim, Alice belum berpikir untuk memiliki anak lagi. Bahkan suaminya memintanya untuk tidak hamil lagi, begitu juga dokter mengingat risiko komplikasi plasenta masih mungkin dialaminya.
“Kalau suami cukup dua saja, kalau aku masih belum tahu. Tapi kayaknya masih panjang ya (untuk memikirkan hal itu), baru juga lahiran. Tapi sementara ini, dua sudah cukup, sih, sudah alhamdulilah. Aku sekarang tidak memikirkan kuantitas, tapi lebih pada kualitas.”
Menjalani proses kehamilan, semuanya tentu saja berharap bisa melewatinya tanpa banyak hambatan. Namun, jika ada hambatan, beragam upaya untuk menjaga kesehatan dan keselamatan tentu saja perlu dilakukan. Sepertinya halnya yang dilakukan istri Alvin Yudhapatria dalam menghadapi masalah plasenta akreta ini.
Baca juga:
Mengenal Plasenta Akreta, Komplikasi Kehamilan yang Perlu Diwaspadai
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.