Adakah yang masih suka mengenakan masker scuba dan buff untuk mencegah penularan COVID-19? Faktanya, masker scuba dan buff tidak dianjurkan dipakai karnea dianggap tidak efektif. Simak penjelasannya berikut.
Selama masa pandemi, kita wajib memakai masker saat berada di luar rumah. Masker yang dipakai oleh masyarakat selama ini bermacam-macam jenis dan modelnya, di antaranya adalah buff dan masker berbahan scuba.
Beberapa waktu lalu, PT Kereta Commuter Indonesia (PT KCI) melalui VP Corporate Communications-nya, Anne Purba, menyampaikan larangan menggunakan masker scuba dan buff bagi calon penumpang kereta rel listrik ( KRL).
Mengapa Masker Scuba dan Buff Tidak Dianjurkan Dipakai, Bahkan Dilarang di KRL?
Juru Bicara Satuan Tugas (Satgas) Penanganan COVID-19 Wiku Adisasmito pun menanggapi larangan tersebut. Ia mengatakan, masker scuba dan buff kurang efektif menangkal virus corona.
“Masker scuba atau buff adalah masker dengan satu lapisan saja dan terlalu tipis, sehingga kemungkinan untuk tembus lebih besar,” ujar Wiku seperti dilansir Kompas.com.
Selain itu, Wiku menyebutkan, masker scuba biasanya mudah ditarik ke leher sehingga penggunaannya menjadi tak efektif sebagai pencegahan.
Menurutnya, masker menjadi alat penting dalam mencegah penularan Virus Corona, maka dari itu masyarakat perlu memakai masker yang berkualitas seperti masker bedah atau kain katun tiga lapis.
Meski tak seefektif masker medis, masker berbahan kain katun dinilai lebih baik daripada scuba. Berdasarkan penelitian Universitas Oxford, kain katun mempunyai tingkat ketahanan dari penularan Virus Corona sebesar 70 persen. Namun, untuk meningkatkan ketahanan proteksi, dianjurkan memasukkan tisu yang dilipat menjadi tiga bagian di dalam masker kain.
Seberapa Efektif Masker Scuba Cegah Penularan Virus?
Mengutip Kompas (14 April 2020), Peneliti Loka Penelitian Teknologi Bersih (LPTB) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Dr Eng Muhamad Nasir menjelaskan dasar pengujian kinerja utama masker.
Nasir memaparkan, ada tiga tahapan pengujian kinerja utama masker yakni:
- Uji filtrasi bakteri (bacterial filtration efficiency).
- Uji filtrasi partikulat (particulate filtration efficiency).
- Serta, uji permeabilitas udara dan pressure differential (breathability dari masker).
Menurut Nasir, masker kain dengan bahan lentur seperti scuba akan meregang saat dipakai. Akibatnya, kerapatan dan pori kain membesar serta membuka, yang membuat permeabilitas udara menjadi tinggi. Hal inilah yang membuat peluang partikular virus untuk menembus masker semakin besar.
Material bahan Peneliti di Pusat Penelitian Biomaterial LIPI, Dian Burhani, S.Si, M.T mengungkapkan, salah satu faktor yang menentukan efektivitas masker untuk mencegah penyebaran virus corona adalah ukuran pori material bahan.
“Virus corona ini, kan, ditularkan melalui droplet. Jadi, agar efektif memang ukuran pori bahan masker harus lebih kecil dari ukuran droplet,” kata Dian, seperti Kompas.com, 16 September 2020.
Ia menambahkan, jika dibandingkan dengan masker N95 yang porinya 14 mikron, masker berbahan scuba mempunyai pori yang lebih besar, sekitar 30-40 mikron. Selain ukuran porinya lebih besar, hal lain yang membuat masker scuba diragukan efektivitasnya karena masker hanya satu lapis.
“Kalau hanya memakai masker satu lapis, khawatir droplet menempel pada bagian luar masker dan lama-lama meresap melalui pori masker, yang kemudian akan langsung mengenai mulut dan hidung kita,” ujar dia.
Dian menambahkan, selain masker N95 dan masker bedah, masker yang terbilang efektif mencegah penularan virus corona yaitu masker katun tiga lapis, karena setiap bagian masker memiliki fungsi perlindungan masing-masing.
Lalu, Bagaimana dengan Buff?
Foto: Detik
Seperti halnya masker scuba, buff juga tidak dianjurkan. Sebuah studi Duke University di Carolina Utara, Amerika Serikat menyimpulkan bahwa buff tak efektif memblokir droplet atau tetesan pernapasan yang keluar dari mulut. Padahal mulut merupakan salah satu jalur masuk penularan COVID-19.
Menurut para peneliti, bahkan orang menggunakan buff jauh lebih buruk dibandingkan orang yang tak memakai masker sama sekali. Hal ini karena buff membuat droplet semakin berkembang biak di udara.
“Mungkin banyak orang berpikir, menggunakan masker jenis apa saja lebih baik dibandingkan tidak memakainya sama sekali. Namun, hal itu salah,” jelas pemimpin studi Duke University, Martin Fischer seperti dilansir Healthline.
“Kami mengamati bahwa jumlah droplet meningkat saat orang memakai buff. Kami yakin, bahan yang digunakan pada buff dapat memecah droplet menjadi partikel berukuran lebih kecil. Hal ini membuat pengguna buff menjadi kontraproduktif, karena tetesan yang lebih kecil lebih mudah terbawa udara dan membahayakan orang di sekitar,” lanjut dia.
Temuan dari penelitian ini membuktikan bahwa tidak semua masker memiliki tingkat efektivitas yang sama. Direktur Divisi Alergi dan Imunologi di Rumah Sakit Anak Nationwide di Ohio, Mitchell H Grayson mengungkapkan, penggunaan sehari-hari masker kain dengan beberapa lapisan dapat berfungsi sama baiknya dengan masker bedah.
Berdasarkan penjelasan di atas, sangat masuk akal jika masker scuba dan buff tidak dianjurkan. Untuk itu, masker bedah atau katun adalah pilihan yang disarankan.
Sumber: Kompas
Baca juga:
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.