Pernikahan sejatinya adalah perjanjian yang kuat (mitsaqan ghalizhan) harus bisa menyangga seluruh sendi-sendi kehidupan. Kedua belah pihak harus bisa menjaga ikatan dengan segala upaya yang dimiliki sehingga tidak ada yang bisa melemahkannya. Apalagi pada saat menjalani Long Distance Marriage.
Menjalani Long Distance Marriage tentu saja punya tantangan tersendiri. Dimana pasangan suami istri harus berjauhan karena kesibukan dalam hal pekerjaan atau karena tempat kerja dengan rumah kita jauh apalagi memiliki seorang bayi, seperti saya.
Keputusan terberat saya ambil ketika cuti melahirkan hampir habis. Ketika itu saya sempat bimbang, apa harus memilih menjadi ibu rumah tangga yang nantinya bisa menemani suami penuh 24 jam?
Sebagai istri yang menghormati suami, saya pun selalu bertanya atau meminta pendapat suami terkait karier saya sebagai guru honorer di sebuah madrasah swasta pinggiran kota. Meminta izin untuk tetap bekerja meski memiliki anak dan risikonya harus berjauhan, menjalani long distance marriage. Maklum saja, tempat saya bekerja memang jauh. Berjarak sekitar 32 km dari rumah.
Komunikasi seperti ini sangat penting dilakukan agar kita sama-sama mengerti apa yang kita mau dan tujuan utama kita tercapai yaitu menjadi keluarga yang sakinah mawaddah warahmah. Keputusan ada pada saya saat itu ketika suami tetap mengizinkan untuk tetap bekerja.
Akhirnya dengan ridho suami saya tetap melanjutkan mengabdi kepada madrasah swasta pinggiran kota. Risikonya adalah kami harus berjauhan karena baru saja memiliki seorang bayi yang harus selalu menyusu dan dekat dengan ibunya.
Menjalani Long Distance Marriage
Demi menjaga keharmonisan kami, saya selalu melakukan beberapa hal agar tetap mesra meski LDM (Long Distance Marriage). Ada beberapa tips dari saya jika ingin hubungan tetap mesra meski LDM, yaitu:
1. Komunikasi
Ya komunikasi adalah hal paling vital saat pasangan suami istri menjalani long distance marriage Sekedar mengucapkan selamat pagi kepada pasangan sangat membantu sebagai penyemangat memulai Komunikasi menduduki peran penting agar tidak ada celah untuk bersuudzon kepada pasangan.
Dalam berkomunikasi kita harus saling terbuka dan saling memahami satu sama lain. Kurangnya komunikasi akan menyebabkan saling menuntut. Padahal dalam sebuah pernikahan ada prinsip saling, yaitu kita tidak harus menunggu pasangannya untuk melakukan terlebih dahulu.
Artinya kita harus jujur dalam segala hal. Dalam hal ini kedekatan emosi bisa tercipta melalui komunikasi yang intens agar saling terhubung meski berjauhan.
2. Komitmen
Yaitu bagaimana suami istri mengikat janji untuk menjaga hubungan agar lestari meskipun berjauhan. Dengan menjaga komitmen suami istri tidak akan mudah mengkhianati pasangannya. Dengan komitmen pula suami istri tidak akan goyah atau putus asa dalam menjalani dinamika kehidupan yang naik turun.
Ya… seiring bertambahnya waktu dan usia pernikahan, cinta bisa saja luruh. Tapi kalau punya komitmen yang kita, pernikahan akan tetap kuat. Ibaratnya, komitmen ini seperti pondasi. Bikin pernikahan kuat.
Dengan memiliki komitmen, pasangan suami istri harus saling setia, saling jujur apapun yang terjadi apalagi kita berjauhan dan harus diiringi sikap tanggungjawab. Komitmen pasangan suami istri yang berjauhan akan diuji oleh berbagai persoalan yang lebih kompleks.
Jadi, ketika komitmen sedang diuji kita harus bisa menyelesaikan masalah dengan baik maka komitmen kita juga semakin kokoh. Sebaliknya jika kita tidak padat menyelesaikan masalah atau konflik maka komitmen akan melemah.
3. Pertahankan Gairah
Ketiga, menjaga api gairah. Gairah seksual merupakan kebutuhan dan dorongan yang sehat dalam kehidupan manusia apalagi dalam kehidupan suami istri. Meski berjauhan karena menjalani long distance marriage, kami selalu menjaga api gairah yang akan membuncah setiap kali bertemu, karena dalam hubungan seksual inilah hubungan antara fisik dan emosional paling dekat. Meski kami sudah memiliki bayi, kami selalu meluangkan waktu berdua demi terciptanya keintiman.
Sayangnya, tidak sedikit seorang istri akan malu untuk mengutarakan hal-hal yang dianggap tabu. Akan tetapi dalam sebuah pernikahan tidak ada lagi hal yang tabu. Biar bagaimana pun hubungan suami istri kan harus setara. Untuk mendapatkan kepuasan fisik dan seksual, keduanya harus saling terbuka agar tidak ada yang tersakiti satu sama lain.
Ketiga tips di atas selalu saya pegang erat dengan harapan bisa membentuk keluarga sakinah mawaddah warahmah terwujud meski kami tidak berdekatan. Jujur saja, dalam praktiknya adakalnya ketiga komponen di atas tidak seimbang karena dinamika kehidupan rumah tangga berubah-ubah.
Ada salah satu komponen di atas melemah, bahkan tidak jarang ketiganya melemah. Dalam kondisi seperti itu, kami selalu mengulang-ulang dan mengingat bahwa komitmen pernikahan kita tidak hanya kepada pasangan saja tetapi juga kepada Allah sebagai suatu perjanjian yang kokoh. Sikap saling memahami satu dan lain akan menutupi sikap menuntut untuk dipenuhi kebutuhannya.
Setidaknya, saya dan suami yakin kalau ketiga tips di atas harus di pupuk agar seimbang. Kalau salah satu komponen saja terabaikan, bisa menyebabkan hubungan suami istri semakin memburuk.
Ditulis oleh Chamdah, VIPP member theAsianparent ID
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.