Mengapa konsultasi dengan psikolog anak?
Beberapa waktu yang lalu saya sempat berbagi di Instagram pribadi bahwa saya dan suami membawa Kai –anak kami yang berusia 4 tahun— ke psikolog anak untuk screening tumbuh kembang sekaligus memastikan tipe sekolah apa yang cocok untuk Kai. Waktu itu banyak yang bertanya “Kenapa harus sampai ke psikolog? Ada apa dengan Kai?”. Bahkan ada juga yang komen “Saya jadi sedih anak-anak zaman sekarang kok banyak yang ke psikolog. Kasihan sekali.”
Saat itu saya baru paham, ternyata masih banyak yang menganggap bahwa konsultasi ke psikolog itu hanya kalau ‘ada apa-apa’ dan sesuatu yang tabu. Padahal, tidak harus menunggu ‘sesuatu yang serius’ loh untuk ke psikolog anak.
Sudah dimulai sejak Kai masih di daycare
Throwback sedikit, pengalaman saya berdiskusi dengan psikolog anak dimulai saat Kai masih di daycare, usianya sekitar 1 tahun. Saat itu, pihak daycare memang memberikan fasilitas bagi orangtua untuk konsultasi dengan psikolog anak setiap bulannya. Walaupun tidak ada keluhan, dari setiap sesi konsultasi saya pasti mendapatkan insights baru tentang tumbuh kembang anak.
Hal remeh temeh pun kadang saya tanyakan juga ke psikolog karena mereka pasti punya jawaban berdasarkan keahlian dan ilmu mereka. Seremeh temeh apa? Dulu bahkan saya sempat bertanya “Kalau saya belikan mainan tembak-tembakan untuk Kai, ada efek negatifnya nggak sih?” Semenjak itu, konsultasi dengan psikolog anak bukanlah sesuatu yang asing lagi bagi saya dan suami.
Kemudian, saat Kai berusia 3 tahun, sempat kami bawa ke psikolog anak juga untuk screening tumbuh kembang lagi dan memastikan tipe sekolah yang cocok untuk Kai. Terakhir kali, saat usia 4 tahun kami bawa lagi ke psikolog anak karena kami serumah sempat kewalahan dengan Kai yang tiba-tiba frekuensi tantrumnya meningkat.
Bukan Soal “Ada Keluhan” atau “Tak Ada Keluhan”
Jadi pada dasarnya, kami merasa ke psikolog anak itu bisa saat kami merasa ada keluhan ataupun tidak ada keluhan.
Saat screening tumbuh kembang kami merasa sebenarnya tidak ada keluhan. Dalam arti, Kai memenuhi check list yang ada di panduan tumbuh kembang anak. Tapi, jujur kami juga penasaran dengan point of view psikolog yang memiliki ilmu lebih dibanding kami yang awam terhadap tumbuh kembang anak.
Sebagai psikolog mereka pasti bisa ‘melihat’ apa yang tidak kita lihat. Contoh kecilnya, saat screening tumbuh kembang psikolog memberi informasi kemampuan apa saja yang perlu ditingkatkan, dan apa saja kelebihan Kai. Kami senang sekali saat mengetahui informasi tambahan ini karena hal ini berguna banget untuk kami sebagai orangtua untuk menghadapi Kai di kemudian hari.
Begitu juga saat kami menanyakan sekolah yang tepat bagi Kai. Sebagai orang tua tentu kami sudah memiliki preferensi sekolah tertentu berdasarkan penilaian kami pribadi. Tapi, kami merasa tetap perlu pandangan objektif pihak ketiga, dalam hal ini, psikolog anak bisa memberi insights sesuai dengann ilmunya berdasarkan hasil observasinya terhadap anak.
Terakhir, saat ada keluhan. Waktu itu kami benar-benar merasa ‘buntu’ dan capek luar biasa. Bayangin aja, setiap hari Kai bisa tantrum di setiap transisi kegiatan. Dari bangun tidur ke sarapan, dari sarapan ke mandi, dari mandi ke sekolah, dan seterusnya. Yang capek bukan hanya saya dan suami, tapi serumah.
Jujur kami sudah baca-baca banyak artikel dan buku tentang penanganan tantrum, tapi belum ada yang berhasil. Akhirnya kami putuskan, mungkin sebaiknya konsultasi dengan psikolog saja karena pasti dapet wejangan dan insights baru. Hasilnya bagaimana? Wah… rasanya bagaikan habis ‘diisi bensin’. Kami diberikan banyak sekali nasehat, saran, dan pandangan dari psikolog tentang Kai.
Senangnya juga, kalau konsultasi psikolog juga mereka itu selalu memberikan validasi atas perasaan kita sebagai orang tua. Saat kami berdua curhat betapa lelah dan capeknya kami menghadapi Kai di rumah, kalimat yang keluar dari psikolognya pasti kurang lebih “Iya.. pasti capek banget ya Bu..” atau “Wajar sekali Pak, jika Bapak merasakan hal tersebut…”.
Itu sangat menenangkan dan jadi penyemangat. Setelah konsultasi, kami praktekkan semua cara-cara yang disampaikan oleh psikolog. Dalam seminggu-dua minggu tiba-tiba behaviour-nya Kai juga membaik. Drastis. Marah, sedih, kesal tentu aja ada namanya juga manusia. Tapi Kai sudah jauh lebih bisa mengatur pelampiasan emosinya.
Bervariasi sekali bukan alasan untuk membawa si kecil dan konsultasi dengan psikolog anak?
Mungkin banyak juga yang bingung kenapa akhir-akhir ini banyak yang berkonsultasi ke psikolog atau ke psikiater dan mengkasihani orang-orang tersebut. Menurut saya malah justru bagus karena berarti saat ini semakin banyak yang aware dengan kesehatan mental. Sementara jaman dulu mungkin belum banyak yang aware makanya masih sedikit yang ke psikolog atau psikiater.
Jadi ini bukan hal yang tabu ya Parents. Bertanya dan berdiskusi dengan psikolog anak itu hal yang wajar dan bermanfaat sekali bagi anak dan orangtua. Berkonsultasi dengan psikolog secara berkala menurut saya juga merupakan salah satu ikhtiar untuk menjaga kesehatan mental kita. Ibaratnya seperti medical check up saja. Seperti Dokter yang merupakan support system untuk kesehatan badan, psikolog juga merupakan support system kita dari sisi kesehatan mental.
Apalagi saat ini akses untuk konsultasi dengan psikolog juga semakin mudah. Di Instagram sudah mulai banyak bertebaran klinik konsultasi dengan psikologi. Biayanya juga bervariasi. Apabila bingung memilih psikolog, biasanya admin juga akan bertanya keluhannya apa dan biasanya akan diarahkan ke psikolog yang tepat.
Oh iya, buat yang penasaran jika membawa anak konsultasi ke psikolog anak bagaimana cara mereka mengobservasinya? Biasanya tergantung usia ya Parents. Apabila anak yang kira-kira sudah bisa ditinggal sendiri dengan psikolog biasanya orang tua akan menunggu dulu di luar kemudian setelah observasi selesai baru mengobrol dengan psikolognya.
Jika masih harus didampingi, ya biasanya dalam satu ruangan ada psikolog anak, orang tua, dan si anak. Kalau dari pengamatan saya sebagai orang awam, biasanya anak diajak bermain dan mengobrol dengan psikolognya. Jadi sifatnya bukan yang serius dan kaku. Anak-anak pasti merasanya seperti bermain saja.
Sekian sharing saya mengenai pengalaman berkonsultasi dengan psikolog anak. Semoga bisa bermanfaat bagi para Parents ya.
Ditulis oleh Diandra Mauliandina, Member VIPP theAsianparent Indonesia
Baca Juga:
Tak Melulu Indah, Bagaimana Cara Bahagia Setelah Menikah?
Pengakuan Istri Jalani Long Distance Marriage, "Tidak Ada Lagi yang Tabu dalam Pernikahan"
Pengakuan Ibu yang Kecewa dengan Jenis Kelamin Anak karena Tidak Sesuai Harapan
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.