Makanan organik. Mendengar dua kata ini apa yang terbersit dalam benak Parents? Makanan sehat tapi mahal?
Berbicara makanan organik, hal ini memang tidak terlepas dari gaya hidup sehat. Data di Indonesia telah memperlihatkan bahwa produksi dan konsumsi produk pangan organik kian meningkat. Tidak hanya di tingkat generasi usia 50-an tetapi di kalangan anak muda atau generasi milenial, konsumsi makanan organik juga mengalami kenaikan.
Menurut riset, kondisi ini dikarenakan masyarakat yang ingin menjalankan gaya hidup lebih sehat. Makanan organik dipercaya memiliki beragam kelebihan jika dibandingkan produk non-organik, yaitu bebas pestisida.
Produk makanan organik banyak ragamnya, dari beras, buah, sayuran, ayam, telur, dan susu. Selain itu, produk makanan organik di Indonesia juga termasuk yogurt dan produk perkebunan (madu, kopi dan vanila).
Konsumsi makanan organik sebagai upaya pencegahan penyakit
Dalam acara Diskusi Tren Konsumsi dan Gaya Hidup Organik yang digelar Arla Indofood, Prof. DR. Ir. Ali Khomsan, MS, Guru Besar Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Universitas Institut Pertanian Bogor, mengatakan bahwa ada studi yang mengatakan kadar omega-3 dan omega-6 pada pangan organik lebih tinggi, termasuk pada susu yang dihasilkan dari sapi yang mengonsumsi rumput hijau (grass milk).
Lebih lanjut, DR. dr. Fiastuti Witjaksono, Spesialis Gizi Klinis dari FKUI mengatakan, “Sebenarnya pangan organik ini jika dikaitkan dengan kesehatan, masih terus diteliti. Ada penelitian yang oke, pro dengan makanan ini karena dianggap bisa mengurangi berbagai macam risiko penyakit. Tapi ada juga yang tidak. Karena hasilnya masih ada yang iya dan tidak, maka sampai sekarang masih pro and con. Perdebatannya masih panjang, keputusan atau penelitiannya memang belum ‘bulat’, ” paparnya.
Namun, dr.Fiastuti juga menegaskan kalau asupan organik ini memang disarankan untuk orang-orang berkebutuhan khusus.
“Namun, jika baru dikonsumsi setelah mengetahui ada penyakit atau telah didiagnosis mengalami autis, ini artinya bisa dikatakan sudah terlambat karena sudah ada penyakitnya. Seharusnya, kita mulai dengan mengonsumsi makanan organik sebagai usaha preventif untuk mencegah berbagai penyakit.”
Oleh karena itulah baik Dr. Fiastuti atau pun Dr. Ali menyarankan agar pangan organik dikonsunsi sejak dini, bahkan sejak janin di dalam kandungan.
“Memang sudah ada beberapa penelitian yang menyatakan kalau asam lemak omega tiga sangat tinggi dan ini bagus sekali. Karena sifatnya anti inflamasi, sehingga memang bisa mencegah banyak sekali penyakit tidak menular, pada anak juga bisa meningkatkan kecerdasannya. Meskipun tidak mudah, memang sebaiknya ini dilakukan sebagai upaya mencegah penyakit dan ini perlu dimulai sejak dini, saat hamil, saat masih kecil.”
Anak berkebutuhan khusus disarankan mengonsumsi makanan organik
Dijelaskan oleh dr. Fia, biasanya anak berkebutuhan khusus seperti autis memang disebabkan atau dipicu oleh bahan kimia.
“Ini kan bisa kita tahu bahwa ada zat-zat kimia tertentu yang meninggi di tubuhnya. Biasanya untuk mengetahui anak autis atau tidak kan perlu pemeriksaan dulu yang cukup mendalam.”
“Sementara kita juga tahu bahan makanan yang non-organik itu memang terpapar pestisida, ada segala macam pupuk yang mengandung bahan kimia. Kalau di Indonesia memang standarnya belum jelas.”
“Adanya makanan organik ini sebenarnya dikarena isu utama yaitu menyelamatkan lingkungan, untuk menyelamatkan dunia dari kerusakan. Tapi kemudian memang muncul pertanyaan, apa benar zat gizi dan nutrsinya lebih baik sehingga bikin sehat? Memang ada beberapa penelitian yang membutikan bahwa omega 3 lebih tinggi, antioksidan lebih tinggi, tapi ini memang belum konklusi.”
Sementara, anak berkebutuhan khusus ini memang biasanya akan lebih sensitif, sensitif terhadap pangan yang terkontaminasi. Itulah mengapa produk organik ini bisa menjawab kebutuhan anak berkebutuhan khusus.
****
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.